Minggu, 05 Mei 2024
Perguruan Tinggi

Mengulik Pengaruh Teknologi Informasi dalam Implementasi HAKI di Indonesia

Mengulik Pengaruh Teknologi Informasi dalam Implementasi HAKI di Indonesia
Ilustrasi Hak atas Kekayaan Intelektual (Sumber: Freepik.com)

Ilustrasi Hak atas Kekayaan Intelektual (Sumber: Freepik.com)

Kampus ITS, Opini – Tantangan dalam proses pengembangan suatu gagasan baru tidak berhenti sesaat setelah karya itu lahir. Adanya berbagai tantangan terkait kepemilikan karya setelah ditorehkan memaksa individu atau kelompok yang untuk turut andil, terikat, dan bertekad untuk melindungi orisinalitas inovasinya.

Sejatinya, seorang inventor tidak perlu risau akan skenario di mana terjadi pencurian atas inovasi yang digagasnya. Hal ini disebabkan telah ada payung hukum yang melindungi hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Adanya payung hukum tersebut akan mencegah satu pihak memperoleh pengakuan dan keuntungan finansial dari gagasan milik orang lain.

Lebih dalam, HAKI adalah hak yang didapatkan karena kemampuan intelektual manusia dalam menghasilkan inovasi di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra ataupun teknologi. Dilansir dari laman Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DKJI), HAKI dibedakan menjadi paten, merek, hak cipta, desain industri, indikasi geografis, rahasia dagang, dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Selain itu, terdapat pula jenis kekayaan intelektual komunal berupa kebudayaan tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi.

Masifnya pengembangan teknologi saat ini membawa dilema tersendiri bagi para inventor. Di satu sisi, perkembangan teknologi informasi  membuat pendaftaran produk HAKI menjadi lebih mudah. Digitalisasi membuat masyarakat Indonesia mampu mendaftarkan inovasi dan karyanya secara daring melalui laman resmi DKJI Indonesia. Di laman yang sama juga dijelaskan terkait syarat, prosedur biaya, serta formulir yang harus disiapkan saat proses pendaftaran. 

Gambar diargram alur pendaftaran hak cipta di Indonesia (Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DKJI))

Diargram alur pendaftaran hak cipta di Indonesia (Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DKJI))

Menariknya, DKJI memberikan biaya yang lebih rendah bagi masyarakat yang melakukan registrasi secara daring. Hal ini dilakukan guna meningkatkan ketertarikan inventor untuk mendaftarkan karyanya mengingat kemudahan yang diberikan. Tak sampai di situ, DJKI juga memfasilitasi pendaftaran melalui biro internasional untuk memudahkan produk HAKI mendapatkan pengakuan negara lain.

Kendati demikian, perkembangan teknologi informasi juga memberikan tantangan tersendiri terhadap munculnya berbagai pelanggaran atas HAKI. Berbagai platform dan program bermunculan dengan menghadirkan produk berhak cipta seperti buku, film, musik, dan sebagainya yang dapat diakses dengan mudah secara ilegal. Hal ini membuat pencipta platform tersebut mendapatkan keuntungan ekonomi berkat komersialisasi produk tiruan atau bajakan.

Sebagai contoh, pelanggaran hak cipta dapat berupa film yang beredar melalui kanal media sosial, situs web, dan aplikasi ilegal. Dibanding menonton di layar lebar atau layanan streaming yang terafiliasi dengan rumah produksi film, terdapat kelompok masyarakat yang memilih menonton film bajakan dengan alasan gratis. Situasi ini tentunya sangat merugikan semua pihak yang menyumbangkan pikiran, tenaga hingga materi dalam produksi film tersebut.

Selain pelanggaran hak cipta, pelanggaran HAKI yang marak terjadi di masyarakat ada di ranah hak merek atau trademark. Merek menjadi identitas dari produk yang dirilis sebuah perusahaan. Sengketa yang biasa terjadi berupa gugatan atas nama, logo, susunan warna dan tampilan grafis lain yang mencirikan produk yang telah ada sebelumnya. 

Dalam menetapkan kepemilikan dari suatu inovasi, Indonesia menganut sistem first-to-file, dimana  produk yang didaftarkan terlebih dahululah yang akan mendapatkan HAKI. Pendaftaran HAKI dari suatu gagasan atau produk perlu menekankan spesifikasi dan penjelasan terkait hal yang membedakan dari penemuan sebelumnya. Oleh karena itu, masyarakat harus memiliki kesadaran untuk mendaftarkan inovasinya sebelum didahului oleh pihak lan. 

Guna melindungi kekayaan intelektual yang dimiliki setiap pihak, perlu adanya kerja sama dari semua lapisan masyarakat. Jika terdapat pelanggaran yang ditemukan di lapangan, masyarakat dapat melaporkannya ke DJKI untuk segera dilakukan penyelidikan. Penggunaan teknologi informasi secara cermat akan melindungi perkembangan inovasi yang ada di Indonesia. (*)

 

Ditulis oleh:
A. Rifda Yuni Artika
Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Angkatan 2023
Reporter ITS Online