Jumat, 29 Maret 2024
Perguruan Tinggi

Apoteker Spesialis dan Prospeknya dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan

Apoteker Spesialis dan Prospeknya dalam Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan

Drs. apt. Nurul Falah Eddy Pariang, Dewan Penasihat PP IAI, pembicara seminar nasional “Kesiapan Perguruan Tinggi Menghadapi Era Apoteker Spesialis” yang diselenggarakan Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Sinta Anggraeni)

Drs. apt. Nurul Falah Eddy Pariang selaku Dewan Penasihat Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) menjadi pembicara pertama pada acara seminar nasional “Kesiapan Perguruan Tinggi Menghadapi Era Apoteker Spesialis”. Seminar rangkaian Milad Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ke-27 ini digelar pada Sabtu, 18 Maret 2023 bertempat di Kampus III UAD.

Saat ini, banyak permasalahan kesehatan yang kompleks membutuhkan bermacam-macam penanganan. Hal ini menjadi tantangan bagi tenaga medis seperti apoteker untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan penanganan mutu kesehatan masyarakat. Salah satu solusi dari masalah tersebut adalah dengan meningkatkan kompetensi seorang apoteker menggunakan sistem advanced pharmacy practice.

Advanced pharmacy practice merupakan penggambaran praktik apoteker yang dimulai dari tahun awal praktik hingga tingkat lanjut (konsultan). “Ada 4 tahap dari proses advanced pharmacy practice yaitu prospek advancing competencies, initial education and training, tahapan menjadi advanced pharmacist, dan kerangka kompetensi,” jelas Mantan Komisaris PT Kimia Farma itu.

Prospek Advancing Competencies

Seorang apoteker penting untuk memiliki kompetensi yang unggul dari segi kompetensi akademik dan spesialis. Kompetensi ini sangat berpengaruh untuk mengoptimalkan hasil terapi dan meminimalkan risiko pengobatan atau Medication Therapy Management (MTM). Dengan memiliki kompetensi, seorang apoteker diharapkan dapat menciptakan efektivitas biaya atau cost effective untuk pengadaan persediaan farmasi, farmasi klinis, dan bahan habis pakai.

“Seorang apoteker perlu menunjukkan bahwa mereka mampu menghantarkan asuhan kefarmasian (pharmaceutical care), mencegah, mengidentifikasi, dan mitigasi masalah terkait obat (MTO), serta menunjukkan profesionalisme sesuai standar praktik,” paparnya.

Initial Education and Training

Fase pendidikan seorang apoteker dimulai dari pendidikan sarjana selama 4 tahun, 1 tahun pelatihan profesi, dan 10 tahun praktik lanjutan yang mempersiapkan mahasiswa menjadi apoteker berkualitas, berwawasan, serta bersertifikat. Kegiatan pelatihan profesi apoteker dapat berupa Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA), Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (UKAI), dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). Untuk itu, seorang apoteker harus memiliki aspek-aspek kemampuan personal dan profesional, adaptif, kreatif, kritis, analitis, keterampilan apoteker, serta pengelolaan praktik kefarmasian.

Tahapan Menjadi Advanced Pharmacist

Advanced pharmacist memiliki 4 jenis tahapan yang dimulai dari pendidikan sarjana dengan gelar S.Farm. dan 40 tahun praktik. Pertama, apoteker generalis yang melayani berbagai macam penyakit (ringan hingga rumit) dan pasien, memantau kondisi, mengedukasi tentang penyakit kesehatan, serta mengontrol kepatuhan pasien. Kedua, apoteker fokus yang melayani penyakit dan pasien tertentu seperti Certified Diabetes Educator (CDE) dan certified disease management (CDM).

Ketiga, apoteker advanced generalist seperti Board certified Pharmacotherapy Specialties (BCPS) yang melayani penyakit rumit dengan cakupan luas bersama tenaga medis lain. Terakhir, apoteker spesialis seperti Board Certified Nuclear Pharmacist (BCNP) yang hanya melayani kelompok pasien dengan penyakit rumit.

Kerangka Kompetensi

Prinsip menjadi seorang apoteker yang unggul (advanced) ada 2 yaitu melakukan self assessment atau penilaian diri berdasarkan kerangka kompetensi Global Competency Framework (GbCF) atau Global Advanced Development Framework (GADF), dan mengidentifikasi jarak antar kompetensi (competency gap).

“GbCF biasa digunakan untuk apoteker yang baru praktik, sekitar 1 hingga 2 tahun. Sedangkan GADF digunakan untuk pengembangan praktik profesional dan mendapatkan pengakuan profesi,” tutur alumni Fakultas Farmasi UGM ini.

Terakhir, Nurul yang sesekali menyisipkan candaan di antara penjelasan materinya menutup sesi dengan berkata. “Tenaga kerja medis yang berkualitas tinggi akan menciptakan dampak yang signifikan terhadap peningkatan kualitas kesehatan.” (sin)

uad.ac.id