Minggu, 19 Mei 2024
Sekolah Menengah Atas

Strategi Pembelajaran dalam Al-Qur’an

Strategi Pembelajaran dalam Al-Qur’an

Oleh: Indrayanti Syafruddin  ~


A. Pendahuluan

Pendidikan sebagai suatu upaya perbuatan sudah berlangsung sejak dahulu dan tidak diragukan lagi ekstensinya. Pendidikan telah mulai dilaksanakan sejak manusia hadir di muka bumi ini dalam bentuk pemberian warisan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dari para orang tua dalam mempersiapkan anak-anaknya menghadapi kehidupan dan masa depannya. Pendidikan bukanlah semata-mata merupakan upaya menyiapkan individu untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, melainkan lebih diarahkan pada upaya pembentukan dan kesediaan melestarikan lingkungan dalam jalinan yang selaras.

Pendidik yang profesional dituntut untuk dapat menampilkan keahliannya di depan kelas. Salah satu keahlian tersebut, yaitu kemampuan menyampaikan pelajaran kepada siswa. Untuk dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan efisien, Pendidik perlu mengenal berbagai jenis strategi pembelajaran sehingga dapat memilih strategi manakah yang paling tepat untuk mengajarkan suatu bidang studi tertentu. Dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran, setiap pendidik dituntut untuk memahami benar strategi pembelajaran yang akan diterapkannya. Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat berdampak pada tingkat penguasaan atau prestasi belajar peserta didik.

B. Konsep Strategi Pembelajaran

Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos yang artinya suatu usaha untuk mencapai suatu kemenangan dalam suatu peperangan awalnya digunakan dalam lingkungan militer namun istilah strategi digunakan dalam berbagai bidang yang memiliki esensi yang relatif sama termasuk diadopsi dalam konteks pembelajaran yang dikenal dalam istilah strategi pembelajaran.

Pengertian Strategi menurut Muhaimin Syah adalah dapat diartikan sebagai salah satu siasat atau rencana, banyak pandangan kata strategi dalam bahasa inggris dianggap relevan adalah kata Approach (pendekatan) procedur (tahapan kegiatan). Berdasarkan kata-kata diatas Strategi merupakan sejumlah langkah-langkah atau suatu tindakan yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai suatu tujuan atau sasaran tertentu.[1] Sedangkan menurut Syaiful Bahri Jamaroh dalam bukunya yang berjudul “Strategi belajar Mengajar “ yaitu suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dala usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan.[2]  Secara umum strategi mempunyai pengertian, suatu garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapa sasaran yang telah ditentukan. Bila dihubungkan dengan belajar mengajar strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umm perbuatan pendidik peserta didik dalam manifestasi aktifitas pengajaran.[3] Pengertian strategi dalam hal ini menunjukkan karakteristik abstrak dari rentetan perbuatan pendidik murid.

C. Strategi Pembelajaran dalam Perspektif Islam (Al-Qur’an )

Al-Quran menggambarkan, ada dua cara Allah SWT mengajar manusia, yaitu: 1. Pengajaran langsung yang disebut wahyu / ilham. 2. Pengajaran tidak langsung. Cara yang terakhir ini berarti bahwa Allah mengajar manusia melalui media, yaitu fenomena alam yang Dia ciptakan. Allah menciptakan alam dan segala isinya serta hukum yang berlaku padanya. Alam menyimpan banyak rahasia ilmu pengetahuan. Tugas manusia untuk mempelajarinya sehingga menemukan sistem hukum alam tersebut yang selanjutnya dapat digunakan bagi kepentingan hidup manusia

Maka pekerjaan ilmuan hanya mencari dan menemukan hukum atau teori yang Allah telah tentukan berlaku pada alam, bukan menciptakan hukum atau teori tersebut. Inilah makna Allah mengajar manusia melalui alam dan segala isinya.  Bagi kaum sekuler, ilmu itu dibentuk atas dasar fakta empiris atau indrawi tanpa menghiraukan sumbernya, yaitu Allah. Sedangkan dalam perspektif Islam, ilmu itu bersumber dari Allah , maka Dia menjadi pusat utama dalam pembelajaran dan penelitian. Mencari ilmu atau pengetahuan berarti mengkaji sifat-sifat Tuhan dan perbuatan-Nya yang terlukis pada sketsa alam, yang mesti disingkap oleh manusia dari berbagai rahasia alam.

Banyak ayat al-Quran yang mendorong manusia agar mempelajari fenomena alam, seperti unta, angkasa, bumi, gunung (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20).

