Kamis, 25 April 2024
Perguruan Tinggi

Belajar Menoleransi Ketidaksempurnaan

Belajar Menoleransi Ketidaksempurnaan

Memasuki pertengahan tahun 2023, sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) kembali mengungkapkan rasa syukur selepas menggelar Wisuda Doktor, Magister, Sarjana, dan Diploma Periode V Tahun Akademik 2022/2023. Prosesi acara yang dilaksanakan pada Jumat (26/05) di Gedung Auditorium Prof. K.H. Abdul Kahar Mudzakkir tersebut turut dihadiri orang tua wisudawan dan disiarkan pula melalui kanal daring.

Kali ini, sebanyak 687 lulusan dari berbagai jenjang yang mengikuti, dengan rincian sejumlah 19 ahli madya, 586 sarjana, 78 magister, serta 4 doktor. Wisudawan terbaik dari program Sarjana diraih oleh Khoirun Nisa’ Lu’lu’ Mafruchah, dari Program Studi Manajemen dengan IPK 4,00. Adapun wisudawan terbaik dari jenjang Magister diperoleh Timothy Dillan Tandjung dari Program Studi Informatika dengan perolehan IPK 4,00.

Dalam amanatnya, Rektor UII Prof. Fathul Wahid, S.T., M.Sc., Ph.D. menyampaikan ucapan selamat untuk para wisudawan. “Di momen ini, karenanya jangan lupa mengucap syukur kepada Zat Yang Maha Pemurah. Insyaallah, syukur akan menjadikan nikmat berlipat dan bertambah. Sebaliknya, kufur nikmat akan menjadikan kita menjadi manusia rendah. Setelah wisuda, perjalanan baru menunggu Saudara. Inilah saatnya Saudara meneguhkan kiprah di tengah masyarakat,” tuturnya.

Prof. Fathul juga menyampaikan satu perspektif mengenai ketidakteraturan yang sudah menjadi niscaya dalam kehidupan. “Ketidakteraturan sampai level tertentu seharusnya bisa ditoleransi selama tidak melanggar nilai-nilai mulia, seperti ketidakadilan, kejujuran, dan kesetaraan, dan di situ juga tidak melanggar hak orang lain,” sebutnya.

Menurutnya, manusia yang terjebak dalam sikap perfeksionis yang disebut sebagai “sindrom seharusnya begini” semestinya dapat melepaskan diri. “Kalau tidak, maka kita akan tersiksa. Karena yang nyata di depan mata, hampir selalu tidak sempurna,” ucapnya.

Rektor juga mengajak wisudawan agar dapat menoleransi ketidaksempurnaan, sebab peradaban manusia sendiri dibangun dari berjuta ketidaksempurnaan yang ditoleransi. “Contohnya, buku yang sempurna tidak pernah meninggalkan meja penulisnya. Selalu saja ada kekurangan dari setiap buku. Bahkan, mahasiswa yang lulus dengan IPK 4,00 pun tidak berarti memahami semua materi yang didiskusikan dalam perkuliahan tanpa cela,” katanya.

Selain itu, hadir pula Bapak Hidayat Safwan, perwakilan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII yang kini menjabat sebagai Pemimpin Divisi Remedial Recovery Komersial & Small Medium Enterprises PT. Bank Negara Indonesia, Persero (Tbk), Jakarta. Ia menyampaikan pentingnya wisudawan selepas lulus agar dapat mendorong proses pengayaan diri (enrichment).

“Momentum setelah lulus ini, kalau sampai tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, ini potensi perjuangan yang selama ini adek-adek lakukan, itu potensi untuk menjadi tidak banyak berguna. Justru, setelah lulus ini, adek-adek harus lebih banyak berjuang lagi. Harus lebih banyak belajar lagi,” ucapnya berpesan.

Selain itu, Pak Hidayat pula berpesan untuk selalu berikhtiar dan jangan pernah putus dari rahmat Allah Swt. “Kita potensi untuk terantuk, potensi mengalami masalah dan lain sebagainya. Tapi teman-teman, ketika teman-teman selalu ditempa oleh hal-hal seperti itu, teman-teman akan menjadi pribadi hebat, pribadi yang kuat. Tugas kita ini kan dua saja, ikhtiar dan berdoa,” pungkasnya. (JR/ESP)