Jumat, 29 Maret 2024
Sekolah Menengah Kejuruan

Belajar Memberikan Kebermanfaatan kepada Orang Lain

Belajar Memberikan Kebermanfaatan kepada Orang Lain

“Orang yang memberikan manfaat kepada orang lain, pasti pintar, pasti perasaannya lembut dan empatik, melihat kondisi sosial dan dia pasti punya kebahagiaan jiwanya karena dia ingin membahagiakan orang lain”, ungkap M. Nur Rizal selaku founder GSM dalam quote yang ditulis di akun media sosial Gerakan Sekolah Menyenangkan.  Ungkapan tersebut “nandhes” di hati dan terbesit sebuah pertanyaan refleksi pada diri sendiri, sudahkan kita mendidik siswa agar memiliki kebermanfaatan kepada orang lain. Jangan-jangan ketika diberlakukan kurikulum merdeka ini, kita disibukkan oleh  segudang administrasi  dalam rangka pencapaian pembelajaran, sehingga lupa ada hal yang urgent yakni menuntun anak didik kita  untuk mencapai kebermaknaan hidup. Orang yang bermakna hidupnya akan berlomba-lomba pada kebaikan sehingga apa yang diucapkan dan tindakannya berdasarkan pada pikiran yang benar, baik dan indah yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.  Ketika anak didik kita mampu mencapai kebermaknaan hidupnya maka anak didik kita tergolong pintar. Pintar bukan sekedar hafal terhadap pengetahuan. Pintar bukan sekedar hafal terhadap rumus dan menerapkan sehingga mampu menyelesaikan soal-soal hitungan yang tidak terlalu bermakna. Kita bertahun-tahun terjebak dengan rutinitas mengisi materi agar anak didik kita hafal dengan pengetahuan ini yang dibuktikan dengan ulangan menggunakan kertas hingga menumpuk di meja guru dan entah dikoreksi atau tidak.

Orang yang pintar adalah orang yang dapat memahami apapun dengan sangat baik maka dari itu orang pintar tentunya mempunyai cakrawala pengetahuan dan informasi dengan cakupan yang lebih luas dibanding dari orang-orang pada umumnya sehingga pengetahuan yang dimiliki tersebut dapat digunakan untuk menjadi senjata utamanya.  Sudahkah kita sebagai guru mampu memantik anak didik kita untuk haus akan pengetahuan dan keterampilan sehingga menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat? Belajar bukan karena mengejar nilai sehingga belajarnya sebatas pada pengetahuan yang akan diujikan melalui ulangan harian, penilaian tengah semester dan penilaian akhir semester.  Orang yang memiliki kebermanfaatan untuk orang lain dipastikan orang itu pintar, karena mampu memahami kehidupan, memiliki cakrawala yang luas, sehingga mampu memilih dan memilah informasi, tidak tumpul perasaannya dan akhirnya mampu bertindak dengan benar, baik dan indah.

Orang yang memiliki kebermaknaan dalam hidupnya dapat dipastikan bahwa perasaannya lembut dan empatik. Membuat perasaan seseorang menjadi lebut bukan hasil dari proses yang singkat seperti project-project untuk pelaporan suatu program dari atasan. Lembutnya perasaan seseorang terjadi karena dibiasakan adanya olah rasa seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara yang terkenal dengan Tri Nga (Ngerti, Ngerasa dan Nglakoni). Lembutnya perasaan dan munculnya jiwa-jiwa empatik ketika anak didik kita dibiasakan untuk olah pikir, olah rasa dan olah laku yang tumbuh dan berkembang dari kesadaran diri. Point pentingnya adalah memantik kesadaran diri, sehingga mereka sadar bahwa dirinya akan bermakna  ketika mampu memberikan kebermanfaatan untuk orang lain.

