Sabtu, 20 April 2024
Perguruan Tinggi

Dunia Pascapandemi: Terhubung, Digital, dan Timpang

Dunia Pascapandemi: Terhubung, Digital, dan Timpang

Saya berharap, bekal yang Saudara kumpulkan ketika kuliah sudah cukup untuk menapaki dunia berkarya, baik dengan membuka usaha sendiri, bekerja di lembaga yang sudah ada, maupun melanjutkan studi. Meski demikian, lingkungan terus berubah dan membutuhkan kecakapan yang lebih tinggi dan bahkan kecakapan baru. Karenanya, semangat untuk terus belajar harus terus dihidupkan.

Belajar dapat berlangsung dalam konteks yang sangat luas, termasuk melakukan refleksi atas fenomena yang terjadi di sekitar kita. Misalnya, pandemi Covid-19 yang belum belum sepenuhnya sirna, meski telah memberikan dampak buruk yang luar biasa dalam kehidupan manusia modern, tetapi di saat yang sama telah mengajari kita banyak hal. Berikut adalah beberapa di antaranya.

 

Dunia yang terhubung

Kita semakin sadar bahwa dunia saling terhubung dengan erat. Kejadian di satu pojok dunia, dapat dengan cepat mempengaruhi pojok dunia yang lain. Pandemi yang merebak di sebuah negara, memicu negara lain untuk mengambil kebijakan pembatasan pintu masuk, misalnya.

Pelajaran ini valid untuk banyak konteks. Siapa sangka, misalnya, perang Rusia dan Ukraina telah mempengaruhi negara-negara lain yang melakukan impor komoditas dari kedua negara tersebut. Termasuk di antaranya adalah produk energi, pupuk, dan biji-bijan.

Terganggunya jalur transportasi di Laut Hitam karena perang, misalnya, telah mempengaruhi pasokan gandum ke negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara, seperti Qatar, Mesir, dan Lebanon. Indonesia pun terdampak meskipun tidak seberapa, karena impor gandum dari Ukraina tidak dominan. Harga komoditas terdampak pun naik, bahkan sampai di atas 50%.

Ilustrasi di atas menegaskan bahwa globalisasi nyata adanya. Batas-batas antarnegara semakin terlihat memudar dan kesalingtergantungannya sangat tinggi.

Saudara, kita sekarang hidup di era seperti ini. Karenanya, pola pikir kita pun harus berubah, untuk selalu awas dengan perubahan lingkungan global. Meski demikian, kita harus tetap menggunakan kacamata kritis, supaya tidak latah mengikuti tren tanpa pemahaman yang baik. Di saat yang sama, itu juga berarti bahwa kita harus menyiapkan diri menjadi warga global yang bisa bermain aktif.

 

Dunia digital

Pandemi Covid-19 juga semakin menyadarkan kita bahwa bahwa semua yang dapat digitalkan akan didigitalkan. Pandemi telah mempercepat proses digitalisasi di banyak sektor, tak terkecuali di sektor pendidikan. Tentu, banyak catatan yang bisa diberikan terkait risiko yang harus dimitigasi, misalnya.

Banyak praktik baik yang masih mungkin diteruskan dan bahkan ditingkatkan, termasuk perbaikan layanan digital yang dapat diakses di mana saja, dan pengembangan konten pembelajaran digital untuk meningkatkan pengalaman pembelajaran mahasiswa. Baik yang dikembangkan untuk melengkapi pembelajaran luring, maupun yang ditujukan secara khusus untuk pembelajaran daring.

Sebagai ilustrasi lain, dalam beberapa tahun terakhir, kita menjadi saksi bahwa layanan digital di sektor bisnis berkembang sangat cepat. Saat ini, kita bisa mendapatkan beragam layanan hanya melalui ponsel, termasuk pemesanan tiket perjalanan, pemesanan hotel, pembelian beragam produk, dan bahkan layanan mobilitas.

Banyak layanan menjadi semakin mudah. Kita pun semakin terbiasa dengan perubahan-perubahan tersebut. Hidup pun menjadi sangat digital, suka atau tidak suka.

Karenanya, Saudara perlu untuk terus mengasah kecakapan digital yang dimiliki. Dunia masa depan yang serba digital dipastikan akan berbeda dengan dunia masa lalu dan masa kini.

 

Ketimpangan sosial

Kita pun semakin sadar, ketika mobilitas fisik dibatasi oleh pandemi, manusia atau adalah makhluk sosial yang selalu mencari cara untuk berhubungan dengan manusia lain. Keterkungkungan karena pembatasan mobilitas telah membuat kita merasa ada yang hilang dari sisi kemanusiaan kita, yaitu kehadiran orang lain.

Karenanya, ketika disadari, World Health Organization (WHO) segera mengubah sebutan menjaga jarak sosial (social distancing) menjadi menjaga jarak fisik (physical distancing). Yang dibatasi adalah jarang fisik untuk mencegah penularan. Jarak sosial justru harus didekatkan.

Kesadaran ini perlu terus dilantangkan, bahwa kita adalah makhluk sosial yang saling tergantung satu dengan lainnya. Kesalingtergantungan ini mempunya banyak implikasi, termasuk untuk terus saling peduli dan menjaga.

Mengapa hal ini penting? Karena, pandemi juga menyadarkan bahwa dunia “tidak rata”, ada ketimpangan yang tajam antarkelompok masyarakat. Kita menjadi saksi bahwa sebagian kelompok masyarakat sangat rentan terdampak pandemi, bahkan ketika baru menyerang. Itulah mengapa jarak sosial perlu didekatkan, karena yang berpunya dapat membantu mereka yang membutuhkan sesuai kemampuan.

Dampak pandemi terhadap perekonomian belum sepenuhnya sirna. Pemulihan ekonomi tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Karenanya, kita pun perlu mengelola ekspektasi.

Saya secara personal sadar bahwa kampus-kampus yang postur mahasiswanya dari kelas menengah ke bawah langsung terdampak di tahun pertama pandemi. Dan, ini terbukti.

Pada tahun kedua, tabungan publik semakin menipis, kampus-kampus menengah pun mulai terdampak. Prioritas pengeluaran publik sangat mungkin beralih.

Saat ini, ketika memasuki tahun ketiga dan kehidupan menjadi semakin normal, ternyata keadaan tidak lantas membaik. Saya salah membuat prediksi di sini.

Dampak yang dirasakan oleh banyak kampus semakin nyata. Salah satunya adalah ketercapaian cacah mahasiswa baru yang jauh di bawah target. Bisa jadi karena perekonomian belum sepenuhnya pulih dan tabungan publik belum terisi kembali.

Alhamdulillah, UII meski terdampak, masih dapat bertahan dan terus berkembang. Semuanya tidak mungkin tanpa dukungan dari banyak pihak, termasuk mahasiswa dan keluarganya. Selama pandemi, UII telah dimampukan oleh Allah memberi potongan SPP lebih dari Rp105 miliar.

Kami tentu sangat bersyukur dapat melakukan ini semua, dan tanpa ada pengurangan gaji dan pemberhentian pegawai. Hasil survei yang Aptisi V lakukan, menunjukkan bahwa hanya 27% perguruan tinggi swasta yang tidak mempunyai masalah keuangan.

Dalam konteks ini, Saudara saya ajak untuk terus mengasah kecakapan sosial, mempertajam kepedulian sosial, dan mencari cara untuk selalu dapat berkontribusi di tengah-tengah masyarakat yang masih timpang dalam banyak hal.

Sambutan pada acara wisuda Universitas Islam Indonesia pada 24-25 September 2022.