Jumat, 26 April 2024
Sekolah Menengah Pertama

Belajar dari Kesuksesan Orang Lain

Belajar dari Kesuksesan Orang Lain

Oleh : M. Bakiruddin, S.H *)

Larangan membenci kesuksesan orang lain sudah ter teks tual dalam Al-Quran maupun hadis Nabi Muhammad SAW. Karena dari sikap buruk ini akan berdampak kekejian, sombong; enggan menerima kebenaran orang lain, sekaligus merasa risih jika orang lain sedang naik daun. Orang kafir menolak ajaran Islam sejatinya bukan karena meragukan argumentasi dan kebenaran Islam, melainkan karena dalam hatinya ada rasa tidak terima dengan artian iri dan dengki kenapa harus Nabi Muhammad yang menjadi mentor.

Sebenarnya tidak layak jika yang berhasil dibenci, bukankah kesuksesan disebabkan kerja keras sehingga Allah memberikan takdir baik? Pada hakikatnya kita tidak menerima takdir Allah ketika membenci orang yang sedang berada dalam nikmat  Allah, seperti sukses dan berhasil.

Kesalahan timbul dari diri kita; mengapa usahanya masih setengah matang, dan doanya masih separuh-separuh. Membenci kesuksesan orang lain sama halnya dengan membenci diri kita yang sedang dalam ambang kegagalan. Kesalahan bukan terletak pada keberhasilan selain kita, tapi yang bermasalah hati kita sendiri karena sudah merasa tidak bahagia ketika orang lain bahagia.

Seharusnya jika memang memiliki nalar sehat, maka bukan malah dimusuhi melainkan dijadikan contoh sekaligus mengingini hal serupa sebagaimana yang dimiliki oleh mereka yang sukses. (Ini yang benar)

Bukankah Allah telah berfirman dalam surah Az-Zukhruf ayat 32 :

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ ۚ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ

Atinya : apakah mereka yang membagi rata rahmat tuhanmu (tidak). Kita (Allah) yang membagi kehidupan mereka didunia.

Setelah kita mengetahui ayat ini buat apa masih terasa mengganjal terhadap nikmat yang diberikan tuhan kepada orang lain?. Bahkan pembenci kesuksesan orang lain sangat perlu ditertawakan karena menyanggah takdir tuban sekaligus tidak mengerti bahwa dirinyalah yang kurang maksimal dalam menjalankan hidup. Pada dasarnya mereka yang Iri tidak akan pernah memiliki jawaban yang rasional ketika ditanya “mengapa kamu tidak menyukai kesuksesan dia?”.

Boleh saja kita tidak menyukai nikmat yang dimiliki oleh orang lain namun dengan garis bawah; bahwa orang tersebut menggunakan kesuksesannya dalam prihal yang terlarang oleh agama, sehingga bencinya bukan karena nikmatnya melainkan karena dia bermaksiat kepada Allah.

Disini kita perlu membahas persoalan iri yang di perbolehkan dan terlarang:

  1. Iri yang terlarang ialah disaat kita tidak menyukai keberhasilan orang lain dan menginginkan nikmat tersebut sirna dari sisi orang itu
  2. Iri yang diperbolehkan ialah ketika kita menginginkan hal yang sama dengan orang tersebut (yang sukses) namun kita tidak membenci dan tidak menginginkan keberhasilan itu sirna dari dirinya (orang yang berhasil)

Oleh sebabnya seharusnya yang berhasil dijadikan contoh bukan malah dibenci dan merasa risih. Jangan kebakaran jenggot jika melihat kebahagiaan orang lain, berlomba-lomba menuju kesuksesan boleh-boleh saja, bahkan hukumnya wajib jika aspeknya berupa keimanan, dan sunnah jika prihal yang dikejar merupakan hal yang disunnahkan, jika berupa duniawi maka hukumnya mubah. Yang tidak boleh ialah ketika kita berlomba-lomba namun saling menjatuhkan, dan tidak suka jika saudara atau lawan kita berada dalam puncak kesuksesan.

*) Pembina Eskul Baca Kitab Turats MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid