Sabtu, 20 April 2024
Perguruan Tinggi

Mengarungi Bulan Suci Ramadan Tanpa Ragu

Mengarungi Bulan Suci Ramadan Tanpa Ragu

Dr. Muchlas, M.T. (kiri) Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pembicara ceramah tarawih Ramadan 1444 H Masjid Islamic Center UAD (Foto: Massyifa)

Awal Ramadan 1444 Hijriah bertepatan dengan 2023 Masehi ditetapkan jatuh pada hari Kamis, 23 Maret oleh Persyarikatan Muhammadiyah dan juga Kementrian Agama Republik Indonesia. Bertepatan dengan itu, Rektor Universitas Ahmad Dahlan (UAD) sekaligus Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr. H. Muchlas, M.T. berkesempatan mengisi ceramah setelah salat tarawih pertama di Masjid Islamic Center UAD pada Rabu, 22 Maret 2023.

Pentingnya Mensyukuri Nikmat Allah Swt.

Muchlas mengawali ceramahnya dengan menyampaikan tentang 2 nikmat yang sering diabaikan oleh manusia, yakni nikmat waktu luang dan nikmat sehat. Mereka yang mensyukuri nikmat waktu akan selalu memanfaatkannya dengan hal-hal yang positif. Bagi mahasiswa, waktu luang tersebut wajib dipakai untuk mengkaji ilmu agama di masjid, karena pemuda yang baik adalah yang dekat dengan masjid. Dan bagi para dosen, waktu luang bisa digunakan untuk membina keluarga serta meningkatkan produktivitas diri agar dalam menjalani profesinya selalu memperoleh satu tingkat yang terbaik.

Namun sebaliknya, bagi orang-orang yang kufur dengan nikmat waktu, boleh jadi modalnya terbuang sia-sia, banyak kegiatan yang tidak bermanfaat dalam hidupnya. Di dunia ini, Allah menciptakan sesuatu saling berpasang pasangan, malam dan siang, laki-laki dan perempuan, dan ada yang bermanfaat ada pula yang tidak. Sebab itulah ada kata-kata bijak yang mengatakan bahwa, jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang buruk.

“Ketika Aisyah bertanya pada Rasulullah saw., wahai Rasul mengapa salat malam lama sekali sampai kakimu bengkak, bukankah Allah sudah mengampuni dosamu baik yang sudah lalu maupun yang akan datang, kemudian Nabi menjawab dengan ringan, tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur. Maka dari sini, Nabi mencontohkan rasa syukur diimplementasikan dengan kegiatan-kegiatan beramal saleh,” ungkap Muchlas.

Penetapan Awal Bulan Ramadan

Menurut hisab hakiki dari Persyarikatan Muhammadiyah, pasca-Magrib kita telah memasuki tanggal 1 Ramadan 1444 H. Perlu mendapatkan perhatian kita semua, dalam melaksanakan puasa Ramadan kita harus mengetahui tanpa ragu-ragu, kapan kita memulai dan mengakhirinya.

Akan tetapi, pada dasarnya kita mengenal beberapa metode yang digunakan untuk menetapkan awal bulan Ramadan. Metode yang paling dikenal di Indonesia adalah metode melihat hilal dengan mata telanjang yang biasanya dipakai oleh Nadhatul Ulama, sehingga informasi tanggal 1 Ramadan hanya bisa dilakukan pascapengamatan hilal pada saat Magrib. Kemudian metode yang kedua yaitu memperkirakan terlihatnya hilal, menghitung, dan menetapkan batas-batasnya, biasanya metode ini dipakai oleh Kementerian Agama RI dan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Metode yang digunakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah adalah metode perhitungan.

Dasar dari semua perhitungan yang dilakukan oleh Persyarikatan Muhammadiyah adalah Surah Ar-Rahman ayat 5. Asy-syamsu wal-qamaru biḥusbān, yang artinya matahari dan bulan beredar menurut perhitungan, sehingga dapat diartikan perbilangan waktu bisa dihitung. Kemudian diperkuat dengan Surah Yunus ayat 185 yang mengatakan, “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkannya orbit-orbit bagi perjalanan bulan supaya kamu mengetahui perhitungan waktu.”

Semua sudah dijamin oleh Al-Qur’an bahwa kita diperbolehkan menetapkan awal bulan berdasarkan hisab, dan 2 ayat tersebut telah mengokohkan pandangan bahwa penentuan awal Ramadan cukup dengan perhitungan. Sehingga, kemungkinan besar Hari Rayanya akan berbeda karena menurut perhitungan dari Muhammadiyah, pada saat 29 Ramadan ketinggian hilal di Yogyakarta itu 1 derajat 47 menit. Ini berbeda karena tidak sama dengan metode pemerintah.

“Namun dengan demikian kita harus saling menghormati perbedaan penentuan satu Syawal ini, dan tidak perlu saling menyalahkan, karena hal ini justru menjadi sebuah wacana keilmuan,” ungkap Muchlas.

Kebiasaan Rasulullah Menjelang Bulan Ramadan

Bulan Ramadan dinamakan sebagai bulan orang yang menyucikan, karena bulan ini menyucikan kita dari dosa dan maksiat. Rasulullah saw. pernah bersumpah dalam menyambut bulan Ramadan. “Wahai manusia, bulan yang mulia dan penuh berkah datang menaungi kalian, suatu bulan yang di dalamya terdapat malam yang lebih baik dari malam seribu bulan, pada bulan itu Allah Swt. menetapkan puasa sebagai kewajiban dan qiamulail sebagai sunnah, barang siapa mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu perbuatan baik, dia bagaikan melakukan kewajiban di bulan lainnya, barang siapa yang melakukan kewajiban pada bulan ini maka dia sama dengan yang melakukan tujuh puluh kewajiban di bulan lainnya.”

Untuk dapat memenuhi kewajiban kita dan meraih keutamaan bulan Ramadan, kita perlu persiapan yang matang. Antara lain membekali diri dengan ilmu, khususnya dalam menetapkan awal bulan puasa, baik yang berhubungan dengan hisab awal bulan, agar tidak ada keraguan dalam memasuki bulan ini. Kemudian persiapan fisik dan mental, menata hati, mengontrol kebiasaan-kebiasaan buruk kita agar kita bisa optimal meraih ketakwaan pada Allah Swt.

Beberapa hal yang perlu kita laksanakan pada bulan puasa ini, yang pertama adalah sedekah, karena sudah dijelaskan barang siapa yang memberikan makanan kepada orang yang berbuka puasa, maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang-orang yang berpuasa, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang yang berpuasa. Kemudian, kita harus perbanyak membaca Al-Qur’an dan menjalankan salat tarawih, serta menjauhkan diri dari perkataan maupun perbuatan yang dapat menghapuskan pahala bulan puasa. (syf)

uad.ac.id