Rabu, 15 Mei 2024
Perguruan Tinggi

Teknologi AI Kian Masif, Penegakan Hukumnya Juga Harus Kuat

Teknologi AI Kian Masif, Penegakan Hukumnya Juga Harus Kuat

Laporan oleh Nur Aini Rasyid

[Kanal Media Unpad] Perkembangan Artificial Intelligence (AI) telah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Teknologi AI sendiri mampu menjadi teknologi yang revolusioner dengan kelebihannya dalam menirukan kecerdasan manusia.

Oleh sebab itu, AI menjadi motor utama dalam transformasi digital. Namun, sayangnya teknologi ini masih mengandung resiko yang dapat menimbulkan permasalahan hukum, salah satunya mengenai perlindungan data pribadi.

Teori hukum perlindungan data privasi dalam era penggunaan AI ini menjadi kajian riset yang didalami oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bidang Ilmu Hukum Siber (Cyber Law) Prof. Dr. Sinta Dewi, S.H., LL.M.

Hal ini disampaikan oleh Prof. Sinta melalui orasi ilmiahnya yang berjudul “Manfaat dan Risiko Penggunaan Artificial Intelligence dan Pengaruhnya terhadap Data Privasi dari Lex Informatica Menuju Lex Reformatica.” dalam rangkaian Upacara Pengukuhan & Orasi Ilmiah Jabatan Guru Besar yang digelar di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Bandung, Selasa (26/9/2023).

“Perlindungan data privasi menjadi sangat penting, terutama jika data pribadi yang diproses adalah data pribadi spesifik atau sensitif seperti data biometrik. Sebagai contoh sidik jari, face recognition, retina mata, DNA telapak tangan, suara pengenalan perilaku (yang) diproses tanpa persetujuan subjek data. Hal ini juga mencakup pemilihan tentang sasaran dan profilisasi yang dapat mengintensifkan pengumpulan data pribadi,” ucap Prof. Sinta.

Lebih lanjut, Prof. Sinta menjelaskan, akibat adanya pelanggaran data privasi dalam penggunaan AI ini bagi institusi, baik pemerintah maupun korporasi dapat menyebabkan rusaknya reputasi instansi, kerugian finansial, dan sanksi hukum. Indonesia sendiri pun sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi sejak 2002.

Akan tetapi, sampai saat ini banyak negara masih mencari model pengaturan yang tepat dalam mencari keseimbangan antara inovasi dan perlindungan dalam kaitannya dengan teknologi informasi dan komunikasi.

Oleh karena itu, Prof. Sinta mencoba umembuat rekomendasi awal tentang bagaimana teori hukum perlindungan data privasi dalam era penggunaan AI dapat berperan, yaitu berangkat dari teori Lex Informatica yang kemudian beradaptasi dan menuju teori Lex Reformatica.

Lex Informatica sendiri merupakan teori yang menyebutkan di dalam dunia siber, regulasi pemerintah bukanlah satu-satunya otoritas, teknologi lah yang akan membantu regulasi. Contohnya adalah penggunaan enskripsi, Privacy Enchansing Technology (PET), dan Data Privacy Impact Assesment.

Akan tetapi, kata Prof. Sinta, dunia sekarang sudah berbeda. Dalam dunia AI memerlukan suatu pendekatan yang lain, dimana sudah saatnya Lex Informatica diadaptasi menjadi Lex Reformatica.

Lex Reformatica (ini) kita akan menitikberatkan pada human centrics. Jadi unsur manusia harus berperan aktif dalam penggunaan AI melalui verifikasi dan monitoring, dan bertujuan untuk memastikan bahwa pengembangan dan penggunaan AI ini sudah selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan,“ jelas Prof. Sinta

Pada akhirnya, mengenai perlindungan data pribadi dalam era AI, Prof. Sinta menjelaskan bahwa prinsip pengaturan mengenai AI ini bersifat Ex Ante Regulation. Risiko bisa dihadapi dengan menggunakan beberapa pendekatan yang ada, seperti privacy by design, privacy by default, privacy impact assessment, serta menyusun mitigasi resiko dalam suatu program risk assessment management. (arm)*