Jumat, 26 April 2024
Sekolah Menengah Kejuruan

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

“Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert

Bagi saya apa yang disampaikan Bob Talbert bisa menjadi renungan bagi kita para pendidik dan juga orangtua. Bahwa pendidikan bukan semata tentang mengajarkan ilmu pengetahuan. Lebih dari itu, pendidikan harus mampu menanamkan budi pekerti dan membentuk karakter murid yang berguna dalam menghadapi tantangan kehidupan. Seperti yang disampaikan KI Hajar Dewantara, sekolah tidak hanya tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, akan tetapi sekolah harus mampu menjadi pusat pembentukan peradaban yang memanusiakan manusia. Apalah artinya murid pintar bila ia tidak mampu berkolaborasi dan bekerjasama dalam tim, menyelesaikan masalah, berkomunikasi dan menghargai perbedaan antar manusia hingga berfikir kreatif.

Karena itu, sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus mampu menjadi tauladan dengan nilai-nilai yang dianutnya, sehingga setiap keputusan yang diambil akan berpihak pada murid sesuai kodrat alam dan zamannya. Dengan demikian, impian KI Hajar Dewantara agar murid mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat dapat terwujud dalam proses pendidikan.

Pratap Triloka dan Pengambilan Keputusan

Ki Hajar Dewantara mengemukakan filosofi Patrap Triloka, yakni tiga prinsip dasar yang menjadi pegangan guru dalam melaksanakan tugas menuntun murid di sekolah. Ketiga prinsip tersebut antara lain  Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan  Tut Wuri Handayani.Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti guru harus menempatkan diri sebagai teladan bagi murid, sehingga perilaku yang ditunjukkan guru akan mempengaruhi pembentukan karakter murid. Ing Madya Mangun Karsa, berartidi tengah guru harus mampu menjadi motivator bagi murid untuk mengembangkan potensi sesuai kodratnya. Tut Wuri Handayani,berarti dibelakang guru harus mampu memberikan dorongan dalam keseluruhan proses pembelajaran, termasuk dalam pengambilan keputusan.

Dari penjelasan tersebut, sangat jelas bahwa Pratap Triloka menekankan interaksi antara guru dan murid dengan pemodelan atau tauladan, motivasi dan dorongan. Ada perubahan paradigma karena guru tidak lagi bertindak sebagai sumber utama informasi dalam proses pembelajaran, tetapi berperan sebagai fasilitator dan mitra belajar bagi murid.

Terkait dengan pengambilan keputusan yang berpihak dan memerdekakan murid akan menjadi pembelajaran positif bagi murid untuk berani mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Diharapkan murid akan lebih nyaman untuk berkomunikasi dan menentukan pilihan keputusan bersama guru dan sebaliknya guru akan memperhatikan kepentingan murid.

Pengaruh Nilai-nilai dan prinsip pengambilan keputusan

Sebagai pemimpin pembelajaran, guru akan selalu terlibat dalam proses pengambilan keputusan, baik yang berdampak secara langsung maupun tidak langsung pada murid. Pengambilan keputusan guru sangat dipengarui oleh karakter atau nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan menjadi jatidiri guru.

Sebagai Guru Penggerak, ada beberapa nilai yang harus dipegang yakni mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika (Benar Vs Benar) , akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Begitu juga jika kita berhadapan dengan situasi bujukan moral (Benar Vs Salah). Untuk dapat mengambil keputusan diperlukan nilai-nilai atau prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim bagi semua pihak, terutama bagi kepentingan /keberpihakan pada anak didik kita.

Coaching dan Pengambilan Keputusan

Pada konteks pembelajaran yang berpihak pada murid, coaching menjadi salah satu proses ‘menuntun’ kemerdekaan belajar murid. Proses coaching dapat menjadi salah satu langkah tepat bagi guru membantu murid untuk memaksimalkan potensinya, termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Coaching merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak murid. Pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan coach dapat membuat murid melakukan metakognisi untuk mengambil keputusan dengan memilih sendiri alternatif/solusi dari permasalahan yang dihadapinya tanpa paksaan dan campur tangan orang lain.

Kompetensi Sosial Emosional dalam pengambilan keputusan

Sebagai pemimpim pembelajaran, setiap keputusan yang diambil guru akan memberikan dampak baik maupun buruk bagi dirinya, orang lain dan juga institusi. Sehingga, guru perlu memiliki kematangan kompetensi sosial-emosional agar memahami bahwa keputusan yang akan diambil ini berdampak pada diri dan orang lain. Dalam pembelajaran sosial dan emosional (PSE), guru telah berlatih bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan memecahkannya dan mengembagkan kompetensi sosial emosional murid. Selain itu, guru sudah memahasi konsep kesadaran penuh atau mindfulness sebagai solusi  dalam kondisi tertentu sehingga secara sadar memahami berbagai pilihan dan konsekuensi dari setiap keputusan.

