Rabu, 17 April 2024
Sekolah Menengah Atas

Membelanjakan Penghasilan

Ditulis oleh: Isa Ansori, M.Pd. (Kepala Madrasah & Guru Ekonomi MA. Madrasatul Qur an Tebuireng)

Mungkin kedengaran agak janggal jika misalnya saat penghasilan anda 1.000.000 per bulan dan konsumsi yang anda lakukan sebesar 750.000, tetapi saat pengahasilan anda mengalami kenaikan menjadi 2.000.000/bulan, konsumsi anda malah menjadi 500.000 saja. Dugaan anda… Apakah Pak Teddy Lesmana  melakukan konsumsi dengan besaran yang sama antara saat masih menjadi guru honorer dengan setelah beliau diangkat menjadi ASN bergaji 5,5 juta/bulan ? Apakah besaran konsumsi saudara Rouf teman juga sama setelah berhasil lulus menjadi polisi bergaji 6,5 juta dengan setahun sebelumnya saat bekerja di pabrik Pi Hai ? Kecenderunganya konsumsi mereka berdua juga meningkat. Sekali lagi ini tidak lepas  dari sifat manusia yang selalu memiliki keinginan dan kebutuhan.

John Maynard Keynes (5 Juni 1883 – 21 April 1946) “konsumsi yang dilakukan saat ini tergantung dari pendapatan yang siap dibelanjakan saat ini (disposable income). Singkatnya, konsumsi (C) dipengaruhi oleh pendapatan disposable (Yd)”. Apabila pendapatan meningkat konsumsi yang dilakukan akan meningkat pula

Hasrat manusia untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya ini boleh jadi dianugerahkan oleh Alloh agar terjadi pertumbuhan dalam kehidupan manusia. Tidak terbayang menurut saya jika manusia tidak memiliki keinginan. Tidak ada keinginan membeli sepatu baru, tidak ada keinginan membeli baju, tidak ada keinginan membeli kendaraan dan lain sebagainya…tentu industri sepatu, industri otomotif dan tekstil atau garmen yang padat karya tidak akan mengalami pertumbuhan. Ujungnya tidak akan muncul pendapatan bagi seluruh karyawan.  Konsumsi berkontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tetapi secara mikro ekonomi, konsumsi individu juga harus proporsional dan mempertimbangkan dilakukanya saving atau tabungan. Tidak sepatutnya semua pendapatan dibelanjakan, juga demikian tidak semua pendapatan ditabungkan.

Y = C S

C = a b Yd

Y = C S
Y = (a b Yd) S
S = Y – (a b Yd)
S = -a (1 – b) Yd

Y = pendapatan
C = konsumsi
S = tabungan

Yd = pendapatan yang dapat dibelanjakan
a    = konsumsi dasar tertentu yang tidak tergantung pada pendapatan
b    = kecenderungan konsumsi marginal (MPC)

MPC = ∆C/∆Y

Pertanyaan selanjutnya adalah seberapa besarkah anda membelanjakan penghasilan anda untuk berkonsumsi?

Jika di telaah dari sudut pandang ajaran Islam, kita akan mendapati bahwa dua sikap ektrim, yaitu sikap boros dan kikir, sama sama bukanlah sikap yang baik. Sikap yang baik menurut pandangan islam adalah sikap tengah, yaitu tidak boros dan tidak kikir. Sikap boros akan menghabiskan sumber daya penghasilan, sementara sifat kikir berpotensi tidak memunculkan pertumbuhan.

Misalnya seseorang pekerja pabrikmemiliki penghasilan Rp 2.500.000. Lalu dia belanjakan uangnya untuk konsumsi berbagai rupa hingga sebesar 2.200.000, sisanya adalah Rp300.000. Beberapa hari berikutnya uang sisa itu habis sementara tanggal gajian masih beberapa hari lagi. Lalu timbul masalah keuangan. Persoalan ini kemudian dipecahkan dengan meminta bantuan orang lain atau meminjam sejumlah uang guna mencukupi kebutuhan keluarga.

Di sisi lain, kita bisa bayangkan bila semua orang menahan diri untuk sesedikit mungkin membelanjakan penghasilanya, maka sektor barang dan jasa, industri besar, kecil dan UMKM tidak akan mengalami pertumbuhan.  Dari sini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa masing masing individu harus proporsional membelanjakan penghasilanya. Tidak boros juga tidak kikir. Kita mengambil sikap tengah.

Beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,
salah satunya, yaitu dengan meningkatkan pengeluaran secara agregat yang meliputi
pengeluaran sektor rumah tangga dan sektor pemerintah. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Keynes yang menfokuskan pemikirannya terhadap pentingnya
pengeluaran secara agregat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Teori Keynes
menyatakan bahwa keputusan pengeluaran konsumsi pemerintah dan konsumsi rumah
tangga sangat mempengaruhi perilaku perekonomian baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam jangka pendek konsumsi mempunyai peran dalam menentukan
permintaan agregat, sedangkan dalam jangka panjang konsumsi mempunyai peranan yang
besar terhadap pertumbuhan ekonomi (Kocka, 2015

Kita bisa merujuk pandangan islam dalam hal ini pada beberapa ayat Al Qur’an sebagai berikut:

تَبْذِيْرًا تُبَذِّرْ  وَلَا لسَّبِيْلِ وَابْنَ وَالْمِسْكِيْنَ حَقَّهٗ الْقُرْبٰى ذَا وَاٰتِ

“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al Isra : 26)

السَّمٰوٰتِثُامِيْرَ وَلِلّٰهِ قِيٰمَةِيَوْمَ بِهٖ ا بَخِلُوْ مَا سَيُطَوَّقُوْنَ لَّهُمْ شَرٌّ هُوَ بَلْ لَّهُمْ ا خَيْرً هُوَ فَضْلِهٖ مِنْ اللّٰهُ اٰتٰىهُمُ بِمَآ يَبْخَلُوْنَ لَّذِيْنَ يَحْسَبَنَّ وَلَا

 خَبِيْرٌ تَعْمَلُوْنَ بِمَا وَاللّٰهُ وَالْاَرْضِۗ

“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imron : 180)

Kiranya formulasi ekonomi yang tersebut di atas, sejalan dengan pandangan Islam yang mengajarkan kita agar bersikap proporsional dalam membelanjakan harta kita. Harus ada proporsi (b = MPC) dari pendapatan yang siap dibelanjakan (Yd ) agar ada pertumbuhan di sektor real. 

wallahu a’lam bish-shawab