Kelembutan rasa ini tidak akan optimal ketika pembelajaran hanya dibatasi oleh empat sisi dinding kelas, yang justru akan menimbulkan kebosanan karena dari pukul 07.00 sampai dengan 15.30 hanya berisi tentang materi-materi teoritis, yang endingnya pada hafalan pengetahuan semata. Kelembutan rasa akan diperoleh ketika diberikan sebuah tantangan sosial yang memantik perasaan untuk berempati. Sudahkah kita memberikan tantangan sosial kepada anak didik kita?  Di dalam proses pembelajaran yang dilakukan di jurusan Animasi SMK Negeri 11 Semarang ada beberapa tantangan sosial yang sudah dilakukan seperti membersihkan tempat tidurnya sendiri, membersihkan tempat ibadah, membuat WPAP tokoh keluarga yang menginspirasi.

Meskipun sederhana, yakni menata tempat tidur namun kegiatan ini membawa pada kesadaran diri bahwa lingkungan yang paling dekat dengan anak didik yang perlu mendapatkan perhatian adalah tempat tidurnya. Bagaimana seorang akan peduli terhadap orang lain, ketika belum peduli dengan lingkungan paling dekat dengan dirinya.  Seperti yang dilakukan Kinanti, siswa kelas X Animasi SMK Negeri 11 Semarang yang melakukan kegiatan membersihkan dan merapikan tempat tidurnya mengemukakan di akun media sosialnya tentang pentingnya kesadaran diri ketika melaksanakannya. “Di challenge 3 ini, saya ditantang untuk melaksanakan penerapan 5R, sebenarnya apa sih 5R itu? 5R merupakan singkatan dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat dan Rajin. Saat melaksanakan 5R ini, saya merasa senang dan bangga karena saya dapat merapikan tempat tidur saya sendiri dengan rapi. Saat merapikan tempat tidur, saya merasakan ketenangan, dan kenyamanan, dan benar saja, setelah saya melaksanakan 5R, tempat tidur saya menjadi lebih nyaman untuk dilihat dan membuat tidur saya menjadi lebih nyenyak. Tujuan 5R untuk meningkatkan produktivitas dan kenyamanan. Manfaat dari 5R ini adalah tempat tidur saya menjadi lebih rapi, enak untuk dipandang, dan nyaman untuk digunakan. Cara saya agar kegiatan 5R dapat terwujud secara terus-menerus adalah dengan melaksanakan 5R seperti merapikan tempat tidur setelah bangun tidur”. Dari pantikan tersebut Kinanti menuliskan tentang apa yang dimengerti dari kegiatan 5R, apa yang dirasakan dan tindakan apa yang akan dilakukan selanjutnya agar ia selalu konsisten dalam melakukan kegiatan 5R di tempat tidurnya.

Membersihkan tempat ibadah, merupakan tantangan sosial untuk melebutkan rasa dan menumbuhkan jiwa-jiwa empati. Seperti yang dilakukan oleh Efrata siswa kelas X Animasi membersihkan gereja di wilayahnya yang biasa digunakan untuk menjalankan ibadahnya. Di dalam akun media sosialnya, Efrata menuliskan bahwa tempat yang bersih menciptakan suasana yang nyaman untuk penghuninya. Terutama tempat untuk beribadah yang memang diwajibkan untuk selalu bersih, agar orang yang akan beribadah merasa nyaman. Karena itu sesudah ibadah remaja saya membantu mengepel lantai gereja agar terlihat lebih bersih.Tentunya saya sangat senang dapat melayani Tuhan dengan cara membersihkan gereja. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar gereja menjadi lebih bersih, rapi dan nyaman digunakan jemaat untuk beribadah. Manfaat dari kegiatan ini adalah jemaat yang beribadah menjadi lebih nyaman dan fokus untuk beribadah. Baginya nilai-nilai dari kegiatan membersihkan tempat ibadah adalah kita menjadi lebih peduli dengan kebersihan lingkungan gereja serta menjadi berkat bagi jemaat di gereja.

Ketika belajar hanya sebatas ruang kelas yang dibatasi oleh empat dindig kelas tanpa adanya tantangan sosial, bagaimana anak didik kita akan tertuntun hidupnya menjadi lebih bermakna? Tantangan sosial yang menuntun anak didik agar apa yang dilakukan memberikan kebermanfaatan untuk dirinya dan orang lain perlu dilakukan, bukan sekedar project untuk administrasi belaka. Lebih dari itu agar siswa mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya.

Penulis : Diyarko