Senin, 29 April 2024
Sekolah Menengah Pertama

Lunturnya Etika dan Moral Dalam Dunia Pendidikan

Dewasa ini, generasi Y atau yang lebih dikenal dengan sebutan generasi milenial dituntut menjadi agen perubahan untuk mengantarkan Indonesia menjadi negara maju. Generasi milenial ini digadang-gadang sebagai penerus tonggak kepemimpinan bangsa ini. Begitu besar harapan bangsa ini kepada mereka. Namun, terdapat satu permasalahan yang diindikasikan menjadi sebab generasi milenial tidak dapat mewujudkan cita-cita bangsa tersebut.


Adalah krisis moral yang menjadi permasalahan bagi generasi Y. Sungguh lucu, bagaimana tidak? Tayangan di televisi telah menggerus moral bangsanya sendiri. Sinetron dengan adegan tidak senonoh banyak ditampilkan, tayangan bernuansa romansa telah menjadi idola. Berita mengenai tindak kecurangan lainnya pun sudah jadi makanan sehari-hari, bahkan tontonan kartun pun dilarang untuk ditayangkan.Mirisnya, tontonan-tontonan tidak apik tersebut mengubah pola pikir generasi milenial dari berbagai bidang kehidupan, salah satunya adalah bidang pendidikan. Degradasi moral akademik telah merajalela, mulai lunturnya tata krama siswa hingga perilaku kecurangan akademik. Rentetan kasus panjang tersebut semakin menambah sejarah kelam dunia pendidikan. Hal tersebut menimbulkan satu pertanyaan besar. Siapa yang patut disalahkan?

Peristiwa-peristiwa tersebut menciptakan stigma buruk masyarakat terhadap dunia pendidikan. Pendidikan dianggap gagal mendidik dan mencetak siswanya menjadi insan yang mulia. Padahal, tenaga pendidik telah berupaya maksimal. Namun celakanya moral siswa memang telah tergerus dan terdoktrin oleh berbagai pengaruh buruk dari luar. Lunturnya nilai kesopanan dan tata krama siswa terhadap gurunya telah menjadi permasalahan yang paling krusial saat ini, khususnya di Indonesia. Padahal guru merupakan figur yang patut dihormati dan dihargai. Namun, sering kita jumpai siswa cenderung kehilangan etika dan sopan santun di hadapan para gurunya. Contohnya melawan atau membantah gurunya ketika diberikan nasihat. Bahkan, tak jarang ditemui kasus pembullyan siswa terhadap gurunya.

Dengan dalih “hanya bercanda” siswa dengan mudahnya mempermalukan gurunya sendiri. Tak dapat dipungkiri jika terkadang guru dapat bertindak pula sebagai teman, namun itu tidak seharusnya menghilangkan rasa hormat siswa terhadap gurunya. Tetapi kenyataannya, semua itu bertolak belakang dengan realita yang ada.

Semboyan Tut Wuri Handayani yang getol dengan Ki Hajar Dewantara, seolah telah kehilangan kekuatan magisnya dalam paradigma pendidikan. Hal lain yang patut disorot adalah perilaku kecurangan akademik. Tentu saja hal tersebut bisa terjadi, pasalnya pendidikan saat ini telah ‘kehilangan jiwa’. ‘Kehilangan jiwa’ yang dimaksud adalah sistem pendidikan yang hanya menekankan hasil akhir. Maka tak heran jika siswa saling berlomba-lomba mengejar nilai sempurna meskipun dengan cara yang tidak wajar.

Bersambung……………