Jumat, 19 April 2024
Perguruan Tinggi

Ramadan, Saat yang Tepat Berhenti Merokok

Ramadan, Saat yang Tepat Berhenti Merokok
image_pdf

oleh: Ifa Mufida (Dokter Poliklinik UM)

LIFESTYLE-Tak terasa, Ramadan tinggal hitungan hari. Setelah hampir satu bulan berpuasa, maka banyak hal yang sudah menjadi kebiasaan kita setiap hari. Banyak sekali pola hidup sehat yang seharusnya dipertahankan meski Ramadan sudah meninggalkan kita. Kebiasaan tersebut antara lain adalah menjaga pola makan dan makan tidak berlebihan. Sebagaiman firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf:31, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

Kebiasaan lainnya yang seharusnya dipertahankan adalah mengurangi kebiasaan merokok, bahkan berhenti dari kebiasaan tersebut. Dengan berpuasa, seseorang tidak diizinkan untuk merokok (dalam bentuk apa pun) selama siang hari di bulan Ramadan. Dengan adanya larangan yang sudah ada tersebut seharusnya bisa menjadi tambahan motivasi untuk berhenti merokok dengan sepenuhnya.

Secara frekuensi, dengan berpuasa maka secara otomatis telah berkurang. Karena ketika berpuasa, maka seseorang sudah tidak merokok sama sekali di waktu siang. Sedang di waktu buka, berdasarkan beberapa literasi tidak disarankan untuk merokok secara langsung saat berbuka. Merokok dalam keadaan perut kosong ketika belum ada nutrisi di lambung, berarti komponen pertama yang masuk ke dalam tubuh adalah zat-zat beracun.

Akibatnya, nikotin akan langsung masuk ke otak. Nikotin yang masuk dalam waktu singkat dengan jumlah banyak akan menyebabkan mual dan sakit kepala. Tidak hanya nikotin, di dalam sebatang rokok juga terkandung tar dan senyawa karbon monoksida. Karbon monoksida yang terdapat dalam asap rokok mengikat hemoglobin darah dengan 300 kali lebih kuat dibanding oksigen. Akibatnya, sirkulasi monoksida dalam tubuh menjadi sangat banyak sehingga tubuh menjadi kekurangan oksigen. Di sisi lain, sudah diketahui jika menghirup asap rokok menimbulkan iritasi saluran napas dan memicu batuk. Terlebih, dalam kondisi perut kosong, akan lebih beresiko menimbulkan kanker paru-paru.

Lebih dari itu, nikotin juga berdampak pada besarnya risiko seseorang terserang penyakit jantung. Ini disebabkan karena nikotin akan diendapkan dalam tubuh hingga delapan jam. Semakin sering seseorang merokok, semakin banyak endapannya dalam tubuh. Bersamaan dengan itu, tekanan darah akan meningkat karena aliran darah dan detak jantung yang juga mengalami peningkatan. Dalam waktu yang lama, akan terjadi pengerasan dan penyempitan pembuluh darah.

Maka dengan berpuasa, sejatinya jumlah rokok yang dihisap juga berkurang. Sepatutnya, bulan ini akan menjadi waktu yang tepat untuk benar-benar menghentikan kebiasan merokok yang selama ini terasa sangat sulit untuk dihentikan. Sebagaimana dilansir oleh Cleveland Clinic, Iyaad Hasan, Staff Associate dari Medical Subspecialties Institute di Cleveland Clinic Abu Dhabi menjelaskan, bagaimana Ramadan memperkenalkan “metode pengurangan” yang membuat banyak perokok secara alami mengurangi jumlah rokoknya setiap hari.

Namun, perlu dipahami juga bahwa tidak ada bentuk rokok yang aman untuk kesehatan. Merokok dengan rokok konvensional mungkin akan nampak jumlah batang rokok yang dikonsumsi. Sedikit berbeda dengan rokok elektrik (vape) yang saat ini nampaknya menjadi pilihan alternatif bagi sebagian perokok. Vape yang mengandung liquid (cairan) yang kini ditambahkan berbagai macam rasa menyebabkan penggunanya mendapat sensasi dari rasa yang dikeluarkan melalui asap.

Hal ini pula yang menyebabkan ada yang mengira bahwa vape tidak berbahaya karena asap yang dikeluarkan berbeda dengan asap rokok. Padahal, di dalam cairan tersebut terdapat beberapa zat yang berbahaya sebagaimana di rokok biasa, termasuk nikotin. Bahkan, CDC mencatat dalam setahun terakhir 2020, kasus penyakit paru-paru yang dikarenakan penggunaan produk vape dan rokok elektrik (EVALI) melonjak drastis.

Dengan berpuasa, maka tubuh telah melakukan mekanisme detoksifikasi racun di dalam tubuh. Proses ini diikuti dengan meningkatnya fungsi dan kinerja organ-organ tubuh. Termasuk pengeluaran nikotin. Maka, sejatinya puasa telah mejadikan tubuh kita mengalami proses perbaikan yang mungkin sebelumnya telah mengalami berbagai macam kerusakan akibat menumpuknya zat racun. Dengan demikian, puasa sudah seharusnya menjadikan kita tersadarkan untuk tidak lagi menumpuk racun dalam tubuh kita, salah satunya dengan berhenti merokok.

Secara psikologis, larangan untuk merokok ketika berpuasa antara matahari terbit dan terbenam, seharusnya membuat perokok mempertanyakan kembali alasan mereka merokok. Ketika bisa menemukan titik mendasar tersebut, akan menjadi faktor kunci sukses untuk berhenti merokok dalam jangka panjang. Sebagian orang menyatakan alasan mereka merokok karena memberikan sensasi bahagia dan mengurangi stress. Benarkah demikian?

Dilansir dari halaman Mental Health, beberapa penelitian ternyata membuktikan sebaliknya. Dikatakan, merokok justru meningkatkan kecemasan dan ketegangan. Memang, nikotin menciptakan rasa relaksasi secara langsung, sehingga perokok berkeyakinan kalau nikotin dapat mengurangi stres dan kecemasan. Padahal, perasaan ini bersifat sementara dan selanjutnya akan timbul gejala keinginan yang meningkat untuk merokok.

Nikotin memang merangsang pelepasan zat kimia dopamin di otak. Dimana dopamin terlibat dalam memicu perasaan positif. Pada orang yang depresi, kandungan dopamin dalam otak memang cenderung rendah. Alhasil, kebanyakan orang menggunakan rokok sebagai cara untuk sementara meningkatkan pasokan dopamin. Padahal, merokok justru mendorong otak untuk mematikan mekanisme pembuatan dopamin sehingga dalam jangka panjang pasokannya berkurang. Hal ini lah yang menyebabkan seseorang berkeinginan terus untuk merokok, karena ada persepsi pada dirinya bahwa dengan merokok menjadikan suasana hati menjadi bahagia.

Berpuasa Ramadan memiliki tujuan final adalah membentuk insan yang bertakwa. Bertakwa sejatinya adalah memiliki keyakinan yang penuh terhadap segala ketetapan Allah SWT. Sekaligus berusaha menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Termasuk meyakini bahwa dengan mengingat Allah sajalah, hati akan menjadi tenang. Sebagaimana firman Allah taála dalam QS. Ar-Ra’du ayat 28 yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram“. Dengan keyakinan ini, maka umat yang beriman akan mudah melepas kebiasaan merokok dan menggantinya dengan kebiasaan yang lebih bermanfaat.

Di sisi lain, para ulama telah bersepakat bahwa hukum merokok jatuh pada hukum makruh, bahkan haram. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III, 24-26 Januari 2009 di Sumatera Barat, ditetapkan bahwa merokok adalah makruh atau haram. Menjadi haram jika dikonsumsi oleh anak-anak, ibu hamil, atau bagi mereka yang merokok di tempat-tempat umum. Dijelaskan, alasan pengharaman ini adalah karena merokok termasuk perbuatan mencelakakan diri sendiri. Karena terbukti, merokok lebih banyak mudaratnya dibandingkan manfaatnya. Maka, semoga Ramadan menjadi waktu yang tepat bagi siapa saja untuk menyegerakan berhenti merokok. Selesai.