Jumat, 29 Maret 2024
Perguruan Tinggi

Telisik Kurikulum Pembelajaran Efektif melalui Understanding by Design

Telisik Kurikulum Pembelajaran Efektif melalui Understanding by Design

Ilustrasi kurikulum pendidikan nasional (Sumber: Kompasiana.com)

Kampus ITS, Opini — Dalam pendidikan, kurikulum digunakan sebagai acuan pengajar dalam mewujudkan sistem pembelajaran yang efektif. Pesatnya perkembangan teknologi saat ini, menjadikan pentingnya penyesuaian kurikulum yang berfokus pada kemampuan berpikir kritis siswa. Berikut ini ulasan mengenai teori Understanding by Design yang dapat menjadi alternatif kurikulum baru.

Desain kurikulum yang digunakan pengajar biasanya mencakup konten, keterampilan dasar, pemahaman konsep, dan transfer ilmu. Seiring dengan akselerasi penetrasi digital, tuntutan lapangan kerja pun berkembang. Hal ini menjadikan kemampuan penalaran, berpikir kritis, dan transfer ilmu menjadi lebih penting. Oleh karenanya, pembelajaran saat ini perlu dirancang untuk membantu siswa berfokus pada keterampilan tersebut.

Teori Understanding by Design yang menjadi opsi jawaban permasalahan tersebut merupakan sebuah desain yang menitikberatkan pada tujuan akhir dari suatu pembelajaran. Tujuan akhir tersebut bisa terlihat dari hasil belajar dan cara berpikir peserta didik selama pembelajaran.Kerangka kerja yang dikemukakan oleh Jay McTighe dan Grant Wiggins ini menawarkan tujuh struktur perencanaan sebagai panduan dalam merancang kurikulum, penilaian, dan pengajaran yang berkelanjutan. 

Struktur pertama bertumpu pada peningkatan pembelajaran  dengan penentuan tujuan perencanaan kurikulum yang jelas oleh pengajar. Kerangka ini jelas membantu proses pembelajaran secara luwes dan tidak kaku. Kedua, adanya bantuan memfokuskan kurikulum pengajaran pada pengembangan dan pendalaman pemahaman target pengajaran. Dalam hal ini, target pengajaran (siswa atau mahasiswa, red) harus mampu menggunakan pengetahuan dan keterampilan secara efektif dengan cara transfer ilmu.

Kemudian, pada struktur yang ketiga, merujuk pada pemahaman yang teridentifikasi ketika target secara mandiri dapat memaknai pembelajaran melalui kinerja autentik. Adapun kinerja ini mencakup enam segi pemahaman kapasitas. Antara lain adalah menjelaskan, menafsirkan, menerapkan, mengubah perspektif, berempati, dan menilai diri sendiri sehingga berfungsi sebagai indikator pemahaman.

Kempat, keefektifan kurikulum perlu direncanakan secara mundur dengan cara mengawali perumusan hasil yang diinginkan melalui proses desain tiga tahap. Yaitu hasil yang diinginkan, bukti yang dapat diukur ketercapaiannya, serta rencana atau strategi pembelajaran. Proses mundur ini dapat membuat terhindar dari permasalahan umum yang selalu dikeluhkan, yakni terkait pembelajaran yang berorientasi pada kegiatan tanpa prioritas dan tujuan yang jelas. 

Struktur kelima menargetkan pengajar sebagai pelatih yang membantu pemahaman, bukan sekadar menjejalkan konten pengetahuan atau keterampilan pembelajaran pada siswa. Fokus pengajar ialah memastikan bahwa pembelajaran terjadi. Bukan hanya sekadar mengajar, tetapi harus mengarahkan keberhasilan yang bermakna.

Pada struktur yang keenam, pengajar diharapkan secara teratur menelaah unit-unit pembelajaran dan kurikulum. Hal ini berguna untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas pembejaran serta mengembangkan diskusi yang menarik. Adapun pada struktur kerangka kerja desain terakhir (ketujuh) lebih mencerminkan pendekatan perbaikan berkelanjutan terhadap prestasi siswa dan keahlian pengajar. 

Jika ditelaah dari tujuh struktur kerja kurikulum tersebut, desain ini dapat dikatakan sebagai bentuk penyelarasan. Dengan kata lain, konten dan pemahaman yang dirumuskan pada setiap tahap yang ditargetkan harus sebagaimana adanya dinilai pada tahap kedua, ketiga, seterusnya. Teori ini menjadikan pengajar harus membuat pilihan prioritas yang ditentukan berdasarkan sasaran kinerja jangka panjang apa yang diharapkan dari siswa.

Fakta tersebut menjadikan teori ini sesuai dengan tujuan pokok dari pendidikan nasional ialah transfer ilmu dan pengalaman pembelajaran yang mereka lalui. Sebagaimana diharapkan, pengajar hadir untuk membantu pada siswa guna membuat sebuah kesimpulan dan generalisasi sendiri. Pemahaman tidak akan terjadi hanya dengan disampaikan karena siswa perlu aktif mengkonstruksi makna. Nantinya, jika diterapkan, perancangan kurikulum ini akan mendapatkan umpan balik terhadap kinerjanya. (*)

 

Ditulis oleh:
Fauzan Fakhrizal Azmi
Mahasiswa S-1 Departemen Fisika
Angkatan 2020
Reporter ITS Online