Sabtu, 06 Juli 2024
Perguruan Tinggi

Mahasiswa Hukum Kesehatan SCU Pahami Tantangan dan Peluang Regulasi Limbah Mikroplastik

Mahasiswa Hukum Kesehatan SCU Pahami Tantangan dan Peluang Regulasi Limbah Mikroplastik

Mulai menjadi salah satu isu yang naik daun di kalangan para pemerhati lingkungan, siapa sangka kekhawatiran tentang adanya mikroplastik telah berangkat dari 2015. Hal tersebut diungkapkan Guru Besar Ekologi dan Ketahanan Pangan Soegijapranata Catholic University (SCU), Prof Budi Widianarko.

Beliau hadir dalam Kuliah Umum “Kontaminasi Mikroplastik: Tantangan Regulasi Keamanan Pangan” pada 29 Juni 2024. Kegiatan ini diselenggarakan Program Magister Hukum Kesehatan (MHKes) SCU secara hybrid di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan.

Dalam forum tersebut, Prof Budi menuturkan minat penelitian mikroplastik mencapai puncaknya pada 2017. Bukan mikroplastik, banyak peneliti pada awalnya mengkhawatirkan senyawa racun organik yang menempel di limbah plastik. “Terkejut betul karena limbahnya dari partikel plastik itu sendiri yang mengalami penguraian ukurannya menjadi semakin kecil,” pungkas Prof Budi.

Walau tidak berdampak secara langsung, beberapa kasus membuktikan adanya mikroplastik yang ditemukan di tubuh makhluk hidup.

“Ada kasus orang paru-parunya di dalamnya ada plastik. Ada juga ditemukan (mikroplastik) di darah dan organ dalam sapi. Sayur hidroponik di akar dan batang ada mikroplastik, di daun paling banyak,” tambah Prof Budi.

Limbah Mikroplastik

Lebih lanjut, Prof Budi menerangkan munculnya limbah mikroplastik dikarenakan tidak mumpuninya pengelolaan sampah plastik. Selain dengan daur ulang, semestinya sampah plastik dihancurkan dengan dibakar dalam suhu tinggi di atas 100°C. “Terlepas begitu saja ke sungai dan laut, sehingga hancur menjadi serpihan-serpihan kecil yang akhirnya menjadi mikroplastik,” lanjut Prof Budi.

Walau sudah mengkhawatirkan, Prof Budi menilai pemerintah tidak begitu serius dalam menangani kasus ini. Tidak hanya sebatas langkah preventif, tapi juga memperbaiki tata kelola pengelolaan sampah. “Kalau diibaratkan sedotan yang dipakai orang Indonesia 1 hari kalau disambungkan sama dengan keliling dunia sekali,” tegas Prof Budi. Di sisi lain, Prof Budi juga tidak menampik bahwa plastik sudah tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat.

Tren penggunaan plastik terus naik ditandai dengan produksi plastik yang diprediksi akan naik sebanyak 100 kali lipat pada 2050 dari angka produksi 2015. Sejauh ini, dunia telah memproduksi sebanyak 400 juta ton plastik per tahunnya. Lebih dari 60% penggunaannya ada pada industri Food and Beverages (FnB). “Kebutuhannya juga masih tinggi karena berbarengan dengan peralatan elektronik, makanan juga tidak bisa dihindari,” ujar Prof Budi.

Ia pun menilai pentingnya pemerintah dalam menetapkan regulasi mengenai pengelolaan sampah plastik. Maka dari itu, Prof Budi juga ikut mendorong mahasiswa MHKes SCU untuk ikut berinovasi dalam memecahkan ketidakpastian limbah mikroplastik. “Rata-rata sejak kita bangun tidur sampai tidur lagi kita berhadapan dengan minimal 200 barang yang berbeda dengan unsur plastik,” tambahnya.