Senin, 29 April 2024
Perguruan Tinggi

Peran Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Peran Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Depok, 24 Februari 2024. Universitas Indonesia (UI) mengukuhkan Prof. dr. Indah Suci Widyahening, Sp. KKLP., sebagai guru besar dalam bidang Ilmu kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran (FK), di Aula Gedung IMERI, Kampus UI Salemba, pagi tadi (Sabtu, 24/2). Pada upacara pengukuhan yang dipimpin langsung oleh Rektor UI Prof. Ari Kuncoro, S.E., M.A., Ph.D., Prof. Indah menyampaikan pidato pengukuhannya yang berjudul “Peran Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer dalam Menjembatani Kesenjangan Pengendalian Penyakit Tidak Menular di Indonesia”.

Dalam pidatonya tersebut ia menekankan tentang urgensi penatalaksanaan Penyakit Tidak Menular (PTM) yang masih menjadi tantangan kesehatan global di abad ke-21. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2018, kematian akibat PTM tercatat mencapai 71% kematian di dunia, termasuk 75% kematian prematur (kematian pada usia 30-69 tahun). Oleh karena itu, salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di bidang kesehatan adalah menurunkan secara relatif risiko kematian prematur yang disebabkan oleh PTM sebesar sepertiga pada tahun 2030.

Di Indonesia, enam dari sepuluh penyakit penyebab kematian terbesar merupakan PTM, dengan tiga teratas adalah penyakit jantung iskemi, stroke, dan diabetes. Sementara faktor risiko penyebab kematian terbesar adalah peningkatan tekanan darah, pola makan yang tidak sehat, kadar glukosa darah puasa yang tinggi dan konsumsi tembakau. WHO telah memprediksi bahwa target menurunkan secara relatif risiko kematian di bawah usia 70 tahun akibat PTM sebesar sepertiga tidak akan bisa dicapai oleh Indonesia di tahun 2030. Meskipun demikian, target itu masih mungkin tercapai pasca 2040, jika segera dilakukan perbaikan terhadap intervensi yang saat ini dijalankan.

Prof. Indah mengatakan, pengendalian PTM di Indonesia dilaksanakan melalui berbagai program, yang mencakup upaya promosi kesehatan melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas), pengendalian faktor risiko melalui peran serta masyarakat pada Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM), pelayanan kesehatan melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) bagi peserta BPJS di layanan primer, serta berbagai upaya kuratif dan rehabilitatif di layanan sekunder dan tersier. Namun, semua upaya yang telah dilakukan belum berhasil mengendalikan PTM, terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah penyandang PTM dan penyakit katastropi, serta beban ekonomi maupun sosial yang timbul sebagai akibatnya.

“Untuk mempercepat target pengendalian PTM di Indonesia, maka rekomendasi yang saya berikan, adalah pertama, meningkatkan jumlah Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer sebagai dokter yang memiliki kompetensi pengendalian PTM yang efektif,” ujar Prof. Indah. Saat ini, terdapat kurang lebih 600 dokter Spesialis Kedokteran Keluarga Layanan Primer (SpKKLP) yang tersebar di seluruh Indonesia, sebagian besar masih terkonsentrasi di pusat-pusat pendidikan. Sementara terdapat lebih dari 10.000 puskesmas yang tersebar di lebih dari 7200 kecamatan di seluruh Indonesia.

Untuk bisa mengisi kesenjangan dalam hal penanggulangan PTM, Prof. Indah menyebut bahwa diperlukan setidaknya satu orang SpKKLP di puskesmas yang mampu melaksanakan upaya pencegahan paripurna di setiap tahapan perjalanan PTM yang meliputi pencegahan primer, sekunder, dan tersier. “Setiap keluarga di Indonesia harus memiliki seorang Dokter Keluarga Layanan Primer, untuk mendampingi mereka dalam menjaga kesehatan dan mencegah PTM,” kata Prof. Indah.

Rekomendasi kedua adalah menargetkan pengendalian pada kelompok usia remaja dan dewasa muda melalui upaya promosi kesehatan dan pengendalian faktor risiko berbasis setting. Program-program pengelolaan faktor risiko PTM yang diselenggarakan berbasis setting dimana kelompok remaja dan dewasa muda berada, seperti sekolah, kampus atau tempat kerja, perlu diperkuat. Begitu juga model layanan kesehatan primer bagi kelompok remaja dan dewasa muda yang menekankan keterlibatan kelompok itu sendiri (peer-engagement) perlu dikembangkan.

Selanjutnya, rekomendasi ketiga adalah mendorong riset-riset operasional yang bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian faktor risiko PTM dan pencegahan paripurna yang efektif di layanan primer. Model intervensi bisa diterapkan pada berbagai komponen yang menjadi domain layanan primer mulai dari pengorganisasian layanan, sistem informasi kesehatan, pengelolaan sumber daya manusia, obat-obatan esensial,  vaksin dan teknologi tepat guna, penjaminan mutu, promosi kesehatan, pencegahan dan penatalaksanaan terhadap penyakit spesifik maupun interaksi dengan sektor lain.

“Dengan demikian target global menurunkan secara relatif risiko kematian prematur yang disebabkan oleh PTM sebesar sepertiga di Indonesia, bisa dicapai dalam waktu yang tidak terlalu terlambat. Sehingga, cita-cita Indonesia Emas pada tahun 2045 akan tercapai sesuai harapan kita semua,” kata Prof. Indah.

Karya tulis Prof. Indah telah diterbitkan di berbagai jurnal nasional maupun internasional. Beberapa di antara publikasi ilmiah tersebut adalah Diagnostic Performance of Urine-based HPV-DNA Test (CerviScan, Bio Farma) as Cervical Cancer Screening Tool in Adult Women (2023); Knowledge, attitude, and practice related to the COVID-19 pandemic among undergraduate medical students in Indonesia: A nationwide cross-sectional study (2022); dan Noncommunicable diseases risk factors and the risk of COVID-19 among university employees in Indonesia (2022).