Minggu, 19 Mei 2024
Perguruan Tinggi

UPH Kukuhkan Prof. Edwin Tambunan Sebagai Guru Besar UPH, Dorong Perdamaian melalui Penelitian Sensitivitas Konflik

UPH Kukuhkan Prof. Edwin Tambunan Sebagai Guru Besar UPH, Dorong Perdamaian melalui Penelitian Sensitivitas Konflik

Universitas Pelita Harapan (UPH) resmi mengukuhkan Guru Besar baru. Prof. Dr. Edwin Martua Bangun Tambunan, S.I.P., M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UPH sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Keamanan dan Perdamaian. Seremoni pengukuhan diadakan pada 29 April 2024, di UPH Kampus Lippo Village. Pengangkatan ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tertanggal 1 Desember 2023. Prof. Edwin merupakan Guru Besar ke-34 yang dikukuhkan di UPH. 

Prof. Edwin berhasil meraih gelar Guru Besarnya melalui penelitian yang berjudul “Sensitivitas Konflik untuk Mewujudkan dan Merawat Perdamaian”. Dalam orasi ilmiahnya, Prof. Edwin menekankan tentang pentingnya penerapan sensitivitas konflik untuk mewujudkan dan merawat perdamaian. Upaya ini perlu dilakukan di berbagai bidang kehidupan, terutama untuk mencegah efek destruktif yang ditimbulkan akibat konflik yang terjadi antar organisasi atau negara tertentu. Misalnya, seperti kejadian perang antar Rusia dan Ukraina atau perang antar Hamas dan Israel yang terjadi baru-baru ini. 

“Sensitivitas konflik adalah pendekatan dari organisasi untuk memastikan bahwa respons atau intervensi yang dilakukan jangan sampai secara tidak sengaja berkontribusi terhadap konflik. Sebaliknya, dengan adanya sensitivitas konflik justru harus semakin memperkuat inklusi, partisipasi, dan rasa kepemilikan. Adapun respons atau intervensi yang dimaksudkan di sini dapat berupa inisiatif, kebijakan, program, proyek, atau tindakan,” jelasnya. 

Lebih lanjut, Prof. Edwin mengambil contoh terkait perang Hamas dan Israel. Menurutnya, apabila kedua pihak mau melakukan kalkulasi dan memiliki sensitivitas konflik, maka kemungkinan besar tidak perlu terjadi perang besar yang menewaskan ribuan penduduk sipil. 

Melalui paparan orasi ilmiahnya, Prof. Edwin turut menegaskan bahwa sensitivitas konflik adalah sebuah pendekatan yang berkeadilan. Untuk itu, analisis yang dilakukan harus cermat mengungkap berbagai kesenjangan, ketimpangan, ketidakadilan, dan pelanggaran yang tengah terjadi. Dengan informasi yang diperoleh; diharapkan inisiatif, kebijakan, maupun program yang dirancang akan meminimalkan konflik yang ada.  

Menurut Edwin, “Ada tiga cara penerapan sensitivitas konflik yang dapat dilakukan dalam suatu organisasi. Pertama, dengan membiasakan organisasi untuk melaksanakan analisis konflik dan memperbaruinya secara berkala. Kedua, dengan menghubungkan analisis konflik dan siklus pemrograman intervensi. Ketiga, dengan merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi intervensi merujuk pada hasil analisis konflik, termasuk mendesain ulang bila diperlukan. Di antara ketiganya itu, analisis konflik adalah komponen utama dalam pengembangan sensitivitas konflik. Kegiatan ini menjadi landasan untuk penyusunan program yang sensitif terhadap konflik, khususnya dalam hal pemahaman tentang interaksi antara intervensi dan konteksnya.” 

Melalui penelitiannya, Prof. Edwin berharap manfaat dari sensitivitas konflik dapat diterapkan secara relevan dan penerapannya diperluas termasuk ke dalam ranah kebijakan publik dan dunia usaha. Ia menegaskan, penerapan secara cermat dan tepat dapat mencegah terjadinya risiko, meminimalkan risiko, dan mitigasi risiko terjadinya konflik atau kekerasan. Selain itu, juga akan membentuk persepsi positif atas kebijakan, program, proyek, atau inisiatif yang dilaksanakan, serta memperkuat citra dan reputasi positif dari organisasi maupun pejabatnya. 

Turut hadir dan melantik Guru Besar baru, Dr. (Hon.) Jonathan L. Parapak, M. Eng., Sc., selaku Rektor UPH mengatakan, “Apa yang disampaikan melalui penelitiannya Prof. Edwin sangat luar biasa bagi kita dalam bermasyarakat. Kita semua tahu saat ini banyak terjadi konflik yang menjadi masalah luas dan berdampak pada warga sipil. Kita bersyukur Indonesia menjadi negara yang juga turut membantu menyelesaikan masalah yang terjadi. Sebagai Rektor, saya bersyukur bahwa Tuhan memberkati UPH dengan lahirnya para Guru Besar ini yang mampu memperkaya keilmuan di bangsa ini. Saya berharap ini menjadi semangat bagi kita semua untuk terus berkontribusi bagi pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Kiranya, Prof. Edwin dapat terus mengabdi dan terus meningkatkan pendidikan di Indonesia,” sambut Rektor UPH. 

Prita Ekasari, S.T., M. MSI, selaku Ketua Tim Kerja Sumber Daya Pendidik Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, turut memberikan apresiasi atas pengukuhan Guru Besar baru ini. Ia berharap Prof. Edwin dapat berperan penting dalam pengembangan ilmu hubungan internasional dan memberikan kontribusi besar dalam riset dan kebijakan pemerintah. 

Pengukuhan Prof. Edwin memperkuat reputasi UPH sebagai lembaga pendidikan yang selalu berupaya untuk meningkatkan standar pengajarannya dan tentunya berkontribusi bagi bangsa. UPH senantiasa membentuk pemikiran dan pengetahuan mahasiswa dengan dinamika global yang relevan dengan perkembangan saat ini.  

Melalui tenaga pendidik berkualitas, UPH berkomitmen mempersiapkan mahasiswa menjadi generasi muda yang siap menghadapi tantangan masa depan dan siap menjadi pemimpin masa depan yang sikap takut akan Tuhan, berdampak positif, profesional, dan kompeten. 

 

Tentang Program Studi Hubungan Internasional 

Dalam menciptakan generasi yang kompeten di bidangnya, FISIP UPH memiliki Program Studi Hubungan Internasional yang membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keahlian praktis untuk bergerak di bidang perdagangan internasional, budaya, studi ASEAN, serta korporasi dan keamanan internasional. Lulusan Hubungan Internasional UPH memiliki prospek karier yang luas, seperti Analis Hubungan Internasional, Spesialis Regional Asia Tenggara, Staf Kedutaan, Diplomat, Konsultan Internasional, Negosiator, Wartawan, hingga Staf/Petugas Hubungan Pemerintah.