Selasa, 30 April 2024
Perguruan Tinggi

Gubes FK UNDIP Bicara Malnutrisi pada Orasi Purna Adi Cendekia

Gubes FK UNDIP Bicara Malnutrisi pada Orasi Purna Adi Cendekia

Salah satu Guru Besar Universitas Diponegoro (UNDIP) telah memasuki masa purna tugas. Adalah Prof. Dr. dr. Hertanto Wahyu Subagio, M.S., Sp.GK(K)., Guru Besar dari Fakultas Kedokteran dengan kepakaran Ilmu Gizi ini telah banyak menghasilkan gagasan dan penelitian untuk kemajuan UNDIP.

Menandai masa purna tugasnya, Prof. Dr. dr. Hertanto Wahyu Subagio, M.S., Sp.GK(K). berkesempatan menyampaikan pidato ilmiah yang berjudul “Malnutrisi Rumah Sakit, di Masa Lalu, Sekarang dan Masa Depan” pada Sidang Terbuka Purna Adi Cendekia, Kamis (04/04) di Gedung Prof. Soedarto, S.H., Kampus UNDIP Tembalang.

Menurut Prof Hertanto, istilah malnutrisi dipakai untuk menyebut kurang gizi yang disebabkan oleh asupan yang tidak memadai, gangguan utilisasi zat gizi dalam tubuh, atau keduanya. “Malnutrisi merupakan masalah yang sering ditemukan pada pasien yang di rawat di rumah sakit, yang berdampak serius terhadap proses penyembuhan pasien, sehingga berpotensi meningkatkan morbiditas dan mortalitas yang pada akhirnya akan meningkatkan lama rawat (Length of Stay (LOS)) dan pembiayaan (Cost),” jelas Prof Hertanto.

Malnutrisi dapat terjadi pada pasien yang baru masuk rumah sakit dan prevalensi serta keparahan biasanya bertambah selama masa perawatan di rumah sakit. Malnutrisi yang terjadi ditandai dengan penurunan berat badan, muscle wasting dan kehilangan lemak subkutan (loss of subcutaneus fat).

Wakil Rektor I UNDIP Periode 2011-2015 ini mengungkapkan bahwa kasus Malnutrisi di rumah sakit perlu diperhatikan, khususnya tenaga medis, karena dampaknya akan merugikan pasien dan juga rumah sakit.

“Sebuah penelitian terhadap pasien dewasa yang dirawat inap lebih dari 7 hari menemukan bahwa pasien yang masuk ke rumah sakit dalam keadaan malnutrisi dan mengalami penurunan status gizi saat dirawat, memiliki masa rawat yang lebih lama (kurang lebih 4 hari) daripada pasien yang masuk dan pulang dengan gizi baik. Selain masa rawat, pasien malnutrisi lebih rentan mengalami komplikasi selama masa rawat inap daripada pasien yang masih gizi baik, dan berarti biaya perawatan yang lebih tinggi,” jelasnya.

Untuk menangani permasalahan malnutrisi di rumah sakit ada strategi yang disebut dengan Medical Nutrition Therapy (MNT). Langkah-langkah strategi Medical Nutrition Therapy (MNT) dimulai dengan Screening, Assessment, Diagnosis, Therapy dan Monitoring.

Manajemen rumah sakit juga perlu menyadari betapa pentingnya strategi MNT karena dapat menurunkan lama rawat (Length of Stay (LOS)) dan pembiayaan (Cost). Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam Ilmu Gizi Klinik, ikut berkontribusi dalam penyelenggaraan MNT.

“Keterbatasan sumber daya dalam assessment, diagnosis, terapi dan monitoring dirasakan mengganggu keberhasilan pelayananan masalah gizi pasien. Sering keterbatasan ini terjadi karena kesalahan dalam menentukan prioritas.” ungkap Prof Hertanto.

Masalah dalam manajemen semestinya dapat diselesaikan dengan pendekatan lintas sektoral yang melibatkan pemangku kepentingan, rumah sakit, asuransi kesehatan dan pihak-pihak terkait. Kekurangan sumber daya manusia bisa diatasi dengan penambahan jumlah Dokter Spesialis Gizi Klinik (DSpGK). Saat ini jumlah lulusan Dokter Spesialis Gizi Klinik (DSpGK) di Indonesia masih sekitar 430 orang dan perguruan tinggi penghasil lulusan tersebut baru tiga, yakni Unhas, UI dan UNDIP.