Kamis, 27 Juni 2024
Perguruan Tinggi

Fenomena Gelombang Panas dari Kacamata Guru Besar ITS

Fenomena Gelombang Panas dari Kacamata Guru Besar ITS
fenomena heatwave di Asia (sumber: detik.com)

fenomena heatwave di Asia (sumber: detik.com)

Kampus ITS, ITS News — Cuaca panas ekstrem tengah melanda kawasan Asia Tenggara selama beberapa waktu terakhir. Tak sekadar kekeringan, gelombang panas kali ini menyebabkan sejumlah kematian akibat heatstroke di Thailand. Lantas, bagaimana dampak gelombang panas ini pada Indonesia?

Berbeda dengan Thailand, Indonesia tidak mengalami fenomena gelombang panas. Dilansir dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), kondisi geografis Indonesia sebagai negara maritim dan topografi pegunungan memungkinkan kenaikan temperatur tidak terjadi secara ekstrem. Selain itu, curah hujan indonesia yang lebih besar turut menjaga suhu tetap di skala yang normal.

Guru besar Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Prof Ir Eddy Setiadi Soedjono Dipl SE MSc PhD memaparkan, fenomena gelombang panas sebenarnya adalah hal yang lumrah terjadi di sejumlah daerah di dunia. Gelombang panas sendiri merupakan gelombang udara dengan keadaan udara yang panasnya melebihi statistik normal.

Dosen yang akrab disapa Edot ini  mengungkapkan bahwa salah satu faktor pemicu gelombang panas adalah perubahan iklim dunia. Ia menerangkan, emisi gas rumah kaca dari kegiatan manusia menyebabkan suhu permukaan bumi semakin meningkat. “Emisi karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca lain menyebabkan panas matahari terperangkap di atmosfer,” paparnya.

Persebaran suhu panas yang melanda Asia Tenggara (Sumber: perupa)

Persebaran suhu panas yang melanda Asia Tenggara (Sumber: perupa)

Lebih lanjut, Edot menjelaskan, kondisi geografis juga memengaruhi terjadinya fenomena ini. Daerah yang terletak di lintang rendah dekat khatulistiwa umumnya lebih rentan terhadap gelombang panas karena menerima lebih banyak sinar matahari langsung sepanjang tahun. “Aktivitas angin monsun yang dapat menggerakkan udara panas serta fenomena El nino yang dapat memengaruhi pola curah hujan turut memengaruhi dampak gelombang panas,” ujarnya. 

Dengan kombinasi faktor penyebab gelombang panas tersebut, Thailand menjadi salah satu negara Asia yang terdampak paling parah. Kondisi geografis Thailand yang berada dekat garis lintang dan kurangnya tutupan hutan menyebabkan negara gajah putih ini mengalami gelombang panas yang cukup ekstrim. “Siklus monsun juga menyebabkan angin bertiup dari barat ke timur membawa massa udara panas dan kering dari India ke Thailand,” terang ahli pengelolaan lingkungan tersebut.

Terakhir, dosen yang juga berpengalaman di bidang pemberdayaan masyarakat ini berharap masyarakat terus meningkatkan perhatian terhadap isu Lingkungan. Pentingnya edukasi yang tepat bagi generasi muda agar memahami pentingnya perubahan iklim. Beliau juga menekankan perlunya peraturan atau undang-undang yang mampu menekan para perusak lingkungan sehingga lingkungan dapat terjaga kelestariannya. “Yang dibutuhkan dunia ini adalah tindakan bukan lagi sekedar teori saja,” tutupnya. (*)

 

Reporter: Khaila Bening Amanda Putri
Redaktur: Difa Khoirunisa