Rabu, 08 Mei 2024
Sekolah Menengah Atas

Semarak Hari Guru di SMA Muhi Surakarta

SMA Muhammadiyah 1 Surakarta menggelar perayaan memperingati HUT PGRI ke-77 tahun. Kegiatan dilaksanakan di ruang Guru dihadiri oleh Drs. H. Tridjono dan seluruh guru serta karyawan SMA Muhammadiyah 1 Surakarta. (25 November 2022)

Adapun tema HUT PGRI adalah Guru Bangkit, Pulihkan Pendidikan: Indonesia Kuat, Indonesia Maju.

Dalam sambutan kepala SMA Muhammadiyah 1 Surakarta, Dr. Rahayuningsih, S.Pd., M.Pd. mengucapkan selamat hari guru semoga kita semua diberi kesehatan sehingga kita dapat mencerdaskan anak bangsa dengan kesabaran dan keiklasan dan semoga kita semua akan mendapat imbalan pahala dari Allah yang berlipat ganda.

Sambutan dari Ketua Majelis Dikdasmen Muhammadiyah Kota Surakarta sekaligus ketua komite SMA Muhammadiyah 1 Surakarta, Drs. H. Tridjono mengucapkan selamat hari guru dengan mensyukuri apa yang telah kita nikmati. Kita harus dapat menjadi contoh untuk anak didik kita. Semoga pengabdian kita bisa istikomah.

Kegiatan HUT PGRI di SMA Muhammadiyah 1 Surakarta berupa ramah tamah dilanjutkan makan bersama.

Menurut humas SMA Muhammadiyah 1 Surakarta, Dra. Willys Sari Listiyani, M.Pd. menceritakan Sejarah PGRI.  Sejarah PGRI bermula dari perjuangan guru-guru Indonesia sejak zaman pemerintahan Belanda. Pada 1912, sejarah perjuangan guru di Indonesia bermula melalui Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB). Organisasi ini beranggotakan para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan penilik sekolah dengan latar pendidikan yang berbeda-beda.

Selain PGHB, berkembang pula organisasi guru lainnya yang beranggotakan semua guru tanpa membedakan golongan. Perjuangan guru tak hanya berfokus pada perbaikan nasib serta kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi sudah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka”.

Pada 1932, organisasi-organisasi guru dengan berbeda-beda latar belakang, paham dan golongan sepakat bersatu mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Pengubahan nama pun mengejutkan pemerintah Belanda.

Selanjutnya, perjuangan PGI tak lagi sekadar untuk nasib guru, melainkan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kemerdekaan. Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, dan PGI sempat tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Setelah masa kemerdekaan, pada tanggal 23-25 November 1945 digelar Kongres Guru Indonesia di Surakarta di Gedung Somaharsana (Pasar Pon), Van Deventer School, Sekolah Guru Puteri (sekarang SMP Negeri 3 Surakarta). Hasilnya semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu dalam satu wadah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Selanjutnya, pemerintah melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI pada tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional.

Kegiatan diakhiri dengan doa yang dipimpin oleh ustad Farhan Qodriyanto, S.Pd.I.