Rabu, 15 Mei 2024
Perguruan Tinggi

Pakar Unpad: Penggunaan Pupuk Hayati Wujudkan Pertanian Berkelanjutan

Pakar Unpad: Penggunaan Pupuk Hayati Wujudkan Pertanian Berkelanjutan

[Kanal Media Unpad] Dalam mencapai pertanian berkelanjutan, salah satu tantangan yang dihadapi adalah masalah defisiensi fosfat dalam tanah. Fosfat adalah salah satu unsur hara penting bagi pertumbuhan tanaman. Tanpa cukup fosfat, tanaman tidak dapat tumbuh dengan optimal.

Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Ir. Betty Natalie Fitriatin, M.P., mengatakan, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan kadar fosfat (P) tanah salah satunya dengan pemberian pupuk anorganik. Namun, penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus dapat menurunkan kualitas tanah dan mencemari lingkungan.

“Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dan efisiensi pemupukan serta kualitas tanah, maka perlu dikembangkan pemanfaatan sumber daya hayati yang potensial untuk memfasilitasi ketersediaan unsur hara tanah,” kata Prof. Betty.

Hal tersebut disampaikan Prof. Betty saat membacakan Orasi Ilmiah Berkenaan dengan Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Mikrobiologi Pertanian pada Fakultas Pertanian berjudul “Teknologi Inovatif Berbasis Pupuk Hayati Pelarut Fosfat dalam Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan”. Acara diselenggarakan di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Rabu (27/9/2023).

Salah satu contoh pemanfaatan sumber daya hayati adalah dengan menggunakan mikroba tanah yang berperan dalam transformasi unsur hara P yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati, yaitu mikroba pelarut fosfat.

Prof. Betty menjelaskan, Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) merupakan kelompok mikroba tanah yang mempunyai kemampuan mengekstraksi P dari ikatan dengan Al, Fe, Ca, dan Mg, sehingga dapat melarutkan P yang asalnya tidak tersedia bagi tanaman menjadi tersedia bagi tanaman. Hal ini terjadi karena mikroba tersebut mengeluarkan asam-asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah.

“Kelompok mikroba pelarut fosfat ini, selain dapat melepaskan P yang terfiksasi juga dapat memproduksi enzim fosfatase. Enzim fosfatase yang dikeluarkan oleh mikroba tersebut dapat memineralisasi P organik menjadi P anorganik. Proses mineralisasi P organik secara langsung menentukan ketersediaan P untuk tanaman,” jelasnya.

Mikroba yang berperan dalam proses transformasi P ini antara lain dari kelompok bakteri: Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Micrococcus yang disebut “phosphobacteria”, sedangkan dari kelompok fungi: Penicillium, Aspergillus, Fusarium, Sclerotium.

Adanya kelompok bakteri yang mempunyai kemampuan dalam melarutkan fosfat juga menghasilkan fitohormon seperti Bacillus polymyxa, merupakan suatu keuntungan yang sangat berarti di bidang pertanian yang berkelanjutan.

Prof. Betty dan tim pun telah menganalisis empat isolat bakteri dan tiga isolat jamur pelarut fosfat terhadap kandungan zat pengatur tumbuh. Penelitian ini telah dikembangkan terus dan diformulasikan dengan mikroba menguntungkan lainnya hingga diproduksi melalui kerja sama dengan PT. Pupuk Kujang dengan merek Bion-Up. Selain itu mikroba pelarut fosfat dari penelitian-penelitian ini telah mendapat Hak Paten.

Selain itu, isolat-isolat MPF lainnya juga telah dikembangkan dengan konsorsium mikroba menguntungkan lainnya sebagai pupuk hayati melalui kerjasama dengan PT. Eco Agro Mandiri.

“Dalam upaya mencapai pertanian berkelanjutan, kita perlu mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia. Pupuk hayati pelarut fosfat membantu mengurangi kebutuhan pupuk fosfor kimia, sehingga mendukung pertanian yang lebih ramah lingkungan,” jelas Prof. Betty.

Peningkatan status hara tanah karena pemberian pupuk hayati pelarut fosfat ini mampu mengurangi kebutuhan pupuk P sebanyak 25-50%. Berkurangnya kebutuhan pupuk P anorganik akibat pemberian pupuk hayati ini sangat berperan dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan.

Konsorsium pupuk hayati pelarut P dengan mikroba menguntungkan lainnya dapat meningkatkan kualitas tanah dan hasil tanaman lebih baik. Tantangan ke depan adalah upaya pengembangan pupuk hayati dengan berbagai formulasi sehingga diperoleh pupuk hayati yang mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan produksi tanaman yang tinggi dan efisiensi pupuk yang tinggi.

“Seperti semua inovasi, pemanfaatan pupuk hayati juga menghadapi tantangan. Salah satunya adalah edukasi yang luas mengenai manfaatnya. Kita perlu bekerja sama untuk mensosialisasikan dan memberikan pemahaman kepada petani dan masyarakat umum tentang bagaimana pupuk hayati ini dapat membantu mengubah paradigma pertanian menuju praktik yang lebih berkelanjutan,” ujar Prof. Betty. (arm)*