Kemajemukan bangsa Indonesia terkadang menyebabkan gesekan sosial. Misalnya, karena perbedaan dalam beragama yang tentunya mengganggu kerukunan dan kedamaian di masyarakat. Hal tersebut memantik tiga Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) untuk berkolaborasi menyelenggarakan Seminar Nasional Wawasan Kebangsaan, yang bertajuk “Pendidikan Moderasi Beragama dalam Penguatan Wawasan Kebangsaan”. PK IMM yang bekerja sama itu, di antaranya: Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) dan Fakultas Teknik (FT) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta.
Seminar digelar di Auditorium FIP UMJ dan dihadiri oleh Wakil Rektor (Warek) IV UMJ, Dr. Septa Chandra, SH., MH., Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPD IMM) DKI Jakarta, Ari Aprian Harahap, dan Ketua Bidang Hikmah Pimpinan Cabang (PC) IMM Jakarta Pusat, Faisal Abdul Rachman. Lebih lanjut, kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (29/9/2022) itu, diikuti oleh kurang lebih 80 peserta.
Dalam sambutannya, Warek IV UMJ, Dr. Septa Chandra, SH. MH., menyatakan bahwa dengan diagendakannya Seminar Nasional Wawasan Kebangsaan, IMM ada dan peka terhadap permasalahan sosial di masyarakat. Jadi, bukan hanya nama saja.
Selain itu, Septa mengungkapkan bahwa beragama itu patutnya moderat. “Dalam beragama harus moderat. Wasathiyah. Tidak boleh terlalu fanatik, tetapi dalam menjalankan ajaran agamanya harus fanatik. Nah, yang dalam kehidupan beragamanya itu yang tidak boleh fanatik. Kalau kita terlalu fanatik dan tidak menerima perbedaan beragama, maka akan terjadi bentrok yang berkepanjangan. Itu berarti kita tidak menerima takdir bahwa bangsa kita ini majemuk,” tutur Septa.
Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi, sebagai pemateri menyampaikan bahwa perbedaan adalah sunnatullah. “Kalau kalian ingin menyamaratakan semua orang yang berbeda dengan kalian. Tidak akan bisa. Allah membuat perbedaan karena suatu kesengajaan, karena perbedaan ini sunnatullah,” ungkap Islah.
Lebih lanjut, Islah menjelaskan bahwa beragama eloknya dengan moderasi agama. “Marilah kita beragama dengan moderasi beragama. Maksudnya, mengembangkan posisi agama seperti fungsi semula sesuai fitrahnya, supaya manusia mencintai dan menghargai manusia lainnya, serta supaya menciptakan dan menjaga kedamaian,” ajak Islah.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum DPD IMM DKI Jakarta, Ari Aprian Harahap, mengatakan bahwa kader IMM bertindak sebagai tameng masyarakat, guna menyikapi polemik agama untuk kepentingan politik. “Jangan sampai kita terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu, yang memanfaatkan agama untuk kepentingan kekuasaan dan golongannya. Agama seolah menjadi tameng bakal calon. Nah, itu pekerjaan rumah kita sebagai kader IMM atau Muhammadiyah yang harus membentengi keluarga, tetangga dan/atau masyarakat,” jelas Ari. (QF/KSU)