Jumat, 17 Mei 2024
Sekolah Menengah Atas

Kolom Alumni Stephanus Rahardian

Kolom Alumni Stephanus Rahardian

1.   Kesan belajar di Smago

Sebagai angkatan zonasi, masuk ke Smago pada awalnya merupakan “akibat” dari sistem zonasi itu sendiri. Hal ini tentu menjadikan first impression kepada Smago menjadi kurang baik sebab terkesan terpaksa masuk ke sini. Meski demikian, semakin lama berproses di Smago, makin merasakan bahwa proses pembelajaran terasa menyenangkan. Bapak-ibu guru memberikan pelajaran dengan baik dan care terhadap murid-muridnya dengan caranya tersendiri, ada yang dengan cara halus, ada pula dengan cara galaknya. Pada saat kelas 3 mempersiapkan UTBK, bapak-ibu guru memberikan dukungan yang intensif kepada murid-muridnya dalam bentuk latihan-latihan soal. Smago juga mempersiapkan para murid dengan memberikan dukungan bimbel gratis (kolaborasi dengan Primagama). Dukungan yang diberikan sekolah membuat semakin percaya diri dalam melalui UTBK.

Dalam segi perlombaan, saya merasa didukung untuk terus mengembangkan kemampuan saya dan mengikuti perlombaan. Bapak-ibu guru excited dan sangat welcome ketika diminta saran dan kritik terkait karya yang dilombakan atau ketika diminta menjadi pembimbing. Ini menjadi semangat tersendiri dalam berlomba.

Meskipun demikian, Smago juga tidak sempurna. Ada beberapa hal yang dapat ditingkatkan. Misalnya, terkait dukungan untuk kegiatan-kegiatan nonakademik. Hal ini sering dikeluhkan oleh beberapa teman angkatan saya. Walaupun saya tidak mengalami secara langsung, saya rasa tetap layak saya sebutkan di tulisan ini sebagai bahan evaluasi. Selain itu, saya merasa bahwa kebanyakan dukungan memang berfokus pada akademik. Saya kira akan lebih baik jika hal-hal nonakademik diberi perhatian lebih, misalnya di kelas disebutkan juga terkait murid yang memiliki kemampuan menyanyi yang baik, karya gambar yang indah, atau sejenisnya; tidak hanya memperbincangkan PTN saja. Saya melihat bahwa apresiasi nonakademik ini sudah membaik dan saya memiliki harapan tinggi untuk hal ini ke depannya.

Overall, Smago merupakan sekolah yang memiliki dan memberikan dukungan yang baik kepada siswanya. Walaupun dukungan ini saya rasakan masih terfokus kepada bidang akademik, saya melihat telah ada perkembangan ke arah nonakademik yang lebih baik juga. Apabila keseimbangan ini terus ditingkatkan, niscaya Smago akan semakin menjadi tempat penempaan yang baik untuk para siswanya.

2.   Gambaran Kegiatan Perkuliahan

Sebagai mahasiswa Sarjana Kedokteran, perkuliahan saya berfokus kepada tiga hal: lecture, diskusi, dan praktikum. Kedokteran menggunakan sistem blok yang berbeda dengan sistem SKS pada umumnya. Dalam sistem blok, mahasiswa ditempatkan dalam runtutan blok yang dijalani satu per satu dan ditempatkan ujian kelulusan blok pada tiap akhir blok.

Kegiatan perkuliahan dalam sebuah topik dimulai dengan diberikannya lecture di kelas besar. Satu jam lecture terdiri atas 40 menit kuliah membahas satu topik, namun satu topik bisa memiliki lebih dari satu jam lecture (Gambar 2.1). Dalam kegiatan lecture, mahasiswa duduk dan mendengarkan kuliah, tidak ada kegiatan khusus yang harus dilakukan selain mengisi presensi.

Gambar 2.1 Jadwal umum lecture

Setelah dua hari lecture, akan diadakan small group discussion, yaitu kegiatan untuk mendiskusikan soal yang diberikan oleh lecturer selama lecture. Soal didiskusikan bersama sebelas teman lain dan hasil diskusinya kemudian dipaparkan dalam kegiatan plenary untuk diberikan feedback oleh lecturer.

Kegiatan praktikum biasanya diadakan setelah rangkaian lecture terselesaikan. Selain praktikum di laboratorium, kegiatan praktikum juga dapat berupa membuat makalah (wajib dalam setiap blok). Makalah ini disebut sebagai student project dan berisi pembahasan mengenai topik spesifik yang berkaitan dengan blok yang berjalan.

3.   Pesan

Selalu bersemangat dalam berproses di Smago. Smago mungkin bukan yang terbaik, tetapi Smago sudah cukup baik untuk Anda dapat berkembang dengan baik.

Quotes di bawah ini cocok untuk Anda yang pernah atau sedang merasa menyesal masuk Smago (seperti saya dulu hehehe):

“Nothing is enough for the man to whom enough is too little.”

  • Epicurus (341-271 b.c.)