أَفَلَا يَنظُرُونَ إِلَى ٱلۡإِبِلِ كَيۡفَ خُلِقَتۡ ١٧  وَإِلَى ٱلسَّمَآءِ كَيۡفَ رُفِعَتۡ ١٨ وَإِلَى ٱلۡجِبَالِ كَيۡفَ نُصِبَتۡ ١٩  وَإِلَى ٱلۡأَرۡضِ كَيۡفَ سُطِحَتۡ ٢٠

  1. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan ,18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan, 19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, 20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan.

Mendapat Ilmu melalui rasio, misalnya dapat dilihat dalam QS. Al-Mu’minun: 12-16

وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن طِينٖ ١٢  ثُمَّ جَعَلۡنَٰهُ نُطۡفَةٗ فِي قَرَارٖ مَّكِينٖ ١٣ ثُمَّ خَلَقۡنَا ٱلنُّطۡفَةَ عَلَقَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡعَلَقَةَ مُضۡغَةٗ فَخَلَقۡنَا ٱلۡمُضۡغَةَ عِظَٰمٗا فَكَسَوۡنَا ٱلۡعِظَٰمَ لَحۡمٗا ثُمَّ أَنشَأۡنَٰهُ خَلۡقًا ءَاخَرَۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحۡسَنُ ٱلۡخَٰلِقِينَ ١٤ ثُمَّ إِنَّكُم بَعۡدَ ذَٰلِكَ لَمَيِّتُونَ ١٥  ثُمَّ إِنَّكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ تُبۡعَثُونَ ١٦

  1. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, 13. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim),14. Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik, 15. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati,16. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat

Ayat ini berbicara tentang embriologi dan penjelasan proses kejadian dan perjalanan hidup manusia. Ayat ini juga menggambarkan metode analogi (qiyas) untuk mendapatkan ilmu dan selanjutnya keyakinan, yaitu dengan membandingkan sesuatu yang lebih sulit dengan yang lebih mudah (qiyas awlawi). Jika Allah kuasa mengubah tanah menjadi manusia, maka tentu Dia lebih kuasa lagi mengumpulkan kembali sesuatu yang telah ada walaupun telah rusak.

Mendapatkan ilmu melalui metode empiris, dapat dilihat misalnya dalam berbagai ayat yang mendorong manusia memperhatikan fenomena alam, seperti QS. Ali ‘Imran: 137

قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلِكُمۡ سُنَنٞ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ١٣٧

  1. Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)

Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar dan konsisten, kajian empiris perlu dianalisis dengan penalaran rasional, dan penalaran rasional perlu didasarkan atas pengalaman empiris.  Al-Quran mengajarkan bahwa, empiris dan penalaran rasional mesti dikombinasikan.

Menurut perspektif al-Quran, pengetahuan tidak hanya didapatkan melalui empiris atau pengalaman indrawi serta penalaran rasional semata, tetapi juga bisa didapatkan melalui ilham.  Bahkan menurut Imam al-Ghazali, ilham merupakan jalan pengetahuan yang benar, ia dapat mengantarkan manusia kepada ‘ilmal yaqin, yaitu sesuatu yang diketahui yang tidak lagi mengandung keraguan. Untuk mendapatkan pengetahuan melalui ilham (al-ta’allum al-rabbani) adalah ditempuh dengan jalan mujahadah dan riyadhah, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah.

Ada tiga prinsip yang mesti diimplementasikan dalam proses pembelajaran (menurut Ishaq Ahmad Farhan):1. Semua ciptaan ini mempunyai tujuan. 2. Prinsip kesatuan baik alam, manusia, maupun kehidupan. 3 Prinsip keseimbangan (al-ittizan) Sepantasnya kurikulum dan silabus disusun berdasarkan prinsip tersebut. Ia perlu menggambarkan kepada siswa, bahwa segala yang ada ini diciptakan mempunyai tujuan, terbentuk dalam suatu kesatuan yang tidak terpisahkan serta keseimbangan. Ini akan menghasilkan output yang menghargai lingkungan dan menghormati sesama. Abduh mengatakan, “Apabila orang sudah terdidik, maka ia akan mencintai dirinya demi kecintaannya kepada orang lain, dan ia akan mencintai orang lain demi kecintaannya terhadap dirinya sendiri”.

