Rabu, 01 Mei 2024
Sekolah Dasar

Kamu Bisa

Mendidik tidak hanya sekadar pikir dan wawasannya, tapi juga harus pula mendidik jiwanya, sikapnya, jasmaninya dan spiritualnya. Mendidik pola pikir dan wawasannya dalam lingkungan sekolah tidaklah sulit, karena ada sekian banyak sarana dan waktu yang telah disediakan untuk itu. Tiap hari sudah terjadwal sekian mapel dalam sepekan. Tak kurang ada sekian jam tatap muka dalam sehari, umumnya porsi terbesar diperuntukkan untuk mengedukasi tentang pola pikir dan ilmu pengetahuan atau wawasan peserta didik.

Namun beda halnya tentang edukasi sikap, jasmani dan spiritual, porsi yang tersedia masih terbatas. Padahal terbangunnya sebuah sikap pada diri anak itu butuh waktu, butuh pembiasaan yang berulang, agar menjadi habbit atau kebiasaan.

Apalagi kalau menilik pada urgensinya, maka kita sepakat bahwa kompetensi sikap lebih perlu diprioritaskan dari pada kompetensi ilmu pengetahuan atau wawasan, hal ini tanpa bermaksud menafikan pentingnya kompetensi ilmu pengetahuan atau wawasan pada diri peserta didik.

Dari hal demikianlah, seorang guru harus pandai-pandai melihat momentum dalam mengedukasi peserta didiknya. Kapan ada kesempatan untuk menginternalisasi nilai pada anak, walaupun diluar waktu pembelajaran, maka itu perlu guru tempuh. Apalagi kalau berkaitan tentang penanaman nilai sikap, bila ada kesempatan maka upayakan untuk menumbuhkembangkan sikap positif tertentu, yang mana akan sangat bermanfaat bagi anak tersebut dikemudian hari.

“Assalamu’alaikum, Ustadz …. ustadz ….”, suara anak tersebut mengalihkan fokus para ustadz yang sedang sibuk dengan urusan masing-masing di ruang kantor.
“Minta tolong …”, sambil mengayun-ayunkan sebotol minuman yang belum terbuka.

Saya waktu itu yang lebih dekat posisi dengan si anak, paham kalau anak sedang mengalami kesulitan dan butuh pertolongan untuk membuka penutup botol minumnya.

“sini, duduk dulu”, pintaku pada anak tersebut.
Sang anak pun mendekat padaku kemudian duduk sebagaimana yang saya harapkan.

“kamu belum bisa membuka tutup botol?” tanyaku memastikan.
Si anak tidak menjawab, tapi gerakan kepalanya menunjukkan sikap mengiyakan pertanyaanku.
Alih-alih seharusnya saya langsung membuka penutup botolnya, tak butuh waktu satu menit, kemudian saya bisa melanjutkan aktifitas pekerjaan saya, simpel dan beres.

“Coba dulu, kamu coba dulu” pintaku pada anak tersebut sambil membimbing bagaimana cara membukanya.
“Tangan kiri pegang botolnya, tangan kanan pegang tutupnya terus putar seperti ini”, lanjut penjelasanku padanya, dengan memeragakan tangan kanan ke mana arah putarnya (putar ke kiri).

Maka anak tersebut mencobanya, tapi belum juga terbuka, saya minta sekali lagi sambil memotivasi “kamu bisa”, namun ternyata belum juga menampakkan hasilnya. Saya pun tak menyerah memotivasi, saya katakan “ lebih kuat lagi!”. Ia pun sepertinya menambah tenaga yang dimilikinya. Dan alhamdulillah, akhirnya penutup botol pun terbuka.

Memang cara yang saya tempuh butuh waktu yang tidak sebentar, tapi saya yakin, bila hal ini dibiasakan maka anak akan bisa lebih mandiri dikemudian hari, semoga!. Man Jadda Wajada, Sesiapa yang sungguh-sungguh mencoba, ia akan mendapatkannya.(KI)

(Kejadian tersebut terjadi pagi ini, kamis 7 Oktober 2021, setelah anak keluar kantor saya baru tau dari kepala madrasah, kalau nama ananda adalah Umar kelas mukmin 3 atau kelas 3 MI Al Wahdah)