Jumat, 19 April 2024
Sekolah Menengah Kejuruan

Bukan Sekedar Rupiah

Karya berikut ini merupakan karya pertama dari Kagumi yang dihargai dengan uang. Bukan besarnya nilai rupiah yang menjadi orientasi Kagumi, namun pengalaman pertama bahwa dirinya diterima oleh masyarakat pengguna jasa yang menjadikan dirinya puas. Kagumi merupakan salah satu siswa jurusan animasi SMK Negeri 11 Semarang yang masih duduk di bangku kelas X. Selama satu semester ini ia aktif membuat karya wajib dan karya bebas. Ia mencoba membuat karya secara manual dan digital. Ketekunannya dalam membuat karya membuat karya-karyanya semakin hari semakin baik.

“Hari ini, tiba tiba saya dapat chat dari teman online saya. Beberapa hari yang lalu, saya memposting sebuah gambaran saya ibis paint di story instagram dan teman saya ini mereply snap saya. Saya kira hanya bercanda. Eh, tahu tahunya tadi sore saya mendapat chat dari teman saya ini. Katanya “kamu bisa buat gambar yang ada di IG kamu waktu itu gak?” Dia bilang gambarannya akan dipakai untuk dijadikan cover novel tugas sekolahnya. Jadi, saya iyain aja, hitung hitung untuk mengumpulkan karya bebas, dan semoga saja mendapat respon yang memuaskan dari pak Diyarko. Saya mengerjakan ini hanya dua jam kurang sepertinya. Jadi saya sangat takut bila respon teman saya tidak senang dengan hasilnya. Tetapi Puji Tuhan dia sangat senang dengan hasilnya, dan katanya dia sampai mau nangis. Saat dia mau membayar, saya bingung mau hargain berapa. Karena ini baru pertama kalinya bagi saya. Dan saya coba coba mencari di twitter orang orang yang sedang “open commission” setelah saya scroll sampai bawah. Saya merasa sangat minder, karena gambarnya bagus bagus, karakter yang dibuat juga sangat bagus. Pantas saja harganya mahal. Tapi saya mencoba percaya diri saja, Dalam Nama Tuhan Yesus. Saya belum juga menemukan harga yang pas. Saya coba tanya ibu, ibu kasih harga kemahalan. Saya juga tanya ke teman teman, sama saja. Harga yang mereka beri menurut saya terlalu mahal bagi gambaran yang seperti ini. Jadi, akhirnya saya memutuskan 20K saja. Saya takut, bila saya memberi harga kemahalan untuk gambar yang jauh dari kata sempurna ini. Tapi ternyata, teman saya mau membayar dengan 25K. Semoga kedepannya, saya jauh lebih baik dalam membuat karya dan memperbaiki kesalahan kesalahan yang saya buat di karya sebelumnya”, ungkap Kagumi melalui tulisan di deskripsi postingan instagramnya.

Dari cerita Kagumi menunjukkan bahwa feedback dari masyarakat, penilaian dari masyarakat lebih valid dan mampu menjadi daya dorong untuk berkarya yang lebih baik lagi. Bukan sebuah nilai yang akan muncul di rapport.  Besarnya nilai rupiah bukan sebagai prioritas utama. Diterimanya karya Kagumi oleh orang lain, yang membuat ia bahagia dan menjadi energi pendorong yang lebih kuat untuk meningkatkan kualitas karyanya.

Peran guru bukan sebagai pengajar saja, namun pada saat tertentu harus mampu menjadi coach, yakni mampu memberdayakan anak didik supaya mampu mengembangkan potensinya. Energi pendorong yang sudah dimiliki Kagumi harus terus menyala, sehingga pada moment inilah saya mencoba menumbuhkan energi tersebut dengan pertanyaan berdaya. “Apa yang akan dilakukan mbak Kagumi agar mendapatkan pesanan lagi yang banyak”, tanya saya melalui whatsapp. “Saya akan belajar terus pak, mencoba terus agar menghasilkan gambaran yang lebih baik lagi. Dan bila menurut saya sudah cukup dan bagus untuk dijual, saya akan mulai menjual gambaran saya atau open commission. Karena jujur, gambaran saya yang sekarang masih kurang dan peminatnya pasti sedikit. Jadi saya akan mencoba terus untuk meningkatkan skill saya sampai gambaran saya layak untuk dijual”, jawab Kagumi.

“Namun demikian, setiap karya punya pasarnya masing-masing. Ada yang pasar untuk karya biasa biasa saja, ada pula pasar yabg high class. Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya dari pernyataan Pak Di?”, tanya saya selanjutnya. “Saya akan mencoba membuat karya dan saya tawarkan di sosial media pak”, ungkap Kagumi. “Seberapa sering yang akan kamu lakukan untuk menawarkan di medsos?”, tanya lebih lanjut untuk memperdalam rasa ingin tahu. “Sebisa saya pak, tapi mungkin saat saya pulang sekolah, dan juga saat saya sedang tidak ada kegiatan saya akan menawarkan di medsos”, penjelasan lebih lanjut. “Untuk menawarkan di medsos tentu butuh postingan karya yang baru. Bagaimana mbak Kagumi menyikapi hal ini?”, tanya saya lebih lanjut.”Membuat karya lagi pastinya pak, karena dalam menawarkan di medsos pasti membutuhkan katalog untuk menarik peminat”, jawab Kagumi. “Apa yang akan kamu lakukan agar rutin berkarya?”, tanya lebih lanjut.

“Mengumpulkan niat dulu pak, dan kurangi malas, kurangi melakukan hal hal yang tidak penting, dan lebih memilih mengerjakan karya dibanding hal lain dan bertujuan untuk memikat banyak pembeli serta VGKL dari pak Di”, jawab Kagumi lebih lanjut. Sebuah jawaban Kagumi yang menunjukkan adanya kesadaran diri untuk meningkatkan skillnya dengan berlatih terus menerus bahkan harus mampu mengalahkan kemalasan. (Penulis: Diyarko)