Ada 5 kompetensi Sosial Emosional yang harus dimiliki pemimpin pembelajaran, 1). Kesadaran diri; 2). Manajeman diri; 3). Kesadaran sosial; 4). Keterampilan berelasi; dan 5). Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Harus diakui, setiap keputusan tidak akan mampu memuaskan dan sesuai harapan semua pihak. Kebenaran dari sudut pandang yang satu akan berbeda dengan kebenaran dari sudut pandang yang lain. Inilah yang sering menimbulkan dilema bagi seorang pemimpin. Namun, seorang pemimpin tidak bisa ragu dan berhenti, dia harus tetap maju dan menentukan jalan mana yang terbaik.

Dalam keadaan seperti itu, nilai-nilai kebaikan universal yang harus menjadi pegangan, apakah keputusan yang diambil bertentangan dengan nilai tersebut atau tidak. Dengan berpegang pada nilai-nilai dan prinsip pengambilan keputusan, maka keputusan yang diambil akan senantiasa berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif dan aman.

Studi kasus moral dan nilai-nilai yang dianut pendidik

Ketika guru berhadapan dengan kasus-kasus yang fokus pada masalah moral atau etika, maka nilai-nilai diri yang dianut dan dihargai seorang pendidik serta intuisi dan keyakinannya akan sangat mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan. Dengan pendekatan 4 paradigma dilema, 3 prinsip pengambilan keputusan serta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, diharapkan guru sebagai pemimpin pembelajaran mampu menghasilkan keputusan yang mengakomodasi semua pihak dan berpihak pada murid.

Keputusan tepat berdampak pada lingkungan positif, kondusif, aman dan nyaman

Keputusan yang tepat akan berdampak terciptanya lingkungan yang positif dan kondusif, dan nyaman. Hal ini akan berimbas pada merdeka belajar ketika murid mampu memilah dan memilih hal yang baik dalam meningkatkan bakat serta potensi yang ada dalam dirinya. Untuk menghasilkan keputusan tepat yang berdampak pada lingkungan positif, kondusif, aman dan nyaman, maka guru harus melihat paradigma etika yang terdiri dari individu lawan masyarakat, rasa keadilan lawan rasa kasihan, kebenaran lawan kesetiaan dan jangka pendek lawan jangka panjang.

Kemudian guru harus memahami tiga prinsip resolusi pengambilan keputusan yang terdiri dari berfikir berbasis hasil akhir, berfikir berbasis peraturan dan berfikir berbasis rasa peduli. Kemudian guru harus melakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan agar secara analisis mampu memberikan data yang dapat dijadikan rujukan serta pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Ingat, salah dalam mengambil keputusan dampaknya akan sangat besar bagi pribadi, orang lain dan juga institusi.

Tantangan pengambilan keputusan dan perubahan paradigma di lingkungan

Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi telah membawa banyak perubahan cara pandang dan paradigma berfikir di tengah-tengah masyarakat. Dahulu murid yang melanggar peraturan, apalagi berkaitan dengan pelanggaran moral dan hal-hal yang tabu ditengah masyarakat akan diberikan konsekuensi dikembalikan kepada orangtua.           

Namun saat ini, persoalan tersebut menjadi multi tafsir dengan berbagai sudut pandang sehingga menjadi tantangan dalam pengambilan keputusan di sekolah, terutama berkaitan dengan dilema keadilan lawan rasa kasihan. Padahal sekolah adalah institusi moral. Selain itu, simpah siur informasi dan hoax yang marak beredar juga menjadi tantangan dalam pengambilan putusan berkaitan dengan dilema etika.

Keputusan dan pengajaran yang memerdekan murid

Pada konteks merdeka belajar, proses pembelajaran yang dilakukan adalah yang berpihak pada murid. Karena itu, pengambilan keputusan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran hendaknya dapat “menuntun” dan memberikan ruang bagi murid dalam proses pengajaran untuk merdeka mengemukakan pendapat dan mengekspresikan ilmu -ilmu baru yang didapatnya.

Dengan demikian murid-murid dapat belajar mengambil keputusan yang sesuai dengan pilihannya sendiri tanpa paksaan dan campur tangan orang lain. Selain itu, sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus membuat keputusan yang tepat berkaitan dengan potensi murid yang berbeda-benda, pilihannya adalah pembelajaran berdiferensiasi sebagai implementasi dari merdeka belajar.

