Sabtu, 27 April 2024
Perguruan Tinggi

Raditya Arief, Mahasiswa Disabilitas Lulus dengan Predikat Cumlaude

Raditya Arief, Mahasiswa Disabilitas Lulus dengan Predikat Cumlaude

Depok, 2 Maret 2024. Raditya Arief Putrasetiawan berhasil membuktikan bahwa keterbatasan diri bukanlah halangan untuk mencapai cita-cita. Radit yang terlahir dalam kondisi tunanetra berhasil menamatkan pendidikan sarjana di Universitas Indonesia (UI) dengan predikat cumlaude. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,84 diraihnya dalam waktu 3,5 tahun di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB).

Ketika ditemui pada saat upacara Wisuda Tahun Akademik Semester Gasal 2023/2024 yang berlangsung di Balairung, Jumat (1/3), Radit mengatakan bahwa prestasi yang diraihnya tidak terlepas dari support system yang ada di lingkungan UI. Keluarga, kampus, dan teman-teman adalah pihak yang paling berpengaruh atas keberhasilan pendidikannya. Selama menjalani proses pembelajaran, kendala akan selalu ada, menurut pengakuan Radit. “Namun, berkat support system yang bagus, dosen dan teman-teman yang banyak membantu, kendala-kendala tersebut bisa teratasi”, ujar Radit.

Menurutnya, perkembangan teknologi digital saat ini memudahkannya untuk mengakses materi pembelajaran karena bahan-bahan perkuliahan yang berbentuk teks dapat dikonversikan ke dalam audio. Hal itu tentu saja memudahkan teman-teman tunanetra saat belajar. Selain itu, banyaknya e-book dan artikel di berbagai jurnal yang tersedia di perpustakaan juga membantunya dalam menyelesaikan tugas kuliah dan penelitian tugas akhir.

Radit mengangkat topik Minat dan Motivasi Penyandang Tunanetra dalam Pembelajaran Bahasa Arab pada penelitiannya. Menurutnya, sekarang makin banyak penyandang tunanetra yang memiliki ketertarikan pada bahasa karena menganggap peran bahasa itu penting, terutama sebagai modal guna mendapatkan prospek kerja yang lebih baik. Bahasa Arab banyak diminati, katanya, karena keindahan struktur dan keunikan bahasa. Selain itu, bagi para tunanetra muslim ada keinginan kuat untuk dapat membaca, menghafal, dan memahami Al-Quran langsung dari sumbernya.

Meski demikan, masih ada teman-teman tunanetra yang takut menempuh pendidikan umum mengingat banyaknya kendala pada akses pembelajaran bagi para disabilitas. Ketakutan tersebut akhirnya terbantah dengan keberhasilan Radit yang mampu membuktikan bahwa penyandang disabilitas dapat bersaing dan berprestasi. Keberhasilannya membangkitkan rasa haru sekaligus rasa bangga sang ibunda yang turut mendampingi saat prosesi wisuda. Ibu Nira, sapaan akrabnya, bercerita tentang bagaimana perjuangan anaknya dalam menempuh pendidikan formal. “Banyak sekali perjuangan yang ditempuh hingga ada di titik ini. Dari dia yang tidak bisa sampai dia berusaha”. Saya selalu mengatakan, “Kamu bisa. Saya bahagia, dia mau berusaha”.

Menurut Bu Nira, dulu Radit sangat menyukai mata pelajaran Matematika dan Fisika. Namun, sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), mimpinya terhenti. Kondisi fisik menghalanginya untuk menempuh pendidikan di bidang sains dan teknologi. Meski begitu, Radit tak patah arang. Ia tetap memaksimalkan nilai-nilai mata pelajaran sosial, sehingga dapat masuk UI melalui SNMPTN jalur undangan.

Dengan diraihnya prestasi ini, Bu Nira berharap anaknya dapat terus melanjutkan mimpi-mimpinya. Ia juga berharap akses pendidikan dan pekerjaan di Indonesia untuk para disabilitas semakin terbuka, sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mendapatkannya. Bu Nira percaya, di luar sana banyak anak-anak disabilitas yang juga berkompetensi dan mampu bersaing di bidang apa pun, asalkan mereka diberi kesempatan yang sama untuk memiliki akses dalam mengembangkan diri.