Jumat, 26 April 2024
Sekolah Menengah Atas

MENGAPA BEGITU? YA, BEGITU MEMANG.

SAYA TIDAK SUKA MAIN GILA.

Vinsensius Nurdin

Saya dan anda pernah mengalami beberapa situasi hidup pada mana kita sendiri sulit memahami gejala yang demikian. Saya mengangkat salah satu hal yang kadang kita alami dalam pergaulan dengan sesama. Kita sebagai manusia tidak pernah terlepas dari guyonan atau lelucon yang dapat membuat kita saling menularkan kegembiraan, rasa senang. Saya ingat akan bacaan yang luar biasa dari karya Huinzinga dalam bukunya homo ludens pada mana fenomena manusia bermain dan mengakibatkan keasyikan tersendiri menjadi salah satu kekhasan manusia. Gurauan, lelucon, ceritera lucu yang membuat manusia saling menyebarkan kegembiraannya adalah bagian dari caranya manusia dalam mempererat interaksi sosial. Yang menjadi tekanan di sini adalah adanya beberapa insane yang sangat sulit masuk ke arena itu dan kurang lebih menimbulkan Tanya tersendiri. Dengan mudahnya dia ikut nimbrung dan memberi reaksi terhadap suatu ceritera jenaka,  suka bersandagurau dengan orang lain yang bahkan dalam guyonan tertentu kadang sedikit memojokkan orang lain dalam suasana yang sering disebut main gila. Sangat mudah main gila dengan orang lain  tetapi ketika orang lain main gila dengannya dia tidak suka. Mengapa begitu? Ya, begitu memang. Ujaran seperti saya tidak suka main gila kerap terdengar dalam keseharian kita. Inilah salah satu lorong kenyataan hidup yang ingin kita telusuri sehingga paling kurang menemani sejenak langkah kita dalam memahami dan mendalami keruwetannya.

ALAM PUNYA BUATAN!?

Dalam sejarah peradaban ras manusia sebagaimana yang sempat dan mampu dianalisis dalam ruang rasional melalui  rekostruksi jejak-jejak yang tertinggal, terbaca berbagai hal yang menjadikan pergerakan manusia dalam usahanya sebagai salah satu makhluk alam. Kegetiran dan kekhusukan dalam lingkungan alam menyatakan keberadaannya sebagai salah satu makhluk di satu pihak dan identitasnya sebagai makluk yang diproklamirkan dalam skema kemampuan rasional yang terbedakan secara jelas dan tegas diantara makhluk-makhluk lainnya. Tanpa bermaksud menempatkan salah satu di tengah refleksi dan yang satunya lagi di sudut gelap sebagai obyek yang menunggu kesempatan baik untuk diperhatikan, keduanya tetap beralaskan alam sebagai pijakan dalam lingkup makrokosmos. Menitikberatkan pada salah satu dan meniadakan yang lain akan sangat mudah jatuh kepada tertinggalnya beban yang terus menggelantung di awang-awang dan terus menuntut atensi untuk disejajarkan. Percik pemahaman seperti ini pada galibnya dialami sebagai bagian dari kemutlakan kita sebagai salah satu bagian dari alam ini.

