Sabtu, 20 April 2024
Perguruan Tinggi

MENYAMPAIKAN PESAN AL-QURAN MELALUI BAHASA SUNDA

MENYAMPAIKAN PESAN AL-QURAN MELALUI BAHASA SUNDA

(UINSGD.AC.ID)-Penggunaan ragam bahasa loma (kurang hormat, kasar) tampak pada kata manéh (kamu), daék sujud (mau bersujud), dan maréntah Aing (Aku perintahkan) (bagian a).

Ketiganya digunakan untuk Allah sebagai orang pertama (O1). Penafsir menggunakannya untuk menunjukkan rendahnya kedudukan dan ketidakhormatannya terhadap Iblis dibanding kepada Allah. Sebaliknya, pada bagian b, ketika Iblis menjawab dan berkedudukan sebagai O1, maka ragam bahasa pun berubah menjadi ragam hormat (abdi/saya, ngadamel Gusti/Engkau menciptakan).

Penafsir menganggap bahwa Iblis sebagai makhluk tetap harus memiliki rasa hormat terhadap Allah, meski penafsir pada dasarnya tidak menyukai Iblis. Di sini menunjukkan bahwa latar penafsir sebagai orang Sunda memainkan peran sangat penting dalam memilih ungkapan ragam bahasa yang tepat dalam menafsir teks ayat. Karenanya, dibanding tafsir non-Sunda yang kebanyakan tidak mengenal tingkatan bahasa, penggunaannya dalam tafsir menjadi salah satu bentuk kreatifitas dalam memelihara kearifan budayanya.

Penjelasan di atas menunjukkan bagaimana pentingnya perspektif bahasa dan budaya, seperti Sunda, dalam studi Al-Qur’an dan tafsir. Ini dapat menjadi salah satu alternatif pendekatan dalam studi Al-Qur’an dan tafsir di dunia Muslim yang semakin dinamis dan heterogen. Kajian saya turut

mendorong pentingnya penggunaan pendekatan interdisipliner yang tidak hanya terbatas pada disiplin keilmuan tafsir (al-Dhahabī, 1976; al-Farmawī, 1977), tetapi juga melibatkan disiplin keilmuan lain sebagai alat bantu dalam studi Al-Qur’an dan tafsir, seperti linguistik, sosio-linguistik, etno-linguistik dan keilmuan sosial humaniora lainnya.

Karenanya, secara lebih luas, penting kiranya upaya pembentukan tradisi riset Al-Qur’an dan tafsir yang kuat, tidak hanya dalam studi teks, tetapi juga riset lapangan; dari tradisi manuskrip, kitab cetak ke produk digital. Saya menyambut gembira inisiatif teman-teman di Asosiasi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (AIAT) se-Indonesia untuk terus-menerus memperbincangkan perluasan budaya riset tersebut. Saya juga turut berbahagia dapat ikut belajar filologi sebagai ilmu bantu untuk mengkaji manuskrip Al-Qur’an dan tafsir dan manuskrip lainnya di Indonesia melalui organisasi Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa).

Di sini terlihat pentingnya mengembangkan budaya riset dan ilmu pengetahuan dengan mempelajari berbagai disiplin ilmu, tanpa terjebak ke dalam kotak-kotak sempit keilmuan masing-masing. Diskusi-diskusi dan penelitian lintas disiplin perlu terus digalakkan sebagai sarana untuk bertukar wawasan dan pengetahuan untuk memaksimalkan kontribusi akademik dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Selain itu, gagasan ini juga menekankan pentingnya studi tafsir yang tidak hanya terfokus pada perkembangan tafsir di kawasan Timur Tengah, tetapi merespons perkembangan fenomena Islam dan studi Islam yang semakin bergeser ke kawasan Eropa dan dunia Melayu-Nusantara (Sardar, 1983: 197; Rafiq, 2014: 10). Studi tafsir dan terjemahan Al-Qur’an di Indonesia tentu saja penting mempertimbangkan pengaruh tradisi tafsir di Timur Tengah sebagai sumber utama dalam pembentukan genealogi tradisi tafsir (Lukman, 2021: 64), bagaimana tradisi tafsir itu hidup di tengah ragam ekspresi keislaman di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, Filipina Selatan, dan Thailand Selatan, serta bagaimana tradisi tafsir itu berkembang dalam ragam tradisi keislaman di tanah air, seperti Jawa, Sunda, Melayu, Madura, Bugis, Lombok dan lainnya.

Ragam tradisi lokal keislaman ini menjadi fokus penting dalam upaya meneguhkan sikap moderasi beragama yang menghargai perbedaan dan keragaman etnis dan kelompok keagamaan sebagai salah satu ciri penting peradaban Islam di Asia Tenggara yang damai dan moderat (Azra, 2015; Njoto-Feillard, 2015). Penghargaan akan keragaman budaya Islam perlu terus didorong dalam upaya membangun peradaban yang luhur berdasarkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.

Prof. Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag., Guru Besar Bidang Ilmu Tafsir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Untuk membaca selengkapnya Orasi Ilmiah Pengukuhan 14 Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung Jilid II dapat diunduh pada laman ini