Selasa, 25 Juni 2024
Perguruan Tinggi

UI – UGM – UTS (University of Technology Sydney), dan Center for Regulation Policy and Governance Ciptakan Alat Penilaian Kerentanan Layanan Air

UI – UGM – UTS (University of Technology Sydney), dan Center for Regulation Policy and Governance Ciptakan Alat Penilaian Kerentanan Layanan Air

Depok, 10 Juni 2024. Untuk mencapai ketahanan iklim dan transformasi ekonomi di Indonesia, fondasi untuk populasi yang produktif dan sehat antara lain lewat pasokan air bersih merupakan hal yang sangat penting. Untuk itu, tim kolaborasi untuk Pengetahuan, Inovasi, dan Teknologi dari Australia dan Indonesia yang tergabung dalam program KONEKSI melakukan penelitian dan melaporkan hasil akhir penelitian tentang ketahanan sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) terhadap perubahan iklim.

Hasil penelitian tersebut dipaparkan oleh tim yang merupakan kolaborasi antara Universitas Indonesia (UI), University of Technology Sydney (UTS), Center for Regulation Policy and Governance (CRPG), dan Universitas Gadjah Mada (UGM). Tim UI terdiri atas Dr. Cindy Rianti Priadi sebagai Team Leader Comp B dan Dr.-Ing. Sucipta Laksono sebagai Co-Lead Researcher. Pemaparan ini diselenggarakan melalui workshop nasional bertajuk “Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat yang Berketahanan Iklim” pada Senin (3/6) di Hotel Tamarin, Jakarta Pusat.

Dalam kegiatan tersebut, tim KONEKSI berkesampatan untuk memperkenalkan alat penilaian mandiri bagi KPSPAMS yang diberi nama Rural Water Supply Climate-Resilient Monitoring Tool (RWS-CRMT). Alat ini mampu menilai kerentanan/ketahanan layanan air pedesaan terhadap perubahan iklim. Selama proses pengembangannya telah dimulai sejak September 2023 hingga Mei 2024. RWS-CRMT telah diuji ke 100 Kelompok Pengelola Sarana Prasarana Air Minum Sanitasi (KPSPAMS) yang tersebar di 14 provinsi di Indonesia, di antaranya Jawa Tengah, ⁠Gorontalo, ⁠Sulauwesi Selatan, ⁠Nusa Tenggara Barat, ⁠Sumatera Barat, ⁠Daerah Istimewa Yogyakarta, ⁠Jawa Barat, ⁠Riau, ⁠Lampung, ⁠Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, ⁠Sumatera Selatan, ⁠Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur.

“Kita harus mengapresiasi usaha yang telah dilakukan PAMSIMAS dalam menanggulangi dampak permasalahan teknis. Dampak perubahan iklim sudah mulai terasa, harus ada tindaklanjut seperti memiliki sumber air cadangan, penyesuaian material, pipa, dan pompa,” ujar Dr.-Ing. Sucipta.

Dekan FTUI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, M.Eng., IPU. mengungkapkan, ”Kolaborasi antar institusi ini mampu menciptakan alat penilaian kerentanan layanan air. Inisiatif ini penting untuk mengatasi isu akses dan kualitas air, terutama dalam menghadapi perubahan iklim dan pertumbuhan populasi. Alat penilaian ini akan membantu mengidentifikasi tantangan layanan air dan memastikan akses yang aman dan terjangkau bagi semua. Saya mengapresiasi dedikasi tim peneliti dari ketiga universitas dan pusat regulasi, serta berharap kolaborasi ini terus menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Terima kasih kepada semua pihak yang terlibat.”

Acara ini diikuti oleh perwakilan berbagai pemangku kepentingan, antara lain Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS); Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek); Kementerian dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri); Water.org; World Bank; Inovasi Pembangunan Hijau; Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR); UNICEF; pemerintah lokal daerah studi; dan Kelompok Pengelola Sarana Prasarana Air Minum Sanitasi (KPSPAMS). Melalui workshop ini, instansi pemerintah, akademisi, dan organisasi non-profit mengeksplorasi peluang mitigasi dan adaptasi untuk menghadapi dampak perubahan iklim terhadap PAMSIMAS.

“Inklusivitas saat ini telah menjadi hal yang terus dikembangkan. Mulai dari pemakaian air secara gratis untuk infrastruktur keagamaan hingga iuran yang inklusif untuk masyarakat berpenghasilan rendah telah dilakukan di beberapa PAMSIMAS. Terdapat pula isu sosial yang muncul dari studi di lapangan, seperti belum adanya transparansi tentang iuran dan peran wanita dalam pelaksanaan program PAMSIMAS,” ujar Dr. Cindy Rianti Priadi yang juga merupakan Ketua Program Studi Teknik Lingkungan UI, menyampaikan penjelasan mengenai aspek GEDSI (Gender Equality, Disability, and Social Inclusion) dalam mewujudkan PAMSIMAS yang berketahanan iklim.

Ia menambahkan, dengan kolaborasi dan koordinasi yang kuat antara akademisi, pemerintahan, dan peneliti diharapkan penelitian ini dapat mengintegrasikan rekomendasi dan kebijakan yang dapat diteruskan untuk ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Melalui upaya bersama ini, program pelaksanaan dan pembangunan PAMSIMAS ke depannya dapat dilaksanakan lebih optimal berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan dalam kegiatan seminar ini.