Rabu, 15 Mei 2024
Perguruan Tinggi

Pekatnya Polusi Udara, Akademisi akan Sumbang Pemikiran Mengenai Kesehatan Pernapasan

Pekatnya Polusi Udara, Akademisi akan Sumbang Pemikiran Mengenai Kesehatan Pernapasan

[Kanal Media Unpad] Polusi udara saat ini mengancam kesehatan kita. Pekatnya polusi udara menyebabkan banyak orang rentan terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Beberapa wilayah di Indonesia mengalami kenaikan penderita ISPA akibat meningkatnya kadar polusi di udara.

“Ini adalah masalah serius yang perlu segera diatasi,” ungkap Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Prof. dr. Cissy B. Kartasasmita, M.Sc., Sp.A(K), PhD.

Prof. Cissy menjelaskan, dampak polusi udara sangat berbahaya bagi kesehatan pernapasan. Saluran pernapasan yang bersifat terbuka akan langsung berhubungan dengan udara luar dan lingkungan.

Pada saat seseorang menarik napas, maka ia akan memasukkan udara yang mengandung oksigen sekaligus semua bahan-bahan yang terkandung di dalamnya, termasuk di antaranya kuman penyebab penyakit.

Bila daya tahan tubuh sedang berkurang atau lemah, badan akan tidak maksimal dalam menolak infeksi dari bakteri atau virus saat hidung menghirup napas. Otomatis, badan akan mudah terinfeksi oleh kuman yang bisa menyebabkan ISPA, baik ISPA atas maupun bawah.

Lebih lanjut Prof. Cissy mengatakan, mekanisme pertahanan tubuh manusia sendiri bermacam-macam. Pada saluran pernapasan, ada beberapa mekanisme, seperti rongga hidung yang bersekat-sekat, bulu getar di saluran napas, lapisan dalam saluran napas (epitel), hingga bulu-bulu halus di permukaan saluran napas (silia). Mekanisme ini yang berfungsi menangkap dan “menyapu” berbagai partikel yang merugikan untuk keluar lagi.

“Bulu getar ini akan rusak oleh adanya polusi udara yang terhisap sehingga bulu getar tak bisa menyapu dengan sempurna dan terjadi gangguan termasuk masuknya kuman penyebab ISPA,” tuturnya.

Polusi Sampah

Selain polusi di udara, wilayah Bandung Raya juga saat ini dihadapkan pada problematika penanganan sampah akibat peristiwa terbakarnya TPA Sarimukti yang menyebabkan proses pengangkutan sampah rumah tangga menjadi terhenti sejak beberapa minggu terakhir. Menurut Prof. Cissy, masalah ini juga bisa berdampak pada kesehatan saluran pernapasan.

Ia menjelaskan, bau dari sampah yang tertimbun lama akan terjadi dekomposisi dan akan menghasilkan gas, salah satunya gas metan (CH4). Selain itu, akibat pembusukan gas dari sampah yang membusuk, yaitu gas ammonia (NH3) dan hydrogen sulfida (H2S), akan berpotensi mencemari udara.

“Pencemaran udara oleh gas tersebut akan mengakibatkan kualitas udara menurun dan menurut beberapa laporan dapat mengakibatkan berbagai penyakit yang berbahaya, seperti sesak napas, nyeri dada, bronkitis, pneumonia, dan kambuhnya asma.

“Untuk mengatasinya kita bisa tetap melaksanakan protokol kesehatan seperti yang kita

lakukan selama pandemi Covid-19, seperti memakai masker, cuci tangan, menghindari kerumunan, mengurangi keluar rumah, namun tidak perlu sampai lockdown,” ujarnya.

Menarik Perhatian Akademisi

Masalah sosial dan kesehatan akibat polusi tersebut akan makin mengemuka apabila tidak ada upaya serius dalam menanggulanginya. Menjadi peran akademisi untuk berkontribusi memberikan solusi dalam penanganan dampak kesehatan pernapasan akibat polusi udara tersebut.

Salah satu yang fokus pada kesehatan saluran pernapasan adalah RESPIRE. RESPIRE merupakan unit penelitian global yang dibiayai National Institute for Health and Care Research dari Inggris yang memiliki fokus pada kajian kesehatan saluran pernapasan (respiratory health) di Asia.

RESPIRE yang berada di University of Edinburgh, Skotlandia, ini telah berkolaborasi dengan empat negara di Asia, yaitu Bangladesh, India, Malaysia, dan Pakistan sejak 2016. Kolaborasi ini dinilai berhasil dan mendapat penghargaan untuk melaksanakan riset hingga 2026 dengan mengajak tiga negara lainnya, yaitu Bhutan, Indonesia, dan Sri Lanka. Universitas Padjajaran menjadi salah satu mitra RESPIRE dari Indonesia.

“Visi dari RESPIRE adalah menurunkan jumlah kematian dan memperluas impact kesehatan dan sosial dari penyakit saluran pernapasan di sebagian dunia dengan populasi yang paling dirugikan di dunia,” kata Prof. Cissy.

Pertemuan Ilmiah

Salah satu wujud kerja sama Unpad dan University of Edinburgh dalam upaya kontribusi untuk masalah kesehatan pernapasan adalah melalui penyelenggaraan pertemuan ilmiah.

Prof. Cissy menyampaikan ada dua agenda yang akan digelar dalam waktu dekat, yaitu Mini Simposium bertajuk “Air Pollution and Health” yang digelar secara daring pada Senin (19/9/2023) mendatang.

Kegiatan ini menghadirkan tiga pembicara utama, yaitu Profesor University of Edinburgh Prof. Harry Campbell, Dosen FK Unpad Dr. Ardini Raksanagara, dr., MPH., serta Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada Dr. Rina Triasih, M.Med(Paed), Sp.A(K), PhD.

Sementara agenda selanjutnya menjadi puncak dari kegiatan kolaborasi tersebut, yaitu “RESPIRE Annual Scientific Meeting 2023 External Showcase Programme” yang akan digelar di Hotel Mercure Lengkong Besar, Bandung, 27 September 2023 mendatang.

“ Acara ini akan diikuti 120 peserta dari luar negeri dan Indonesia,” kata Prof. Cissy.*