Pengandaian yang mengibaratkan keberadaan alam sebagai kekuatan tambahan dalam keseluruhan nilai berpeluang kepada penolakan terhadap alam dan pada akhirnya disejajarkan dengan berbagai bentuk kegagalan manusia. Biarpun alam hancur tetapi aku tetap berada adalah suatu kontradiksi bukan hanya dalam hukum logika tetapi juga dalam hukum eksistensial. Memperalat keberadaan alam dan terhubungkan dengan berbagai kepelikan hidup manusia merupakan bahasa baru dalam tuturan yang tidak satupun yang paham maksudnya.  Dalam kata berbeda setiap kegagalan yang berpulang kepada alam sebagai penyebab adalah salah satu kegagalan terbesar dalam alam primitif karena ketidakpekaannya mengolah potensi yang ada sehingga mampu memberi daya kepada kehidupan manusaia. Keberlanjutan dari corak pemikiran seperti ini juga ditemukan pada beberapa kenyataan yang mencuat ke permukaan ketika idiom kepasrahan kepada kehendak alam tanpa memberi warna baru ke dalamnya. Keberadaan alam sebagai kenyataan yang memberikan pijakan kepada keberadaan salah satu penghuninya yakni manusia telah menghamparkan berbagai hal yang dihadapi manusia dalam hidup. Refleksi dari para pendahulu tentang korelasi alam sebagai tempat berpijak telah mementahkan beberapa kenyataan yang darinya kita dapat berlajar akan beberapa kenyataan yang menjadi penyebab berbagai symptom tingkah laku manusia.

Gejala perubahan hidup manusia dalam bentuk tingkah laku yang berbeda telah terjaring dalam refleksi psikologis sejak dahulu kala. Menghadapi suatu kenyataan akan ditanggapi secara berbeda oleh orang orang yang menyaksikan hal yang sama. Keberlainan cara memberi tanggapan terhadap suatu rangsangan tertentu telah lama menghabiskan beberapa penyelidikan dari beberapa insan yang mendedikasikan proyeknya demi menguak kisah dibalik kenyataan semacam ini. Para psikolog dalam keheningan refleksinya dengan beberapa metode pendekatan mencoba menelusuri jejak perubahan tingkah laku manusia dan memberi pernyataan hipotetis terhadap berbagai hal sebagai penyebab berbagai gejala yang ada. Bak seorang empu yang menempa kerisnya, para psikolog terus mencoba menafsirkan beberapa kenyataan yang dialami manusia dengan mengais puing-puing kejiwaan manusia. Usaha seperti ini telah lama digeluti oleh manusia demi menemukan nadi dari gejala perubahan tingkah laku manusia dalamhidup. Perubahan tingkah laku manusia dalam beberapa bentuk masih tetap menjadi pertanyaan yang jawabannya terus ditelusuri dalam proses pengamatan. Berbagai kenyataan hidup yang dialami sebagai bentuk pernyataan kejiwaan menjadi obyek studi mengagumkan. Dari sekian penyelidikan yang terus berlanjut demi mendalami kejiwaan manusia membawa serta berbagai temuan yang menelurkan berbagai teori psikologis untuk menguak kisah dibalik kenyataan fisik yang dapat diindrai. Semua gejala yang diamati menemukan hubungan yang tidak berksudahan dengan alam lingkungan pada mana seseorang bertumbuh dan berkembang.

Beberapa pengamatan sederhana diantara sekian kesimpulan mengatakan bahwa alam adala penyebab utama dibalik keunikan sekaligus keberlainan tingkah laku manusia di atas kosmos ini. Alamlah yang memberi dia berbagai kemampuan yang membuat dia berbeda dalam cara memberi tanggapan  dan menerima respons tertentu. Dalam hubungan dengan ini, kita tidak akan melewatkan berbagai gejala emosional manusia dalam keseharian hidup kita.

