Selasa, 21 Mei 2024
Sekolah Menengah Kejuruan

Bisakah Lulusan SMK Menuju Pekerjaan Kelas Menengah ?

Siswi SMK Bina Prestasi

Saat ini dunia sedang terjadi revolusi yang disebabkan oleh double disruption. Kemajuan teknologi dan pandemi jadi suatu hal yang pasti dan perlu dihadapi dengan pikiran dan cara-cara baru.

Kita semua pada akhirnya suka atau tidak dipaksa harus bisa beradaptasi dengan keadaan yang sedang berkembang. Oleh karena itu kaitan dengan masalah level pekerjaan, penting rasanya kita membicarakan tentang bagaimana lulusan SMK bisa berkontribusi dalam aspek perekonomian, tidak hanya sebagai pelaku yang biasa tetapi juga mampu memasuki sektor pekerjaan kelas menengah.

Pertanyaannya adalah apakah lulusan SMK mampu menuju kearah pekerjaan kelas menengah?. Tentu tidak semudah itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Dimulai dari lembaga dan institusi yang terkait, termasuk juga pemerintah dalam hal ini sampai beberapa domain yang perlu menjadi titik perhatian untuk dilakukan perubahan.

Dalam hal ini, World Bank juga menaruh perhatian terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu menarik untuk kita amati artikel World Bank dibawah ini tentang temuan mereka.

Temuan Utama Laporan

Antara tahun 2009-2019, Indonesia mencetak rata-rata 2,4 juta pekerjaan baru setiap tahunnya. Pada tahun 2019 terdapat lebih dari 120 juta penduduk usia muda dan dewasa yang memiliki pekerjaan. Tingkat kesempatan kerja mencapai rekor tertinggi dalam dua dekade terakhir pada tahun 2019, di mana 67,5% penduduk usia muda dan dewasa menjadi angkatan kerja, dan angka pengangguran mencapai titik paing rendah dalam waktu dua dekade terakhir, yaitu pada 5,2%.

Terlepas dari berbagai perkembangan yang baik ini, Indonesia masih belum cukup mencetak pekerjaan kelas menengah untuk menjadi suatu negara kelas menengah.. Hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia masih merupakan golongan calon kelas menengah, dimana mereka telah berhasil keluar dari golongan miskin dan rentan miskin, akan tetapi masih belum mencapai golongan berpenghasilan menengah. Agar Indonesia dapat mewujudkan golongan ini menjadi kelas menengah, dibutuhkan pekerjaan kelas menengah dengan produktivitas tinggi.

Pada dasarnya, pekerjaan kelas menengah adalah pekerjaan yang memberikan sang pekerja penghasilan cukup untuk menikmati standar kehidupan kelas menengah bagi keluarganya. Di antara 85 juta pekerja berpenghasilan (pegawai dengan upah, pekerja lepas, dan wirausahawan), hanya 13 juta (15%) pekerja memiliki penghasilan yang cukup untuk keluarga dengan anggota empat orang untuk menjalankan kehidupan kelas menengah. Dari kelompok tersebut, hanya 3,5 juta pekerja dengan pendapatan setara kelas menengah sekaligus menikmati manfaat sosial secara utuh, dan memiliki status sebagai pegawai tetap.

Tiga faktor yang menjadi kendala bagi Indonesia untuk bertransisi menuju pekerjaan kelas menengah:

  • Pekerjaan yang diciptakan melalui transformasi struktural – transisi yang dilalui oleh angkatan kerja dari seluruh sektor perekonomian seiring berjalannya waktu, termasuk transisi keluar dari sektor pertanian – belum menunjukkan capaian produktivitas yang dibutuhkan untuk menciptakan pekerjaan kelas menengah. Selama lebih dari dua dekade terakhir, sebagian besar pekerjaan merupakan layanan dengan produktivitas rendah, di mana produktivitas tenaga kerjanya tidak lebih tinggi secara signifikan dibandingkan produktivitas di sektor pertanian.
  • Struktur sektor perusahaan di Indonesia tidak kondusif untuk menciptakan pekerjaan kelas menengah, di mana perusahaan di Indonesia didirikan berukuran kecil dan kemudian tidak menjadi besar. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak menciptakan pekerjaan kelas menengah secara signifikan. Dua per tiga dari seluruh pekerjaan tergolong usaha rumah tangga, dengan 45 juta pemilik usaha dan 38 juta pekerja, yang mana hampir seluruhnya di sektor informal. Sektor manufaktur – sumber dari banyak pekerjaan di era 1980 dan 1990-an – berhasil menciptakan pekerjaan, akan tetapi semakin banyak yang bekerja di perusahaan yang telah lama beroperasi dan sangat besar (setidaknya hingga tahun 2015). Di samping itu, perusahaan-perusahaan manufaktur asing berukuran menengah dan besar, yang mempekerjakan lebih banyak orang daripada perusahaan lokal dan dan memberikan gaji lebih besar, jumlahnya tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan di negara-negara tetangga pesaing Indonesia yang telah meningkatkan penanaman modal asing (FDI) demi cepatnya pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan.
  • Angkatan kerja di Indonesia tidak dilengkapi dengan rangkaian keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan kelas menengah di mana kebanyakan adalah pekerjaan-pekerjaan dengan keterampilan lebih tinggi. Selain itu, 57% dari seluruh angkatan kerja adalah lulusan SMP atau jenjang pendidikan yang lebih rendah. Hasil pembelajaran juga kurang baik. Saat ini, seorang anak di Indonesia yang memasuki sistem pendidikan diharapkan untuk menyelesaikan sekolahnya dalam 12,4 tahun, akan tetapi mereka hanya akan belajar selama setara dengan 7,8 tahun.

