Kamis, 25 April 2024
Perguruan Tinggi

Dosen FKK UMJ Berbagi Tips Soal Epilepsi

Dosen FKK UMJ Berbagi Tips Soal Epilepsi

“Ayo, Di. Main bola lagi,” kata seorang anak laki-laki setelah minum air dari botol yang juga digunakan Adi minum sebelumnya.

Bagi generasi 90an pasti tidak asing dengan adegan di atas. Adegan dari iklan layanan masyarakat yang menampilkan seorang anak laki-laki bernama Adi. Dalam iklan tersebut tampil pula seorang perempuan yang diketahui adalah ibu dari Adi. Ia menceritakan bahwa Adi adalah seorang anak pengidap epilepsi dan dapat hidup secara normal. Hal tersebut dibuktikan dengan tampilan Adi yang bugar bermain bola. Penyakit epilepsi juga tidak menular dari air liur, ditunjukkan dengan kehadiran temannya yang meminum air dari botol yang sama dengan Adi. Iklan yang tayang sekitar tahun 1995 ini mengedukasi masyarakat Indonesia dari mitos-mitos yang beredar tentang epilepsi.

Bukan hanya dianggap kesurupan, pengidap epilepsi di beberapa daerah bahkan dianggap sebagai orang yang terkena kutukan. Selain itu juga mendapat perlakuan diskriminatif hingga ada larangan menikah dengan pengidap epilepsi. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan meningkatnya pendidikan masyarakat yang juga didukung teknologi, kini mitos-mitos tentang epilepsi terjawab. Namun, setelah 27 tahun sejak iklan ‘Adi Main Bola’ tayang di televisi, upaya untuk mengedukasi masyarakat tentang epilepsi harus terus dilakukan.

Hal tersebut dinyatakan oleh dr. Zainy Hamzah, Sp.BS., dosen Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ, Kamis (22/09), yang menyebut bahwa dokter, tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan masyarakat harus terus mengedukasi masyarakat. Dilansir dari kompas.com, jumlah pengidap epilepsi pada tahun 2012 sekitar 1,5-2,4 juta orang.

dr. Zainy menjelaskan bahwa epilepsi adalah gejala ketika seseorang menderita kejang lebih dari 3 kali dalam satu tahun. “Ciri-cirinya kejang. Kejang itu macam-macam. Ada yang tangannya saja lalu merambat ke seluruh badan. Ada juga kejang lokal, kedutan, tapi tidak global. Itu harus diobati,” kata dr. Zainy saat ditemui di Gedung FKK UMJ, Kamis (22/09).

Jika sudah terjadi kejang, maka pengidap epilepsi harus diberi obat. Apabila kejang masih terjadi, maka pengidap dapat diberikan obat jenis suppositoria yakni obat yang dimasukan ke tubuh melalui anus/dubur. Obat dapat diberikan secara maksimal hingga kejang menghilang. Apabila kejang masih terjadi juga, maka operasi menjadi pilihan yang ditawarkan oleh dokter pada pasien. “Operasi itu menghilangkan kejangnya, jadi tetap harus minum obat,” ujar dr. Zainy.

Epilepsi dapat muncul karena berbagai macam penyebab, diantaranya tumor, stroek, trauma pasca kecelakaan/benturan. Selain itu menurut dr. Zainy, epilepsi juga dapat muncul tanpa diketahui penyebabnya. Dokter akan melakukan tindakan untuk menghilangkan penyebab dari epilepsi. Namun jika penyebab epilepsi tidak dapat diketahui, maka dokter akan melakukan diagnosa lebih lanjut sehingga ditemukan penyebabnya.

Menurut dr. Zainy, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pengidap epilepsi. Pertama, melakukan konsultasi ke dokter untuk mengetahui diagnosa lebih lanjut terkait kejang yang dialami. Kedua, hafalkan gejala yang dirasakan sebelum mengalami kejang. “Kalau misal berkendara, kemudian merasakan gejala, maka harus langsung berhenti di tempat aman. Kalau bisa, orang yang mengidap epilepsi jangan menyetir, karena bisa membahayakan dirinya dan orang lain. Misalnya lagi jalan di mall, langsung duduk, sehingga ketika terjadi serangan, posisinya aman,” ungkap dr. Zainy.

Ketiga, selalu membawa kotak obat darurat agar ketika terjadi serangan mendadak, dapat ditangani sesegera mungkin. Selain tips untuk pengidap, dr. Zainy juga menyarankan agar orang yang hidup berdampingan dengan pengidap epilepsi paham cara menangani pengidap epilepsi ketika terjadi serangan/kejang. “Kalau kita bertemu orang kejang, usahakan jalan nafasnya aman. Kalau sampai keluar busa dari mulut, posisikan badan pengidap miring. Usahakan dibuka mulutnya, bisa dengan cara diganjal pakai benda yang aman bagi mulut, agar organ dalam mulut tidak luka,” jelas dr. Zainy.

Kejang yang terjadi terlalu sering akan membahayakan pengidap. Kejang terjadi karena adanya lompatan listrik di otak yang tidak terkendali, yang dapat merusak sel-sel otak. “Semakin sering kejang, semakin banyak sel yang rusak. Maka ketika ada bayi kejang, kita harus hentikan kejang itu. Menghentikan dan menghindari pemicu kejang,” katanya.

Memahami epilepsi dan cara menanganinya penting untuk diketahui oleh masyarakat yang hidup berdampingan dengan pengidap. Dari sisi kedokteran terlebih dokter bedah saraf, epilepsi juga menjadi perhatian karena kemunculannya di setiap daerah. Oleh karenanya menjadi penting bagi profesi di bidang kesehatan khususnya dokter spesialis bedah saraf untuk mendalaminya.

Maka dari itu, epilepsi menjadi topik dalam 3rd Jakarta Islamic Neuro Science (JINS) Week 2022 yang akan digelar pada 7-8 Oktober 2022 mendatang di FKK UMJ. Ini merupakan ketiga kalinya FKK UMJ dipercaya menjadi host/tuan rumah dalam penyelenggaraan JINS Week. Peserta konferensi akan mengikuti serangkaian kegiatan mulai dari simposium, presentasi makalah, diskusi dengan para ahli, serta lokakarya operasi epilepsi dan tumor otak bagian dalam dengan cadaver.

Sebanyak 5 (lima) ahli bedah saraf akan terlibat dalam konferensi dan lokakarya, yakni Prof. DR. Andi Asadul Islam, SpBS(K) sebagai pembicara utama, dan 4 (empat) pembicara lain diantaranya, Prof. Dr. Zaenal Muttaqin, SpBS(K), Ph.D., DR. dr. Rahadian I Susilo, SpBS(K), Dr. Zainy Hamzah, Sp.BS., dan Dr. Yuris Bachtiar, Sp.BS., Ph.D.

Jakarta Neuro Scinence

JINS Week merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan atas kerja sama Universitas Muhammadiyah Jakarta, Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih, Ikatan Dokter Indonesia, dan Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf Indonesia.

Kegiatan tersebut diselenggarakan berdasarkan standar kompetensi nasional dokter Indonesia. Selain untuk meningkatkan kompetensi, konferensi ini juga ditujukan untuk keberlangsungan pendidikan kedokteran. Para dokter dituntut untuk menjaga dan meningkatkan kompetensi dan pengetahuan terkini, terutama terkait dengan informasi global di era kemajuan teknologi. Dalam hal ini JINS Week memperkenalkan prosedur neuro-navigasi untuk spesialis dan dokter umum, sebagai salah satu langkahh pengembangan keterampilan. (DN/KSU)