CARA BERADA

Dalam setiap kenyataan yang dimiliki, dalam setiap usaha yang diemban demi tetap bertahan dalam kehidupan, setiap makhluk memiliki cara tersendiri dalam menjalankannya. Setiap hal yang dilakukan akan disesuaikan dengan keadaannya sendiri sedemikian rupa sehingga memperlombakan potensinya demi menciptakan hal yang membuat dia bisa hidup. Siapa pun itu dan apa pun itu, memiliki cara berada yang unik dan memiliki satu tujuan tertentu dari adanya/kehadirannya. Pertanyaan kita kadang membuat kita bingung karena mencoba memertanyakan kenapa seseorang atau sesuatu harus ada atau apa tujuannya berada. Meski dalam nada iseng, tetapi dapat menggerakan refleksi kita akan keberadaan segala sesuatu sejauh yang dapat diindrai manusia. Cara berada dari segala sesuatu akan menentukan dengan sendirinya cara bertindak. Manusia dan hewan akan memiliki cara berada tersendiri yang membuat keduanya memiliki cara bertindak berlainan dalam menelusuri planet ini, dalam menghidupi kehidupan. Dalam keunikan cara berada manusia, akan ditemukan berbagai hal yang membuat dia memahat senidir keberadaannya sehingga mampu merampungkan tugas-tugas yang diembannya dalam kehidupan. Dalam perampungan tugas-tugas inilah, manusia menemukan berbagai kegembiraan dan keonakan, keharmonisan dan perbenturan, penerimaan dan penolakan dan seterusnya sehingga membentuk dengan senirinya satu cara tertentu dalam lapisan bawah sadarnya. Berbagai gejala yang tampak dalam kehidupan manusia, bermuasal kepada pembongkaran lapisan bawah sadarnya.

Dengan memahami semua ini, maka kita akan tahu mengapa seseorang atau sesuatu di situ dan mengapa saya berada di sini. Coba kita bayangkan sejenak, tempat tinggal kita saat ini. Apa yang ada di sini 50 tahun yang lalu dan apa yang akan di sini 50 tahun yang akan datang. Semuanya akan berubah seiring dengan dinamika cara berada manusia yang menentukan cara dia bertindak. Demikian pun kalau kita mau menguraikan caranya seseorang memberi tanggapan terhadap sesuatu. Semua perangkat diri manusia akan terhubung dengan sendirinya ketika bersentuhan dengan berbagai gejala. Dia akan dengan mudah memberi nilai emosianal akan sesuatu, tetapi tidak pada semua hal. Dia akan mudah tertawa ketika ada lelucon tertentu. Kita akan sangat heran ketika ada orang tertentu yang dengan luwes memainkan lelucon dengan orang lain, dengan mudahnya main gila dengan orang lain, tetapi ketika orang lain membalas kegilaannya dengan lelucon pula, ia dengan mudahnya merasa tersinggung. Suka main gila dengan orang lain, tetapi ketika orang lain main gila dengannya ia tidak suka. Mengapa begitu? Ya. Begitu memang. Inilah cara berada manusia yang sulit diselisik dan akan tampak dalam cara dia bertindak. Kita sering menyaksikan ada orang yang begitu lemah lembut dalam tutur katanya, tetapi kita menjadi begitu terpukul tatkala menyaksikan orang yang sama melakukan pembantaian besar-besaran. Mengapa begitu? Ya. Begitu memang. Kegagalan kita semua dalam usaha memahami seseorang berawal dari puasnya kita melihat yang tampak, merasa cukup dengan ppenampilan fisik dan alpa menyelisik kedalaman jiwa yang dari padanya bermuasal segala tindak-tanduk manusia.  Coba saja kita bayangkan! Lapisan bawah sadar manusia tersusun berpetak-petak dan tidak satu petakpun berhasil kita kalek , tetapi dengan beraninya memproklamirkan diri sebagai orang yang berhasil memanen keperibadian seseorang. Bukankah ini suatu kekacauan? Apa lagi di zaman ini, yang merasa risakan sekali ketika mendengar dari muka ke muka, wajah ke wajah. Mencurahkan perasaan dari pribadi ke pribadi diganti dengan curhatan benda mati/HP. Inilah perlombaan zaman. Ada beberapa orang yang sering saya dengar bahwa kita ingin mengetahui pribadi orang hanya dengan memandang ke matanya, matanya akan mengatakan segala sesuatu tentang dirinya.  Bagaimana dengan zaman kita saat ini? Dia akan mendengar orang(sepertinya) tetapi matanya focus ke HP. Penelusuran kita akhirnya harus terhenti karena hanya cukup puas dengan dia (rupanya) mendengar meski tanpa menatap ke dalam matanya. Mengapa begitu? Ya. Begitu memang.