Jumat, 29 Maret 2024
Sekolah Menengah Atas

Peningkatan Soft Skill Guru dalam Menghadapi Dampak Learning Loss

Peningkatan Soft Skill Guru dalam Menghadapi Dampak Learning Loss

Oleh:
Dr. H. Bambang Widarsono, M.KPd.
Kepala MAN 1 Tulungagung

 

 

Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama, dan utama, yang diselenggarakan secara formal di sekolah/madrasah. Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial. Sebab, kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge), tetapi juga itu dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik.

Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi; nilai etis, nilai pragmatis, nilai efek sensoris, dan nilai religius. Karena itulah, jika guru tidak hadir langsung dalam proses belajar akan memengaruhi hasil belajar, khususnya peran guru sebagai pendidik tidak bisa optimal. Hal inilah yang dirasakan peserta didik selama Covid-19.

Dampak dari Covid-19 berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan segala upaya, pemerintah dan negara-negara di dunia mengupayakan bangkit dari keterpurukan ini. Dunia pendidikan mengalami dampak yang luar biasa selama Covid-19. Diantanranya adalah dampak learning loss. Hal itu adalah yang digunakan untuk menyebut hilangnya pengetahuan dan keterampilan, baik itu secara umum atau spesifik, atau terjadinya kemunduran proses akademik karena faktor tertentu.

Faktor yang dapat menyebabkan learning loss diantaranya adalah libur panjang, putus sekolah, dan ditutupnya pembelajaran tatap muka. Seperti yang terjadi saat ini, para siswa melakukan  pendidikan jarak jauh. Meski begitu, Indra Charismiadji, pemerhati dan praktisi pendidikan mengatakan, learning loss lebih sering diakibatkan karena salah konsep pengajaran. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan motivasi belajar anak yang menurun selama pembelajaran jarak jauh menjadi malas belajar.

Selain motivasi belajar yang rendah, learning loss menimbulkan penurunan moral peserta didik. Diantaranya, semakin maraknya kasus-kasus bullying yang terjadi akhir-akhir ini. Guru-guru di sekolah ataupun madrasah menemukan karakter siswa yang berbeda dengan siswa-siswa yang mengalami pendidikan secara langsung. Karena itu diperlukan guru-guru yang memiliki soft skill kuat hingga bisa mengatasi dampak learning loss yang dialami oleh peserta didik.

Soft skill sering diartikan sebagai keterampilan interpersonal yang sangat dibutuhkan saat berinteraksi dengan orang lain, seperti komunikasi, leadership, networking, public speaking, negoisasi, persuasi, dan lain sebagainya. selain itu, soft skill juga mencakup keterampilan interpersonal. Keterampilan interpersonal merujuk pada kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri seperti kesadaran diri, kepercayaan, kesadaran, beradaptasi, berpikir kritis, sikap, inisiatif, empati, kepercayaan diri, integritas, pengendalian diri, kepemimpinan, pemecahan masalah, pengambilan risiko, dan manajemen waktu. Contoh kemampuan profesional guru, salah satunya adalah soft skill.

Pengertian soft skill guru adalah kemampuan atau keterampilan seorang guru untuk mengelola diri sendiri dan juga berinteraksi dengan orang lain khususnya siswa sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik. Contoh kemampuan profesional lainnya yang harus dimiliki seorang guru adalah kemampuan atau keterampilan teknis yang wajib dimiliki, supaya tugas-tugas keguruan bisa diselesaikan dengan baik seperti memahami konten, standar kompetensi, dan lain sebagainya. Dapat dikatakan hanya menguasai materi dalam bidang yang diajarkan (hard skill) saja tidak cukup. Untuk menciptakan sebuah pembelajaran yang bermutu dan bermakna, guru pintar harus mampu mengembangkan soft skill dan hard skill.

Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung kemampuan guru, semuanya akan sia-sia. Guru kompeten dan efektif, tanggung jawab utamanya mengawal perkembangan peserta didik sampai suatu titik maksimal. Tujuan akhir seluruh proses pendampingan guru adalah tumbuhnya pribadi dewasa yang utuh. Tanpa guru, kurikulum itu hanyalah benda mati yang tiada berarti (Mulyasaa, 2007:19).

Dalam pendidikan, pendidikan mempunyai tugas ganda, yaitu sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Sebagai abdi negara, pendidik dituntut melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kebijakan pemerintah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Lalu, sebagai abdi masyarakat, pendidik dituntut berperan aktif mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan menuju masa depan yang gemilang. Untuk dapat melaksanakan hal itu semua, seorang pendidik harus memenuhi persyaratan dan kompetensi juga profesional.

Kompetensi dasar (basic competency) bagi pendidik ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan yang dimilikinya (Mulyasa, 2007: 19). Ada 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh guru; kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Guru diharapkan mampu memiliki keempat kompetensi tersebut.

Pertama, kompetensi pedagogi adalah kemampuan atau keterampilan guru mengelola proses pembelajaran atau interaksi belajar mengajar dengan peserta didik. Kedua, kompetensi kepribadian berkaitan dengan karakter guru yang wajib dimiliki agar menjadi teladan bagi para peserta didik. Selain itu, para guru juga harus mampu mendidik para mendapat agar membantu mereka memiliki kepribadian yang baik. Ketiga, kompetensi profesional adalah kemampuan atau keterampilan yang harus dimiliki guru agar tugas-tugas keguruan dapat diselesaikan dengan baik dan benar. Keterampilan ini berkaitan dengan hal-hal yang teknis dan berkaitan langsung dengan kinerja guru. Keempat, kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Penguatan kompetensi guru khususnya soft skill guru diharapkan mampu mempercepat kebangkitan pendidikan dari pengaruh learning loss. Dengan soft skill yang kuat, pembentukan karakter pada siswa diharapkan mampu membentuk karakter-karakter profil pelajar Pancasila. Diantaranya, berakhlak mulia, berbhinekaan global, mandiri, bergotong royong, bernalar kritis, dan kreatif.