Rabu, 24 April 2024
Perguruan Tinggi

Di Sini Gembos, di Sana Gembos karena Kakehan Pokal, Pokil, Pokrol, lan Pukrul

Di Sini Gembos, di Sana Gembos karena Kakehan Pokal, Pokil, Pokrol, lan Pukrul

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga, Ketua Dewan Penyantun Universitas Katolik (UNIKA) Soegijapranata, Semarang

IDEALNYA, eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu kuat, namun ternyata di sana-sini oknumnya gembos. Memang ada yang protes kalau yang disebut gembos itu hanya oknum saja, dan pemrotes itu meragukan dengan dalih: Jangan-jangan yang gembos itu sistemnya.

Saya pribadi tetap percaya sistem itu baik adanya, seperti sistem permesinan dalam sebuah kendaraan. Lagi pula yang gembos itu kan ban atau sebutlah rodanya; mungkinkah mesin menyebabkan ban gembos? Gaklah.

Mengapa, di antara sebagian (banyak?) ban-ban eksekutif, legislatif, dan yudikatif itu  justru pada saat mengemban amanat rakyat menjadi gembos?  Pertanyaan menarik ini akan dijawab secara tidak kalah menariknya, yakni karena mereka itu terlalu banyak/sering melakukan trik-trik tipu-tipu; kakehan pokal lan pokil, bahkan main pukrul.

 

Pokal lan Pokil

Seseorang disebut pokal karena pratingkah utawa akale tansah ora becik, baik pikiran maupun tingkahlakunya senantiasa tidak baik. Apabila pokal itu menghinggapi seorang staf entah di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, biasanya mermen, bagaikan nyala api mudah menjalar ke mana-mana; apalagi kalau si pokal itu dilakukan oleh orang yang menduduki jabatan tertentu.

Dampak orang pokal itu dapatlah dipastikan bahwa ia bahkan mereka akan menjalar atau menularkan untuk menjadi semakin pokil. Wong pokal mesti sugih pokil; maksudnya pratingkah lan pikirane kang ora becik itu, otomatis berkaitan dengan tansah akeh reka enggone golek kamelikan utawa kauntungan.  Tegasnya, orang pokil itu hampir selalu mencari celah agar dirinya diuntungkan, sokur-sokur bisa juga menguntungkan kelompoknya.

Nah……. jelas kan, bermula dari pokal (pikiran), lalu bermuara di pokil yakni trik tipu-tipu untuk mencari keuntungan diri sebanyak-banyaknya.  Bagaimana atau seperti apa contoh konkret dari pokil itu? Jangan ditanya lagilah  bagaimana dan seperti apa pokil di eksekutif, legilslatif dan yudikatif itu. Tahu sama tahu sajalah.

 

Pokrul lan Pukrul 

Dalam fakta gembosnya seorang (benar seorang?) hakim agung baru-baru ini, alur pokal lan pokil tadi seolah-olah mengerucut kepada dia yang berkecimpung bahkan  sebagai penjaga gawang hukum.   Pokrul utawa pokrol, konon ada yang mengatakan berasal dari kata Belanda, bermakna orang yang ngembani perkara ing pengadilan. Seorang pokrul utawa pokrol adalah dia yang berjibaku di meja hijau bahkan kalau perlu berdebat sesuai dengan kepakaran masing-masing di bidang  hukum. Semakin pakar dan mendalam penguasaannya atas ayat-ayat perundang-undangan berikut peraturannya, tentulah orang itu akan disebut seorang pokrul yang hebat.

Akan tetapi, apabila kepakarannya itu dibayang-bayangi oleh pokal lan pokil, tidaklah mustahil jabatan “yang mulia”  sebagai pokrul itu berubah sontak menjadi pukrul. Makna pukrul ada dua; pertama, seseorang disebut pukrul apabila ia sering bertindak (seolah-olah) sebagai pokrul/pokrol akan tetapi dia  ora weton saka pamulangan luhur.

Tegasnya, ia tidak memiliki ijazah resmi dari perguruan tinggi terakreditasi, namun mondar-mandir di belantara pembelaan masalah-masalah hukum. Itulah pukrul.  Dan arti kedua pukrul ialah, apus-apus adhedhasar hukum atau undang-undang.

Dengan kata lain, main-main hukum, dan siapa piawai main-main hukum tentulah mereka yang memang pintar main-main dan mempermainkan.

Orang yang  tahu permainanlah yang (akan) bisa mempermainkannya. Meskipun ada saran “janganlah mempermainkan permainan,”  namun pokal lan pokil sering membuat seorang pokrul lupa sehingga menjadi pukrul. Nah ……………. ruwetkah?

 

#https://suarabaru.id/2022/10/03/di-sini-gembos-di-sana-gembos-karena-kakehan-pokal-pokil-pokrol-lan-pukrul