Kamis, 25 April 2024
Perguruan Tinggi

Prodi PGSD UAD Adakan Kuliah Umum Internasional

Prodi PGSD UAD Adakan Kuliah Umum Internasional

Prodi PGSD Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Adakan Kuliah Umum Internasional (Foto: Farida)

Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) mengadakan Kuliah Umum Internasional dengan tajuk “Challenges of Human Development through Arts Existence”. Acara digelar pada Sabtu, 12 November 2022, bertempat di Aula Islamic Center UAD dan disiarkan langsung melalui kanal YouTube PGSD Official. Hadir sebagai narasumber Assoc. Prof. Dr. Muhammad Fazil Talib bin Saearani yang merupakan Dekan Fakultas Musik dan Pertunjukan Seni Universitas Pendidikan Sultan Idris Malaysia dan Diyah Puspitarini, M.Pd. selaku Komisi Perlindungan Anak (KPAI) Terpilih 2022–2027.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UAD, Muhammad Sayuti, M.Pd., M.Ed., Ph.D., dalam sambutannya menyampaikan seminar ini sangat penting untuk memberikan perspektif kepada mahasiswa tentang seni. Bahwasannya hidup tanpa seni bagaikan sayur tanpa garam, seni harus menjadi bagian dari kehidupan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengapresiasi seni.

Masuk tema bahasan, Diyah menyampaikan mengenai tantangan pemenuhan hak anak dalam karya seni. Dasar filsafat dan sosiologis mengatakan, anak adalah amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Anak adalah generasi penerus keluarga, bangsa, dan peradaban, jadi setiap anak itu sejatinya unik. Saat ini, jumlah anak di Indonesia adalah sepertiga dari penduduk Indonesia atau sekitar 80 juta anak. Adapun prinsip perlindungan anak yaitu hak untuk hidup dan berkembang, nondiskriminasi, memberikan kepentingan terbaik untuk anak-anak, serta mengikutsertakan partisipasi anak.

“Situasi anak di Indonesia sekarang ini sebanyak 40% menjadi korban perundungan yang berdampak pada psikologis, sosial, akademis, dan kesehatan. Sebanyak 90% anak terpapar pornografi internet saat usia mereka 11 tahun. Lalu, 25% anak perempuan menikah sebelum usia 18 tahun, dan 20% kasus eksploitasi seks berusia anak-anak. Anak-anak juga menjadi korban kekerasan seksual, pekerja anak usia 7–14 tahun sebanyak 2,3 juta dan usia 15–17 tahun sebanyak 2 juta, bahkan lebih dari 1 dari 3 anak Indonesia terpapar stunting,” papar Diyah.

Lebih lanjut ia menjelaskan, pentingnya anak-anak belajar seni untuk meningkatkan kepribadiannya, membentuk anak yang harmonis, dan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan majemuk. Selain itu untuk membentuk kreasi dalam bentuk seni seperti sastra, musik, seni rupa, tari, dan drama, yang mengandung unsur keindahan serta dapat memengaruhi perasaan orang lain.

Terakhir, Diyah menyampaikan hal yang perlu diperhatikan untuk mendorong anak berkreasi yaitu diperlukan perhatian waktu, memberi perhatian, dan menghindari hukuman. “Mengajarkan anak tentang seni itu sebuah kewajiban, tetapi ada hak yang harus ditunaikan.” (frd)

uad.ac.id