Jumat, 29 Maret 2024
Perguruan Tinggi

OPINI: Menyambut (?) Timnas Israel oleh Asep Dudi S. (Wakil Dekan I FTK Unisba)

(Terbit di Harian Pikiran Rakyat, Selasa/28 Maret 2023)

Ajang sepakbola Piala Dunia U-20 diagendakan berlangsung di Indonesia pada 20 Mei hingga 11 Juni. Dalam ajang itu terdapat 24 kesebelasan akan berkompetisi dan berkontestasi kemahiran memainkan si kulit bundar. Tentu hal ini akan menjadi kebanggaan tersendiri, terlebih timnas Indonesia menjadi salah satunya. Polemik muncul ketika timnas Israel juga menjadi bagian dari peserta ajang tersebut. Wacana menerima dan menolak kehadiran timnas Israel mulai menghangat.

Sejumlah ormas Islam, juga tidak kurang Majelis Ulama Indonesia (MUI) lantang menyuarakan penolakan kedatangan timnas Israel. Dasar pertimbangan yang mengemuka adalah faktor politik Israel yang sudah puluhan tahun hingga sekarang melakukan aneksasi (pencaplokan) wilayah, genosida, apartheid dan berbagai tindakan represif lainnya terhadap bangsa Palestina. Dengan kata lain, apa yang dilakukan Israel adalah melakukan penjajahan terhadap negeri dan bangsa Palestina, sebagaimana hal yang sama dilakukan oleh para imperialis Barat terhadap kesultanan dan kerajaan di Nusantara sejak lepas abad pertengahan hingga masa sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Imperialisme Israel sangat bertentangan nurani perjuangan bangsa Indonesia yang menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh sebabitu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bagi yang menolak, tim nasional Israel adalah representasi negara, yang bahkan tidak mustahil kehadiran dan partisipasinya dalam event olahraga tidak lepas dari misi politik untuk mengukuhkan eksistensi negara. Hal ini antara lain ditengarai dengan bergabungnya Israel ke dalam Uni Sepak Bola Eropa (UEFA:Union of European Football Associations) yang secara politik tidak menunjukkan resistensi terhadap eksistensi negara Israel. Padahal berdasarkan letak geografisnya, Israel merupakan bagian dari benua Asia.

Berbeda dengan suara-suara yang menolak, pemerintah Indonesia tampaknya menunjukkan tanda-tanda akan tetap mengizinkan kedatangan timnas Israel untuk berpartisipasi dalam ajang Piala Dunia U-20 ini. Gelagat ini ditunjukkan oleh pelaksana tugas Menteri Pemuda dan Olahraga, Muhadjir Effendy yang menyampaikan bahwa Indonesia sudah berkomitmen menjadi tuan rumah penyelenggaraan event ini, dan menganggap ajang ini strategis dalam mengangkat harkat martabat bangsa Indonesia. Jika benar hal ini mewakili itikad pemerintah untuk menerima kehadiran timnas Israel, maka kemungkinannya disebabkan pemerintah tidak ingin kehilangan muka dan tidak mau sekiranya di kemudian hari akan ada sanksi-sanksi yang merugikan dunia perolahragaan Indonesia.

Menolak Israel

Pada tahun 1962, ketika menjadi panitia penyelenggara Asian Games ke-4, Indonesia tak mengundang Israel dan Taiwan. Tindakan ini dilakukan disebabkan pertimbangan
solidaritas perjuangan rakyat Palestina yang mana Israel adalah bangsa penjajahnya yang perlu diboikot. Adapun Taiwan diposisikan sebagai bagian dari Republik Rakyat Cina (RRC) yang bila diundang akan mengganggu hubungan luar negeri Indonesia-RRC.

Dampak aksi ini, pada Februari 1963, IOC ( International Olympic Committee) menjatuhkan sanksi menangguhkan keikutsertaan Indonesia dalam Olimpiade, karena
dinilai telah mencampuradukkan politik dengan olahraga. Padahal waktu itu dalam kacamata Presiden Sukarno, IOC justru telah mencampuradukkan politik dan olahraga
dengan menerapkan diskriminasi terhadap sejumlah negara (berhaluan sosialis) karena alasan politik. Dengan kacamata yang sama, pada 10 November 1963 Presiden Sukarno membuka even olahraga Ganefo ( Games of New Emerging Forces) yang diikuti 47 negara yang umumnya mempunyai kebijakan luar negeri menentang imperialisme.

Sebenarnya, sejarah sepakbola mencatat pula aksi penolakan bertanding melawan timnas Israel, yaitu pada kualifikasi Piala Dunia 1958, hal yang membuat timnas Israel bisa melenggang ke babak berikutnya tanpa bertanding, hingga akhirnya gagal menapaki jalan final Piala Dunia 1958 karena dihentikan oleh tim dari Wales. Pada ajang itu timnas Turki dan Mesir memutuskan menolak berhadapan dengan timnas Israel sebagai sikap tegas mereka yang menentang aksi zionis. Setelah menyisihkan timnas China, Indonesia lolos ke putaran kedua dan satu grup dengan Israel. Namun Indonesia kemudian memilih mundur. Hal yang sama diikuti oleh timnas Sudan yang menolak bertanding dengan Israel. Seharusnya mereka bertemu untuk menentukan wakil Asia di Piala Dunia 1958.

Indonesia berhutang besar terhadap bangsa Palestina. Pada 6 September 1944 Palestina mengakui Indonesia sebagai negara merdeka secara
de facto, melalui pernyataan mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini. Dukungan Palestina yang disiarkan melalui radio ke berbagai penjuru dunia ini dilatari oleh adanya pernyataan Perdana Menteri Koiso di hadapan parlemen Jepang, yang berisi janji pemberian kemerdekaan kepada Indonesia. Bukan hanya dukungan politik dan diplomasi yang diberikan Palestina, dukungan finansial juga diberikan antara lain oleh raja media cetak Palestina saat itu, Ali Taher. Berkat dukungan diplomasi Palestina juga kemudian Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.

Terkait dengan kehadiran timnas Israel pada ajang Piala Dunia U-20, Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun mendukung Indonesia sebagai tuan rumah untuk menerima partisipasi Israel. Menurutnya olahraga harus dipisahkan dari politik. Sebuah bahasa diplomasi yang santun sarat penjiwaan. Jika tidak meminjam kacamata dan memilih cara “Sukarnois”, dengan apa pemerintah bersikap? ***