Jumat, 19 April 2024
Perguruan Tinggi

Rektor UMY Jadi Guru Besar Bidang Ilmu Tanah

Rektor UMY Jadi Guru Besar Bidang Ilmu Tanah

Prof. Dr. Ir. Gunawan Budiyanto M.P., IPM., Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menjadi Guru Besar ke-17 di kampus berslogan Muda Mendunia ini. Lelaki yang akrab disapa Gunawan ini mendapatkan gelar Guru Besar di bidang Ilmu Tanah, sejak ditetapkan melalui SK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, per tanggal 15 November 2021. Sementara ceremony penyerahan SK Guru Besarnya akan dilaksanakan pada Senin (29/11) di UMY.Prof. Gunawan menjelaskan ilmu tanah ini merupakan sebuah ilmu yang mendasari semua bentuk kehidupan dan aktivitas manusia di muka bumi. “Semua makhluk hidup berpijak di tanah. Ilmu tanah itu banyak membicarakan tentang fungsi tanah, bagi keberlangsungan hidup di muka bumi,” ujarnya saat ditemui di ruangannya pada Rabu (24/11).Oleh karena itu, ketika berbicara tentang kehidupan di muka bumi kita tidak bisa berpaling dari yang namanya fungsi tanah untuk kemudian menghasilkan bahan pangan. Itu berhubungan dengan sejauh mana tanah itu kualitasnya dapat menumbuhkan tanaman-tanaman pertanian, yang dapat diambil hasilnya, dan dikonsumsi oleh manusia.Penelitian Prof. Gunawan ini lebih cenderung kepada bagaimana mengelola tanah agar selalu memiliki daya dukung dan kualitas yang memadai bagi keberlangsungan makhluk di bumi. Bahkan, ia mengaku penelitiannya sudah didalami sejak 1997, saat masih S2. “Saya selalu konsen kepada bagaimana kita meningkatkan, menjaga, mengevaluasi, mengelola produktivitas tanah.”Secara umum, penelitian yang dilakukan menyasar kepada daerah yang memiliki keterbatasan. Seperti konsen pada lahan-lahan yang terkena dampak bencana, misalnya erupsi gunung, tertimbun material tsunami, dan daerah-daerah yang tanahnya kurang subur seperti lahan pasir pantai yang selama ini tidak dimanfaatkan secara maksimal, kemudian lahan-lahan bekas tambang yang banyak tersebar di Bangka.“Beberapa penelitian saya juga berbicara tentang bagaimana mengembalikan kesuburan lahan bekas tambang, terutama tambang timah putih Bauksit.”Dengan cara memanfaatkan sumber daya lokal, misalnya dengan tanaman-tanaman kompos, dengan kotoran ternak pada berbagai macam dosis dan waktu pengaplikasiannya yang diatur, sedikit demi sedikit lahan tersebut pulih walaupun tidak seratus persen pulih seperti sediakala, tetapi kita membuktikan bahwa menambang secara besar-besaran tanpa memikirkan dampak selanjutnya, hanya akan merusak permukaan tanah.Fase pemulihan tanah bekas bauksit itu sedikit rumit yaitu dengan awalnya melakukan pembersihan batuan timah dengan menyemprotkan air bertekanan tinggi sehingga membuat tanah yang berupa tebing bisa longsor. “Pengurugan tanah dengan diratakan kemudian dimasukkan bahan organik sebanyak-banyaknya sebagai kunci dari kesuburan tanah. Itulah cara yang dilakukan untuk setidaknya mengembalikan fungsi tanah,” terang Prof. Gunawan.Dosen Fakultas Pertanian UMY ini kemudian menjelaskan tentang ciri-ciri lahan yang sudah rusak. Diantaranya adalah tanah tidak mampu menyimpan air, sehingga menjadi lahan kering, atau bahkan sebaliknya menjadi lahan basah yang mudah tergenang contohnya lahan bekas tambang timah dan justru membahayakan.Kendati demikian, Prof. Gunawan menaruh harapan agar siapapun yang ingin membuka lahan ada baiknya memikirkan keberlangsungan hidup ke depannya. Pasalnya, semakin sedikit lahan yang bisa ditanami, akan memperparah ketersediaan pangan.“Mengurangi eksploitasi lahan yang dapat merusak permukaan tanah itu sendiri, mencoba mengatur pola penggunaan lahan, mengidentifikasinya jika lahan memiliki produktivitas tinggi sebaiknya jangan dialih fungsikan dari fungsi aslinya sebagai lahan pertanian. Sehingga kita tidak perlu impor terus, beras, kedelai, sayuran, dan garam yang akan menyebabkan masalah besar.”Prof. Gunawan menekankan gelar Guru Besar yang baru saja diraihnya bukan puncak akademisnya. Dirinya akan tetap melakukan penelitian yang lebih luas lagi, dan meneliti lahan marginal (lahan yang rendah potensi dan produktivitasnya). “Saat ini terjadi penyusutan signifikan untuk lahan subur di Indonesia. Sehingga kita harus mulai berpikir, kita bisa bertani dengan teknologi khusus dengan cara khusus untuk meningkatkan produksi pangan,” pungkasnya. (Hbb)