Kamis, 28 Maret 2024
Perguruan Tinggi

Dorong Peningkatan IKU 6, Kerja Sama Untirta Gelar Workshop Sikerma dan Persiapan IKU 6

Dorong Peningkatan IKU 6, Kerja Sama Untirta Gelar Workshop Sikerma dan Persiapan IKU 6

SERANG – Subbagian Kerja Sama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menyelenggarakan Workshop Sikerma dan Persiapan Indikator Kinerja Utama (IKU) 6 Tahun 2023 pada Kamis, (16/3/2023) di Aula Student Center Kampus Untirta Sindangsari dalam rangka evaluasi dan persiapan implementasi IKU 6 tahun 2023.

Rektor Untirta menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas inisiasi penyelenggaraan Workshop Sikerma terkait dengan penguatan dokumentasi database seluruh aktivitas kerja sama yang ada di seluruh unit di lingkungan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

“Ini penting karena merupakan salah satu indikator kinerja utama yang dipantau tiap semester. Faktanya saya yakin di seluruh unit dan prodi di Untirta sudah banyak aktivitas kerja sama. Tapi input data di sistemnya yang perlu disamakan persepsinya. Update seluruh PKS dan dibuat data scan-nya. Upload implementasi kerja samanya supaya secara real time kementerian juga dapat memantau,” imbau rektor.

Yayat Hendayana, M.Si selaku Koordinator Umum, Humas, dan Kerjasama Diktiristek Kemdikbudristek yang hadir sebagai narasumber menekankan pentingnya upaya Untirta dalam meningkatkan kerja sama, terutama kerja sama yang termasuk ke dalam IKU 6, dengan memperhatikan tata naskah dinas dan aturan yang berlaku. Hal lain yang juga dianggap penting oleh Yayat di dalam perjanjian kerja sama ialah ruang lingkup kerja sama, jangka waktu kerja sama, hak dan kewajiban kedua belah pihak, keadaan kahar atau force majeur, serta penyelesaian sengketa.

“Kerja sama harus mencakup atau memuat beberapa hal. Harus jelas kapan waktu penandatanganan kerja sama tsb. Ini penting karena di dalam Sikerma kami memiliki sistem filtering yg bisa memfilter kerjasama berdasarkan tahun. Filter ini mampu mengecek apakah kerja sama tersebut masih aktif atau tidak,” terangnya.

Ia pun menegaskan bahwa perjanjian kerja sama tidak dapat ditandatangani oleh sembarang orang dan atas nama pribadi, tetapi hanya dapat dilakukan oleh sosok yang berwenang mewakili institusi. “Minimal yang bisa menandatangani adalah pimpinan universitas yaitu rektor, wakil rektor, atau dekan. Kepala biro juga diperbolehkan. Yang tidak diperkenankan adalah ketua prodi (kaprodi). Kaprodi di dalam kerja sama disebutkan sebagai pelaksana kerja sama,” jelasnya.

Adapun Firman Hidayat, M.Si selaku Subkoordinator Kerjasama Diktiristek Kemdikbudristek memaparkan adanya perbedaan terkait kriteria mitra dan pembobotan mitra kerja sama tahun ini. Kriteria mitra kerja sama yang dimaksud di antaranya, yakni (1) Perusahaan multinasional, yaitu perusahaan yg beroperasi di lebih dr satu negara, (2) Perusahaan nasional berstandar tinggi, yaitu perusahaan yg beroperasi di lebih dari 2 provinsi, (3) Perusahaan teknologi global, (4) Perusahaan rintisan teknologi, (5) Organisasi niralaba kelas dunia, (6) Institusi multilateral, (7) Perguruan tinggi yang masuk dalam daftar QS200 berdasarkan bidang ilmu, (8) Perguruan tinggi, fakultas, atau program studi dalam bidang yang relevan, (9) Instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD, (10) Rumah sakit, (11) UMKM, (12) Lembaga riset pemerintah, swasta, nasional, maupun internasional, dan (13) Lembaga kebudayaan berskala nasional/bereputasi.

“Tahun sebelumnya untuk IKU 2020-2021, kalau Bapak Ibu melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi atau pemda, nilainya sama, tidak ada bedanya. Kini ada bobot untuk kerja sama berdasarkan jenis mitra dengan mempertimbangkan reputasi mitra. Untuk bobotnya, kerja sama dengan mitra lokal seperti kecamatan dan desa diberi bobot 0,1 – 0,25. Untuk mitra setingkat provinsi, bobotnya 0,25-0,5. Untuk kerja sama dengan mitra nasional, bobotnya 0,5-0,75. Lalu untuk kerja sama dengan mitra internasional, diberi bobot 1,” ungkapnya.

Sementara itu, M. Nur Rochim, S.Kom selaku Subkoordinator Manajemen Data Pendidikan Kemdikbudristek yang memaparkan mengenai aplikasi Sikerma memberikan solusi atas ukuran file yang terlalu besar untuk diunggah di aplikasi, yakni dengan mengunggah halaman-halaman tertentu yang memuat informasi penting. “Terkait ukuran file, kita memang ada pembatasan ukuran. Dokumen memang bisa pecah jika dikompres. Yang penting itu nomor, siapa pihak yang bekerja sama, dan sebagainya. Jadi tidak harus semua halamannya dimasukan,” katanya.

Sebagai penutup, Subkoordinator Kerja Sama, Ratih Purnamasari, S.E., M.Akt. mengimbau seluruh fakultas dan unit untuk memprioritaskan kerja sama dengan ruang lingkup yang sesuai dengan kriteria IKU 6. “Untuk PKS dan MoA, harus menampilkan unit pelaksananya. Karena jika tidak ada, tidak akan diakui. Bapak ibu dapat meminta template naskahnya kepada kami, sehingga bapak ibu tinggal mengisinya sesuai format,” ujarnya.

Ia pun mengingatkan peserta workshop bahwa Implementation Agreement (IA), yakni dokumen yang berisi rincian rencana implementasi kegiatan kerja sama yang telah disepakati dapat didokumentasikan dan diberi nomor yang diperoleh dari subbagian kerja sama.

“Setelah PKS ada IA yaitu implementasi dari kerja sama yang dilakukan. Format IA dapat dimintakan ke kerja sama. Tahun ini target kerja sama lebih menitikberatkan pada PKS dan IA jadi mohon kerja sama dari bapak ibu untuk sama sama mensukseskan IKU 6,” imbaunya.

Workshop ini dihadiri oleh para wakil rektor, Kepala BAKP, Kepala BUKK, para wakil dekan III fakultas, Wakil direktur III Pascasarjana, Kepala UPT PLI, Koordinator Humas dan Kerja Sama, Subkoordinator Humas dan Protokol, Subkoordinator Program Partnership dan Layanan Administrasi UPT Layanan Internasional, staf Kerja Sama, dan staf Humas Untirta. (SAC/ AAP/ VDF)