Rabu, 01 Mei 2024
Perguruan Tinggi

Mudik Lebaran: Momen Bahagia atau Tantangan Psikologis?

Mudik Lebaran: Momen Bahagia atau Tantangan Psikologis?

Mudik atau pulang kampung merupakan momen yang seharusnya ditunggu-tunggu datang. Seharusnya, momen pulang kampung saat lebaran akan menjadi momen yang membahagiakan, bukan menegangkan.

Tapi realitanya terkadang tidak demikian. Kebahagiaan yang menurut Seligman (tokoh psikologi positif) adalah hasil dari kontribusi lingkungan dan faktor internal ini, menjadi ukuran bahwa konsep Bahagia saat lebaran menjadi nisbi manakala pertanyaan stigmatif lebaran mulai bermunculan dari lingkungan.

Mereka yang akan pulang ke kampung halaman, pasti merasakan hal ini. Mulai dari ditanya “Kapan lulus?”, “Kapan nikah?”, “Kapan punya momongan?”, “Kapan kerja?”, maupun kapan kapan yang lainnya. Ya begitulah, kebiasaan peduli kebablasan menjadi curiosity. Bagaimana dengan kalian sendiri, apakah kalian juga pernah mengalaminya?..

Berdasarkan survey terbatas yang dilakukan oleh Ratna Yunita Setiyani Subardjo, S.Psi., M.Psi., Psikolog yang merupakan dosen prodi Psikologi UNISA Yogyakarta, didapatkan data bahwa pertanyaan paling dihindari saat lebaran bagi mahasiswa adalah “Kapan lulus?”, sedangkan bagi mereka yang sudah lulus, tetap saja akan muncul pertanyaan lainnya dengan “Kapan kerja”. Tidak berhenti disitu saja, pertanyaan lainnya setelah lulus adalah “Kapan nikah?”, dan malangnya, bagi yang sudah menikahpun tetap akan dicecar pertanyaan dengan “Kapan punya momongan?”. Ini sering ditanyakan ketika berkumpul dengan keluarga saat lebaran. Walau terdengar sepele, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi “momok” bagi sebagian orang sehingga mereka merasa tertekan. Dampak pertanyaan tersebut bahkan dapat memunculkan gangguan psikologis. Lantas, kenapa orang Indonesia senang menanyakan pertanyaan-pertanyaan stigmatif tersebut saat lebaran? Lalu, bagaimana cara menjawabnya?

Ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan stigmatif tersebut saat kumpul bersama keluarga ketika lebaran memang membuat kurang nyaman, terlebih jika belum memiliki progress dalam studi/lambat progress, belum memiliki pacar atau pasangan, atau belum memiliki pekerjaan mapan, atau belum memiliki momongan. Bagi Anda yang berencana mudik saat lebaran namun belum siap dengan pertanyaan-pertanyaan stigmatif yang besar jadi akan dilontarkan keluarga dan handai taulan ini, berikut beberapa tips menghadapinya:

  • Bangun Topik Pembicaraan yang Umum

Hindari topik obrolan yang menjurus ke ranah pribadi supaya tidak memancing pertanyaan dari orang lain.

  • Alihkan Topik Pembicaraan

Cobalah untuk mengalihkan topik obrolan dengan lawan bicara ke hal-hal yang umum. Pertanyaan sensitif yang kurang etis ditanyakan, terutama kepada mereka yang memiliki keterbatasan atau permasalahan pribadi.

  • Hadapi Dengan Senyuman

Hadapi pertanyaan stigmatif ini dengan senyuman. Terkadang orang bertanya tanpa berpikir, dan senyuman dapat membawa dampak positif bagi diri kita dan orang lain.

  • Balas Dengan Lelucon

Balas pertanyaan ini dengan lelucon atau candaan untuk menurunkan tegangan dan menghindari “bad mood”.

  • Menjauh

Jika merasa risih atau tidak betah karena ditanya dengan pertanyaan stigmatif ini, ada baiknya menjauh dari lokasi. Lakukan relaksasi untuk mengurangi dampak negatifnya.

Semoga tips sederhana ini dapat membantu menghadapi pertanyaan-pertanyaan stigmatif saat mudik tersebut dengan lebih tenang dan bahagia saat berkumpul dengan keluarga pada momen lebaran.