Kamis, 25 April 2024
Perguruan Tinggi

Densus 88 di UMJ : Pancasila Benteng Radikalisme

Densus 88 di UMJ : Pancasila Benteng Radikalisme

Berdasarkan Indeks Terorisme Global, Indonesia menjadi negara ke-24 yang memiliki kerentanan terorisme, bahkan saat ini Densus 88 telah mengamankan 248 tersangka teroris. Berkaitan dengan hal tersebut, Kombes. Pol. Bogiek Sugiyarto, S.H., S.I.K., M.H. mengatakan bahwa pemikiran yang bisa membentengi radikalisme di Indonesia adalah ideologi Pancasila.

Hal ini disampaikan dalam Bedah Buku Pergeseran Pemahaman Syariah Eks Anggota Organisasi Radikal Indonesia karya Abdul Haris yang digelar atas kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, di Aula Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Kamis (09/03/2023).

“Terorisme hari ini telah ditempatkan oleh masyarakat dunia sebagai extraordinary crime, hal ini karena bahaya dan dampaknya yang besar. Terorisme tidak dapat begitu saja muncul tanpa faktor penarik dan faktor pendorong, oleh karena itu terorisme adalah kejahatan bermotif ideologi,” ujar Bogiek yang saat ini mengemban amanat Kasubdit Kontra Ideologi Ditcegah Densus 88 AT Polri.

Ia menambahkan bahwa akar terorisme adalah ajaran intoleransi yang muncul dan berkembang menjadi pemikiran atau gagasan radikalisme. Ajaran ini dapat menyasar pada individu maupun kelompok yang apabila muncul kesempatan saling bertemu akan menimbulkan aksi tindak pidana terorisme.

Penulis Buku Pergeseran Pemahaman Syariah Eks Anggota Organisasi Radikal Indonesia Abdul Haris, S.Pd.I, M.A. mengungkapkan ada lima doktrin radikalisme yaitu aqidah khawarij, tahkimusy syariah, ibadah mahdhoh, jihad, dan daulah. Doktrin ini ia temukan ketika mengikuti organisasi radikal seperti Negara Islam Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Jamaah Ansharut Tauhid, dan Jamaah Ansharus Syariah.

Lebih lanjut, mantan terorisme tersebut menyatakan bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal pergeseran radikalisme ke Islam wasathiyah, yang ia dalami selama 28 tahun (1982-2010). Faktor internalnya seperti partisipatoris eksperimental dan polarisasi di kalangan radikalis. Sementara itu, faktor eksternalnya seperti program pemerintah deradikalisasi dan peran dunia akademisi.

Kiri ke kanan: Abdul Haris, SPdI, M.A., Dr. Wachid Ridwan, M.Si., Sri Yunanto, P.Hd., dan Ali Noer Zaman, MA. saat menghadiri Bedah Buku di Aula Kasman Singodimedjo FISIP UMJ, Kamis (09/03/2023).

Wakil Dekan II FISIP UMJ Djoni Gunanto, S.Ip., M.Si. Ia menjelaskan tiga pandangan hubungan negara dan agama yang berpengaruh terhadap cikal bakal paham radikalisme dan terorisme di suatu negara yaitu integralistik, sekuleristik, serta substansialistik.

Dari tiga pandangan tersebut, Djoni menyimpulkan bahwa Indonesia menggunakan pemahaman substansialistik yang memadukan antara paham integralistik dengan sekuleristik. Oleh karenanya Pancasila menjadi ciri dan karakter bangsa Indonesia yang dapat mencegah terorisme.

Berkaitan dengan hubungan negara dengan agama, Dosen Magister Ilmu Politik UMJ Sri Yunanto, P.hD. melihat Muhammadiyah memiliki pandangan tersendiri. Pada Muktamar ke-47 Muhammadiyah bersepakat menyebut NKRI sebagai dar al-‘ahdi wa al-syahadah. Hal tersebut dipaparkannya setelah melihat isi buku Abdul Haris yang kaitannya dengan dengan sejarah Pancasila, NKRI, dan Muhammadiyah dari Jendral Soedirman, Soekarno, hingga Muhammad Natsir.

Sementara itu Dosen Hubungan Internasional UMJ Dr. Wachid Ridwan, M.Si. membahas tiga dimensi besar yang mempengaruhi paparan radikalisme dan terorisme, yaitu dimensi keamanan, agama, dan sosial. Ia menambahkan bahwa tugas mahasiswa saat ini berada di salah satu dimensi sosial dan harus fokus di dimensi tersebut agar tidak terjerumus dalam radikalisme serta terorisme. Hal ini secara teoritis akan menimbulkan keseimbangan di berbagai dimensi.

Buku “Pergeseran Pemahaman Syariah Eks Anggota Organisasi Radikal Indonesia” dan agenda Bedah Buku di FISIP UMJ, diharapkan dapat menjadi kontributif dalam dunia pencegahan terorisme di negara Indonesia. Kegiatan ini dimoderatori oleh Dosen FISIP UMJ Ali Noer Zaman, M.A., yang diikuti sekitar 200 mahasiswa di ruang lingkup UMJ. (QF/RZ/KSU)