Laporan ini menyoroti tiga bidang reformasi kebijakan:

  1. Meningkatkan pertumbuhan produktivitas di seluruh sektor, termasuk sektor-sektor dengan nilai tambah yang rendah. Jalan paling menjanjikan menuju peningkatan produktivitas adalah dengan menerapkan berbagai kebijakan yang mampu meningkatkan kompetisi, termasuk kebijakan-kebijakan yang menurunkan tingginya biaya perdagangan, meningkatkan akses terhadap keahlian tenaga-tenaga asing untuk mengisi posisi yang belum dapat diisi oleh pekerja lokal, serta menarik penanaman modal asing yang berorientasi kepada ekspor dan efisiensi dengan tautan kepada rantai nilai global. Berbagai kebijakan untuk meningkatkan kompetisi juga meliputi kebijakan-kebijakan yang menciptakan kesempatan yang seimbang dan  lebih terduga bagi perusahaan, serta yang memperkuat lembaga-lembaga yang meningkatkan kompetisi dan peraturan berusaha. Indonesia juga perlu melakukan upaya bersama untuk mendukung pertumbuhan produktivitas di kalangan usaha rumah tangga serta usaha-usaha kecil dan menengah.
  2. Memfasilitasi peralihan kegiatan perekonomian maupun pekerjanya secara lebih pasti menuju perusahaan, sektor, dan pekerjaan dengan produktivitas dan upah lebih besar. Indonesia dapat memprioritaskan reformasi kebijakan tertentu di sektor-sektor yang berpotensi menciptakan pekerjaan kelas menengah. Misalnya dengan memprioritaskan strategi promosi investasi untuk menarik penanaman modal asing yang sangagt berpotensi membuka lapangan pekerjaan kelas menengah. Insentif pajak kerap dipertimbangkan, akan tetapi malah menjadi kendala di Indonesia. Indonesia menarik lebih sedikit pajak dibandingkan negara-negara setara, akibatnya memiliki basis pendapatan yang tidak dapat mencukupi belanja negara secara berkelanjutan, seperti misalnya di sektor infrastruktur yang mampu menarik investasi berkualitas tinggi. Di samping itu, jika para pekerja akan beralih secara lintas sektor, maupun berpindah perusahaan atau pekerjaan, mereka membutuhkan sistem informasi yang mumpuni, mekanisme penyaluran pekerjaan yang kuat, peraturan perundang-undangan yang tidak mendisinsentifkan pergantian pekerjaan, dan pergerakan pekerjaan – termasuk jaminan kehilangan pekerjaan – sehingga para pekerja tersebut dapat siap maju menuju pekerjaan yang lebih baik.
  3. Membangun angkatan kerja yang memiliki keterampilan untuk menjalankan berbagai pekerjaan baru di sektor-sektor dengan nilai tambah tinggi serta kompetitif di tataran internasional. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan berbagai perubahan pada sistem pendidikan untuk mempersiapkan generasi muda yang lebih baik untuk pekerjaan-pekerjaan modern. Mungkin tantangan lebih besar terletak pada dibutuhkannya berbagai inovasi untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja usia dewasa saat ini, sehingga mereka mendapatkan keuntungan lebih besar dari peralihan dan limpahan teknologi hasil penanaman modal asing. Selain itu, juga perlu dukungan tambahan untuk menyerap lebih banyak perempuan dan generasi muda ke dalam angkatan kerja, seiring menyusutnya proporsi penduduk usia kerja.

Guncangan ekonomi yang disebabkan oleh krisis COVID-19 mengancam kemajuan yang telah berhasil dicapai Indonesia menuju pekerjaan-pekerjaan kelas menengah dan lebih produktif. Krisis keuangan di kawasan Asia berdampak sangat besar. Akan tetapi, dengan perencanaan yang saksama untuk kembali membangun dengan lebih baik, guncangan tersebut dapat dijadikan peluang untuk memetakan agenda pemulihan secara sistematis dan strategis untuk difokuskan kepada produktivitas dan pekerjaan-pekerjaan yang baik.

Sumber artikel : Pathways to Middle-Class Jobs in Indonesia (worldbank.org)