Terjadinya proses belajar tidak selalu harus ada orang yang mengajar. Kegiatan belajar tak dapat diwakili orang lain, harus dialami sendiri oleh si belajar. Mengajar merupakan upaya untuk membuat orang lain belajar. Peran utama (dosen/pendidik, tutor, Instruktur) adalah menciptakan kondisi agar terjadi kegiatan belajar pada si belajar. Pendekatan Pembelajaran berpusat pada Dosen (Teacher Centered Approach) Pendekatan Pembelajaran berpusat pada Mahasiswa (Student Centered Approach). Saling Berinteraksi Saling membantu Semua saling berbicara Asyik dengan apa yang dikerjakan Berbagi materi Saling bertanya/ menjawab.

Menurut M. Nasir Budiman ada tujuh pendekatan umum yang dapat digunakan dalam pembelajaran dalam sistem pendidikan Islam, baik untuk ilmu fardhu ain maupun untuk ilmu fardhu kifayah, yaitu:[4]

a. Pendekatan rasional

Pembelajaran menurut pendekatan ini harus mengikuti tingkat perkembangan pikiran anak di mulai dari yang konkrit kemudian baru diberikan hal-hal yang abstrak. Pembuktian suatu kebenaran dimulai dari hal-hal sederhana sampai kepada hal-hal yang kompleks. Keburukan dan kebaikan dari suatu prilaku perlu dijelaskan. Dalam al-Quran banyak didapati ayat yang menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya, seperti sebutan kata ‘ibrah, ‘aqlun, fikrun, zikrun, nadharun, tara dan lain-lain. Misalnya yang terdapat dalam surat al-Nazi’at ayat 26:

 إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَعِبۡرَةٗ لِّمَن يَخۡشَىٰٓ ٢٦

 Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya)

maknanya orang-orang yang berakallah yang dapat menjadikan cerita itu sebagai suatu pelajaran

b. Pendekatan emosional

Dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang orang tergugah perasaannya. Untuk dapat tergugah perasaan sebagai sebuah respon maka diperlukan stimulus yang tepat. Stimulus dapat berupa verbal seperti cerita, sindiran, pujian, ejekan, berita, dialog, anjuran, perintah, larangan dan sebagainya. Sedangkan yang non verbal adalah berupa prilaku dan sikap pendidik yang dapat ditiru oleh anak. Al-Quran menampilkan beberapa cerita atau keadaan yang dapat mengugah jiwa manusia seperti cerita tentang para Nabi dan juga cerita tentang keadaan manusia yang sudah mendapatkan azab Allah atas keingkarannya, seperti cerita pada saat terjadi huru- hara qiamat, mahsyar, syurga dan neraka. Cerita-cerita ini dapat mengugahkan jiwa orang-orang yang beriman kepada yang ghaib ini.

c. Pendekatan fungsional

Pendekatan ini mengedepankan fungsi atau kegunaan dari sebuah disiplin ilmu. Anak dapat merasakan manfa’at dari sebuah ilmu baik manfa’at langsung yang diterima berupa materi atau yang non materi seperti kepuasan jiwa akibat dari mengamalkan atau menghindari diri dari suatu perbuatan. Al-Quran dalam surat al-Jatsiyah ayat 13 menyebutkan:

وَسَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا مِّنۡهُۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ١٣

Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir

Ayat di atas memberikan makna bahwa manusia dengan ilmu yang dimilikinya dapat menfungsikan alam ini untuk kesejahteraan hidupnya.

d. Pendekatan pengalaman.

Pengalaman adalah pendidik yang terbaik. Ungkapan ini juga tepat untuk materi-materi tertentu, keterampilan tertentu atau prilaku-prilaku tertentu dalam pembelajaran. Penjelasan yang bersifat verbal tidak mampu memberikan kesan yang baik dan lama terhadap anak, sehingga ia merasakan hal tersebut. Untuk melaksanakan pendekatan ini anak dapat diperintahkan untuk melaksanakan sesuatu atau berada di suatu tempat sehingga ia merasakan situasi tersebut. Pendekatan ini berpendapat belajar adalah kenyataan yang ditunjukkan dengan kegiatan fisik. Al- Quran dalam surat al-Kahfi dari ayat 70 – 82 memberi contoh ( kisah Nabi Musa as. yang belajar ke Nabi Khaidir as.)

Sedangkan pengalaman yang berbentuk bathin adalah seperti anak diajak untuk beri’tiqap, bertafakkur, bermunajad kepada Allah SWT dan lain-lain sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti ini dapat memberikan ketengan jiwa hanya bagi orang yang melaksanakannya.

e. Pendekatan keterampilan proses.

