Jumat, 19 April 2024
Sekolah Menengah Kejuruan

TIGA BATU TUNGKU “KURIKULUM MERDEKA”

TIGA BATU TUNGKU “KURIKULUM MERDEKA”

Oleh: Sil Joni*

Roh ‘Kurikulum Merdeka (KM)’ hemat saya bergerak di atas tiga batu tungku utama, yaitu: Modul ajar, asesmen, dan pembuatan proyek profil pelajar. In House Training (IHT) Implementasi KM pada SMK Pusat Keunggulan (PK) tingkat SMK Stella Maris yang digelar hari-hari ini, sebetulnya berpusat pada tiga kegiatan utama itu.

Saya sangat optimis bahwa performa dunia pendidikan formal bakal terdongkrak, jika tiang penyangga kurikulum itu, diperhatikan secara serius. Para guru berpotensi menghadirkan revolusi pembelajaran yang bermutu, jika menerapkan tiga aspek KM secara optimal.

Harus diakui bahwa kinerja guru menjadi titik fokus gerakan perubahan yang ditiupkan melalui KM ini. Tiga batu tungku KM yang disebutkan tadi, semuanya bermuara pada upaya meningkatkan kompetensi guru. Boleh dibilang, KM merupakan instrumen efektif untuk mewujudkan visi transformatif kiprah guru dalam aktivitas pembelajaran di sekolah.

Dalam Modul Ajar, guru bisa memanifestasikan potensi kreatif dan inovatif dengan mendesain dan mengimplementasikan proses pembelajaran yang kontekstual dan berpusat pada kebutuhan peserta didik. Kita tidak lagi dibelenggu oleh tuntutan adminstrasi yang menumpuk dan hanya ‘patuh pada panduan pusat’, tetapi diberi kebebasan yang luas untuk merancang materi ajar berbasis kebutuhan dan kemampuan peserta didik serta mengakomodasi sisi kearifan lokal.

Selain itu, guru tidak lagi dibebani dengan ‘target akhir’. Paradigma pembelajaran dalam KM lebih mementingkan proses yang berkualitas, ketimbang hasil akhir. Rasanya sia-sia atau tidak ada gunanya kita ‘berhasil’ menuntaskan materi ajar pada akhir semester, jika para siswa tidak ‘memahami, mencerap dan menginternalisasi’ pelbagai pengetahuan dan keterampilan yang muncul dalam setiap proses pembelajaran. Pembelajaran dalam KM lebih memperhatikan aspek ‘understanding’, ketimbang remembering.

Istilah evaluasi sepertinya tidak selaras dengan nafas KM. Asesmen adalah terminologi yang sangat pas dalam menjabarkan KM dalam ranah praksis. Mengapa? Evaluasi cenderung mengukur sisi ‘hasil akhir’ yang bersifat kuantitatif, sedangkan asesmen lebih terarah pada upaya menilai proses yang bersifat kualitatif.

Ada tiga aspek yang ‘dinilai, diukur’ dalam kegiatan asesmen, yaitu: Aspek pengetahuan (kognitif) yang dibuat secara tertulis, keterampilan melalui demonstrasi (performatif) dan sikap yang mengacu pada profil pelajar Pancasila.

Sementara itu, dalam KM ini, ada tiga jenis asesmen yang mesti dibuat oleh seorang guru. Pertama, asesmen diagnostik. Tujuan asesmen ini adalah untuk mengetahui ‘kemapuan awal’, mengetahui kelebihan dan kekurangan setiap peserta didik. Karena itu, idealnya asemen diagnostik itu, dibuat pada awal tahun pelajaran. Instrumen yang dipakai adalah teks deskriptif untuk menguji penguasaan vokabuleri, penggunaan kalimat efektif, pengetahuan isi teks, dll.

Tujuan lain dari asesmen diagnostik adalah untuk mengetahui gaya dan tipe belajar peserta didik. Dengan pengetahuan semacam itu, guru bisa menggunakan metode yang lebih variatif untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Setidaknya guru tahu bahwa gaya belajar siswa itu tidak homogen; ada yang menonjol dalam unsur kinestetik, ada yang bertipe visual, audio, dan adio-visual.

Kedua, asesmen formatip. Ini adalah instrumen untuk menilai keberhasilan guru dalam mengajar. Asesmen ini bisa dibuat dalam setiap kegiatan pembelajaran sehingga disebut juga sebagai penilaian harian (PH). Salah satu kegiatan penting dalam PH adalah remedial. Dengan memberikan remerdial, maka tidak ada lagi alasan siswa tidak lulus atau tidak naik. Mengapa? Guru dan siswa sudah menjalankan proses dengan baik dan bermutu.

Ketiga, asesmen sumatip. Asesmen jenis ini sering disebut penilaian akhir semester (PAS). Penggunaan asemen ini tentu saja berkaitan dengan penentuan naik atau tidak, lulus atau tidak. Tetapi,sebetulnya jika PH dibuat dengan benar, maka tidak ada lagi siswa yang tidak lulus.

Asesmen sumatif dapat dilakukan setelah pembelajaran berakhir, misalnya pada akhir satu lingkup materi (dapat terdiri atas satu atau lebih tujuan pembelajaran), pada akhir semester, atau pada akhir fase. Sementara khusus pada akhir semester, asesmen sumatif bersifat pilihan.

Untuk menambah bobot Modul Ajar dan Asesmen, pembuatan Project Profil Pancasila, menjadi opsi yang efektif dan realistis. Melalui pembelajaran berbasis project, guru bisa mengukur dan menilai karakter, keterampilan, dan nilai-nilai positif yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Kita tahu bahwa dalam KM ini ada 6 karakter dalam profil pelajar Pancasila, yaitu: Beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Mahakuasa, Bergotong royong, mandiri, kreatif, berpikir kritis, dan kebhinekaan global.

Hari ini, Juma’t (2/9/2022), peserta IHT bergumul secara serius bagaimana membuat asesmen, khusunya menyusun soal berstandar asesmen kompetensi minimal (AKM) dan latihan merencanakan pembuatan Project Profil pelajar Pancasila. Terus terang, hampir semua peserta IHT sebetulnya tak banyak tahu tentang asesmen dan pembuatan Project Profil ini. Tetapi, beruntung bahwa kegiatan pelatihan ini dipandu oleh pak Dr. Sudayat, seorang pakar pengembang kurikulum. Beliau dengan sangat telaten, jernih, ringkas, dan cerdas membimbing dan membantu peserta untuk cakap dalam membuat asesmen dan pembelajaran berbasis project.

*Penulis adalah Staf Pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo.