Kamis, 25 April 2024
Perguruan Tinggi

Mengenal Filantropi Muhammadiyah

Mengenal Filantropi Muhammadiyah

Dr. Drs. H. Immawan Wahyudi, M.H. dosen Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (kiri) pemateri studium generale DAM PC IMM Djazman Al-Kindi (Foto: Istimewa)

Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Djazman Al-Kindi Kota Yogyakarta menggelar studium generale dalam acara pembukaan Darul Arqam Madya (DAM) yang mengangkat tema “Filantropi Agraria Berbasis Tata Ruang”. Kegiatan ini bertempat di Amphitheater Fakultas Kedokteran Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Rabu, 17 Mei 2023.

Kegiatan didukung penuh oleh Dr. Muchlas, M. T. selaku Rektor UAD dan dihadiri oleh Dr. Drs. H. Immawan Wahyudi, M.H., seorang yang pernah jadi Wakil Bupati Gunungkidul selama 2 periode sekaligus dosen Fakultas Hukum UAD sebagai narasumber. Kegiatan dipandu oleh M. Faridh K. Masang, Ketua Bidang Kader IMM Universitas Cokroaminoto Yogyakarta sebagai moderator.

Ketua Umum PC IMM Djazman Al-Kindi Muhammad Rizki Ramadhan dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM DIY Muhammad Akmal Ahsan turut hadir sekaligus membuka acara tersebut.

Menariknya, Immawan Wahyudi memaparkan konsep filantropi dan gerakan secara ideologis mengenai bentuk dan implementasi filantropi agraria di dalam nilai-nilai kader Muhammadiyah, dalam hal ini adalah kader IMM. Immawan mengutip pesan penting bahwa fenomena filantropi adalah fenomena yang sangat penting dalam keseharian kita. Terlebih dalam konsep Islam filantropi begitu kuat baik dari sisi ajaran maupun tradisi Islam.

Dalam agama Islam filantropi dilembagakan dengan baik, dengan adanya badan zakat dan wakaf. “Filantropi adalah satu fenomena yang sangat penting dalam keseharian kita. Terlebih dalam konsep Islam filantropi begitu kuat dari sisi ajaran, dari tradisi Islam bahkan senyum saja sedekah. Ini bagi saya adalah hal luar biasa,” jelasnya.

Immawan memaparkan apa yang disampaikan Haryo Mojopahit dalam seminarnya beberapa waktu yang lalu, Haryo mengemukakan, studi filantropi dapat didekati dengan banyak ilmu, baik sosial, ekonomi, psikologi, maupun sejarah. Misalnya di dalam buku The Science of Giving menjelaskan bahwa filantropi dikaji dari sisi psikologis. Dari sisi sejarah misalnya buku Filantropi Islam: Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia oleh Amelia Fauzia yang menyajikan penelusuran historis yang komprehensif.

Haryo menyebut beberapa setidaknya ada beberapa keuntungan yang didapat dalam kajian filantropi dari studi historis. Pertama, membaca permasalahan di masyarakat dari sisi historis. “Ketika melihat permasalahan di masyarakat maka harus melihat ke belakang yaitu melihat dari sudut pandang sejarah,” ujar Immawan Wahyudi.

Dari sudut pandang metodologi itu, dibahas tentang bagaimana mencari sumber, metode, teori, melakukan interpretasi, dan menuliskan interpretasi tersebut ke dalam tulisan sejarah. Oleh karenanya, studi sejarah memberikan pengetahuan tentang kajian yang sedang dilakukan. Sejarah dapat melihat akar dari permasalahan yang sedang terjadi.

Pembicara selanjutnya, Citra Widuri, menjelaskan konsep connecting the dots. Banyak titik-titik bersejarah yang menjadi pengetahuan, kemudian pengetahuan ini bagi praktisi filantropi harus dihubungkan sebagai sebuah pengalaman. Selain itu, Citra mengingatkan dalam bidang profesional para amil perlu pengalaman dalam pengelolaan dana Islam untuk menyelesaikan permasalahan umat.

Di akhir sesi, Immawan menyampaikan landasan ideologis gerakan filantropi Muhammadiyah yang didasari pada teologi Al-Ma’un. Berdasarkan teologi Al-Ma’un, menegaskan bahwa praktik-praktik ritual keagamaan menjadi tidak berarti apabila para pelakunya memilih untuk berdiam diri apabila melihat masalah-masalah yang ada di masyarakat. (roy)

uad.ac.id