Pendekatan keterampilan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai suatu keterampilan proses. Pembelajaran ini menekankan pada aktivitas siswa dan pemahaman yang menyeluruh. Pendidik harus menciptakan bentuk-bentuk kegiatan pembelajaran yang prosedural artinya mengikuti tahap demi tahap dan juga bervariasi agar siswa terlibat dalam berbagai proses. Siswa diminta untuk merencanakan, melaksanakan dan menilai suatu kegiatan, prilaku atau sikap. Jika dikaitkan dengan akhlak atau sikap atau karakter bahwa kebenaran yang diperoleh melalui tahap-tahap proses pembelajaran di sekolah akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat lainnya secara terus menerus antar kelompok atau generasi yang tidak putus-putusnya. Dala al-Quran Allah mengumpamakan pendekatan ini dalam surat al-Nur ayat 35 :

۞ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشۡكَوٰةٖ فِيهَا مِصۡبَاحٌۖ ٱلۡمِصۡبَاحُ فِي زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوۡكَبٞ دُرِّيّٞ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ زَيۡتُونَةٖ لَّا شَرۡقِيَّةٖ وَلَا غَرۡبِيَّةٖ يَكَادُ زَيۡتُهَا يُضِيٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٞۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ ٣٥

 Allah adalah cahaya bagi semua langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah laksana satu tanglung yang di dalamnya ada pelita, dan pelita itu terletak dalam kaca, dan kaca itu laksana bintang yang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak pohon kayu yang diberkati, yaitu minyak zaitun, yang bukan keluaran timur dan bukan keluaran barat, yang minyaknya hampir selalu menerangi kalaupun tidak disentuh api; nur di atas Nur. Allah memimpin kepada nurNya kepada barangsiapa yang dikehendakiNya. Dan Allah mengadakan berbagai perumpamaan untuk manusia. Dan Allah Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu (35).

Ayat ini menggambarkan bahwa untuk dapat menghasilkan sebuah misykat (tanglung) memerlukan proses yang panjang yang saling berkaitan. Begitu juga untuk menghasilkan seorang anak didik yang beriman, berilmu, dan memiliki keterampilan tertentu memerlukan kepada tahap-tahap tertentu dan pada setiap tahap itu memiliki proses yang tersendiri sehingga melahirkan seseorang yang dapat memberikan manfaat yang besar kepada orang lain, sebagaimana Allah sebutkan seperti pelita yang dapat menyinari jalan hidup manusia.

f. Pendekatan pembiasaan.

Pendekatan ini dilaksanakan dengan cara menyuruh dan membiasakan anak melaksanakan sesuatu yang baik bersama orang-orang yang selalu mengerjakannya (konsisten), seperti mendirikan shalat, berpuasa, membayar zakat dan lain-lain. Dalam surat al-Baqarah ayat 43 Allah berfirman:

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣

Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah besama orang-orang yang ruku’ .

Perintah 1ruku’lah bersama orang-orang yang selalu ruku’ kepada Allah menunjukkan bahwa anak didik harus selalu berada dalam lingkungan orang yang shalih, sehingga ia tidak terpengaruh dengan sifat-sifat yang tidak baik.

g. Pendekatan keimanan dan klarifikasi nilai.

Klarifikasi nilai merupakan suatu pendekatan yang dapat membantu anak didik dalam memilih nilai-nilai yang akan dianutnya. Yang harus dipahami di sini adalah cara pengambilan nilai itu sediri, bukan pada kedudukan nilai baik atau buruknya. Karena jika sebuah nilai itu baik atau benar, maka itu adalah benar atau baik secara metodologist. Hal ini sangat penting untuk diketahui, karena siapapun dapat mengatakan bahwa nilai itu baik atau tidak baik. Oleh karena itu sangat penting untuk diketahui cara pengambilan nilai atau hukum. Kebenaran yang hakiki (sesungguhnya) hanya ada di sisi Allah dan RasulNya

PENUTUP

Dari uraian pemaparan diatas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan :

  • Dalam pembelajaran dengan menggunakan Strategi dan Metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan baik.
  • Al-Quran menggambarkan, ada dua cara Allah SWT mengajar manusia, yaitu: 1. Pengajaran langsung yang disebut wahyu / ilham. 2. Pengajaran tidak langsung
  • Isyarat al-Quran dalam mendapatkan Pendidikan melalui Rasio , empirsi dan ilham serta pendekatan- pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan stratgi pembelajaran

[1] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Logos, 1995, hal. 215

[2] Syaiful bahri Jamaroh dan Azwan zen, Strategi Belajar Menghafal, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996, hal. 5

[3] Rohali, Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 1995, hal. 31

[4] M. Nasir Budiman. Pendidikan dalam Perspektif al-Quran. Jakarta, Madani Press, Cet. I, 2001. hal.132.