Minggu, 28 April 2024
Perguruan Tinggi

Tradisi, Budaya, dan Harmoni di Tunjungan

Tradisi, Budaya, dan Harmoni di Tunjungan

Mahasiswa KKN Universitas Ahmad Dahlan (UAD) ikuti tradisi wiwitan di Tunjungan (Dok. Istimewa)

Tradisi dan kebudayaan merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas setiap daerah di Indonesia karena tradisi menjadi sesuatu yang berharga yang diwariskan oleh nenek moyang. Namun, dalam arus perkembangan zaman yang begitu cepat, adat dan kebudayaan sering kali tergerus dan terlupakan. Untungnya, hal tersebut tidak terjadi di Padukuhan Tunjungan, sebuah padukuhan yang terletak di Desa Caturharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Padukuhan Tunjungan memiliki tradisi dan kebudayaan yang menjadi perekat dalam menjaga persatuan dan harmoni antarmasyarakat. Dalam wawancara dengan Sukijo selaku Kepala Dukuh Padukuhan Tunjungan, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unit IX.B.3 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyatakan keinginannya untuk lebih memahami dan melestarikan tradisi dan kebudayaan yang ada di sana.

Salah satu kebudayaan yang sangat dijaga di daerah itu adalah Paguyuban Sendratari Krida Sayekti, yaitu pertunjukan seni tari yang dilaksanakan satu tahun sekali. Meskipun memerlukan biaya dan persiapan yang besar, pagelaran seni ini tetap dijaga keberlangsungannya sebagai bagian penting dari identitas budaya Padukuhan Tunjungan.

Selain seni pertunjukan, budaya sopan santun dan bahasa, hubungan antara generasi juga sangat dijunjung tinggi di Padukuhan Tunjungan. Tradisi-tradisi seperti Nyadranan atau Ruwahan, Wiwitan, Kembar Mayang, Panjang Ilang, dan Merti Dusun, dijelaskan oleh Sukijo sebagai upaya untuk meneruskan warisan nenek moyang.

Pada Februari 2024, menjelang masa panen, Padukuhan Tunjungan menggelar tradisi Wiwitan. Tradisi ini menjadi wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan upaya untuk memelihara alam. Menurut Sukijo, Wiwitan adalah bentuk ungkapan terima kasih kepada Tuhan atas limpah rahmat dan rezeki yang diberikan, serta sebagai upaya untuk menjaga alam. Ia menjelaskan bahwa Tuhan menciptakan alam untuk manusia agar dikelola dan dipelihara, sehingga manusia harus berusaha untuk mengolah bumi sebagai sarana untuk mendapatkan rezeki.

Pada September 2023 lalu, Padukuhan Tunjungan kembali menggelar Merti Dusun, sebuah serangkaian acara yang diikuti oleh masyarakat Tunjungan. Acara ini meliputi bazar usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), lomba mewarnai dan melukis, lomba menari se-kabupaten Bantul, donor darah, serta acara puncaknya adalah pagelaran wayang kulit semalam suntuk.

Sukijo menegaskan pentingnya menjaga dan melestarikan budaya dan tradisi di Padukuhan Tunjungan. Menurutnya, budaya ini tidak hanya tentang pentas kesenian, tetapi juga tentang sopan santun, etika, dan hubungan pergaulan antara generasi. Ia menyebutkan bahwa tradisi adalah cara untuk melestarikan warisan nenek moyang, bukan untuk menggiring opini masyarakat. Tujuan utama dari usaha menjaga tradisi ini adalah untuk memelihara persatuan dan kesatuan warga masyarakat. (imam/syf)

uad.ac.id