Ingat, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah memberikan therapi atau pembelajaran yang berbeda-beda bagi seluruh murid, tetapi keputusan masuk akal yang dilakukan guru terhadap potensi dan kodrat murid.

Keputusan dan masa depan murid

Ketika guru sebagai pemimpin pembelajaran melakukan pengambilan keputusan yang memerdekakan dan berpihak pada murid, maka dapat dipastikan murid akan belajar menjadi oang-orang yang merdeka, kreatif, inovatif dalam mengambil keputusan yang menentukan bagi masa depan mereka sendiri. Di masa depan mereka akan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang matang, penuh pertimbangan dan cermat dalam mengambil keputusan-keputusan penting bagi kehidupan dan pekerjaannya.

Satu hal yang harus menjadikan pijakan bagi seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu apakah keputusan yang diambil akan memberikan kebaikan kepada murid. Selain itu, peran pihak lain, teman sejawat ataupun kepala sekolah sangat penting agar dapat dijadikan rujukan untuk menggali fakta-fakta baru terkait hal yang akan diambil keputusannya.

Dengan selalu berpijak pada kebutuhan murid, maka pengambilan keputusan tidak akan keluar dari role-nya. Semua harus bermuara pada kebutuhan yang berpihak murid. Apapun yang diputuskan harus dapat memberikan dampak pada murid. Sehingga, pengambilan keputusan akan mampu menciptakan merdeka belajar bagi murid di sekolah.

Kesimpulan

Guru memiliki peran dalam menuntun murid mencapai segala kodratnya agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Sebagai pemimpin pembelajaran guru akan selalu terlibat dalam pengambilan keputusan, terutama berkaitan dengan dilema etika.

Agar setiap keputusan yang dihasilkan guru berpihak pada murid, guru harus berpegang pada nilai-nilai kebajikan yang diyakini, memiliki kematangan kompetensi sosial emosional menggunakan pendekatan paradigma dilema etika, tiga prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan serta pengujian keputusan.

Keputusan yang berpihak pada murid akan mampu melahirkan budaya positif di lingkungan sekolah, mengakomodir perbedaan dan potensi murid melalui pembelajaran berdiferensiasi serta mengoptimalkan kemampuan murid melalui proses coaching yang tepat. Seperti yang disampaikan Georg Wilhelm Friedrich Hegel bahwa “Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis”.

Konsep Pengambilan Keputusan

Sebagai seorang guru, kita akan sering dihadapkan pada situasi dilema etika serta bujukan moral dalam interaksi dengan murid, rekan sejawat atau bahkan masayarakat. Dilema etika adalah nilai benar lawan benar, sedangkan bujukan moral nilai benar lawan salah. Ketika mengambil keputusan menghadapi situasi dilema etika, maka akan ada nilai-nilai kebajikan yang akan saling bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenara, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan  akan hidup. Secara umum ada 4 paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yaitu :

  1. Individu lawan masyarakat (individual vs community)

Dalam paradigma ini ada pertentangan antara individu yang berdiri sendiri melawan sebuah kelompok yang lebih besar di mana individu ini juga menjadi bagiannya. Bisa juga konflik antara kepentingan pribadi melawan kepentingan orang lain, atau kelompok kecil melawan kelompok besar. “Individu” di dalam paradigma ini tidak selalu berarti “satu orang”. Ini juga dapat berarti kelompok kecil dalam hubungannya dengan kelompok yang lebih besar. Seperti juga “kelompok” dalam paradigma ini dapat berarti kelompok yang lebih besar lagi. Itu dapat berarti kelompok masyarakat kota yang sesungguhnya, tapi juga bisa berarti kelompok sekolah, sebuah kelompok  keluarga, atau keluarga Anda.

Dilema individu melawan masyarakat adalah bagaimana membuat pilihan antara apa yang benar untuk satu orang atau kelompok kecil , dan apa yang benar untuk yang lain, kelompok yang lebih besar. Guru kadang harus membuat pilihan seperti ini di dalam kelas. Bila satu kelompok membutuhkan waktu yang lebih banyak pada sebuah tugas, tapi kelompok yang lain sudah siap untuk ke pelajaran berikutnya, apakah pilihan benar yang harus dibuat? Guru mungkin menghadapi dilema individu lawan kelompok.

  1. Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)

Dalam paradigma ini ada pilihan antara mengikuti aturan tertulis atau tidak mengikuti aturan sepenuhnya. Pilihan yang ada adalah memilih antara keadilan dan perlakuan yang sama bagi semua orang di satu sisi, dan membuat pengecualian karena kemurahan hati dan kasih sayang, di sisi lain. Kadang memang benar untuk memegang peraturan, tapi terkadang membuat pengecualian juga merupakan tindakan yang benar. Pilihan untuk menuruti peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa hormat terhadap keadilan (atau sama rata). Pilihan untuk membengkokkan peraturan dapat dibuat berdasarkan rasa kasihan (kebaikan).

  1. Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) 

Kejujuran dan kesetiaan seringkali menjadi nilai-nilai yang bertentangan dalam situasi dilema etika.  Kadang kita perlu untuk membuat pilihan antara berlaku jujur dan berlaku setia (atau bertanggung jawab) kepada orang lain. Apakah kita akan jujur menyampaikan informasi berdasarkan fakta atau kita menjunjung nilai kesetiaan pada profesi, kelompok tertentu,  atau komitmen yang telah dibuat sebelumnya.

  1. Jangka pendek lawan  jangka panjang (short term vs long term)

Paradigma ini  paling sering terjadi dan mudah diamati. Kadang perlu untuk memilih antara yang kelihatannya terbaik untuk saat ini dan yang terbaik untuk masa yang akan datang. Paradigma ini bisa terjadi di level personal dan permasalahan sehari-hari, atau pada level yang lebih luas, misalnya pada issue-issue dunia secara global, misalnya lingkungan hidup dll.

Untuk dapat mengambil keputusan, diperlukan prinsip dan pendekatan sehingga keputusan tersebut merupakan keputusan yang paling tepat dengan resiko yang paling minim. Ada tiga prinsip yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini (Kidder, 2009, hal 144), yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking)Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Nilai-nilai atau prinsip-prinsip inilah yang mendasari pemikiran seseorang dalam mengambil suatu keputusan yang mengandung unsur dilema etika. Disamping itu untuk memastikan keputusan yang diambil itu benar dan tepat sasaran, maka perlu dilakukan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan pada setiap kasus yang kita hadapi sebagai pemimpin pembelajaran, yaitu :

  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini
  4. Pengujian benar atau salah
  5. Uji Legal
  6. Uji Regulasi/Standar Profesional
  7. Uji Instuisi
  8. Uji Publikasi
  9. Uji Pantutan/Idola
  10. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar
  11. Melakukan Prinsip Resolusi
  12. Investigasi Opsi Trilema
  13. Buat Keputusan
  14. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan

Refleksi

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi dilema moral? Bila pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari dalam modul ini?

Sebelum mempelajari modul 3.1 pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin, saya pernah mengambil keputusan dalam situasi dilema etika. Karena dilema etika berkaitan dengan nilai yang sama-sama benar, maka saya lebih banyak mengedepankan pendekatan peraturan dan mengesampingkan rasa kasihan dalam mengambil keputusan.

Alasannya bahwa keputusan itu bukan untuk kepentingan pribadi saya, tetapi mewakili institusi. Selain itu, tidak ada pengujian sebelum keputusan diambil, sebab prinsip yang digunakan, apapun keputusan yang diambil tidak akan mampu memuaskan semua pihak, apalagi dilema etika, keputusan yang dihasilkan adalah nilai kebenaran.

Ternyata setelah mempelajari modul 3.1, ada 4 paradigma etika yang bisa digunakan sebagai acuan, 3 prinsip resolusi dalam pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, keputusan yang diambil diharapkan mampu memberikan dampak positif bagi pribadi, orang lain ataupun masyarakat.

Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda mengambil keputusan sebelum dan sesusah mengikuti pembelajaran ini?

Dampaknya sangat besar bagi saya dalam membuat keputusan sebagai guru sekaligus pemimpin pembelajaran. Perubahan nyata yang terjadi bahwa saya bisa lebih mudah dalam mengambil keputusan karena sudah bisa mengelompokkan dilema etika mengacu pada 4 paradigma.

Kemudian saya bisa menggunakan tiga prinsip dalam pengambilan keputusan, yakni berfikir berdasarkan hasil akhir, berfikir berdasarkan peraturan dan berfikir berdasarkan rasa peduli. Dan tidak lupa setiap kasus dilema etika dapat dilakukan pengujian dengan 9 langkah sesuai panduan dalam modul 3.1.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Sebagai individu saya akan memahami cara pemimpin dalam mengambil keputusan, sehingga jika putusan yang dibuat berdampak pada individu, maka saya bisa memahami dengan berbagai sudut pandang dan langkah-langkah pengujian. Sedangkan sebagai pemimpin, saya dapat lebih mudah membuat keputusan yang berpihak pada murid serta berpedoman pada nilai-nilai kebajikan yang saya yakini kebenarannya.***