Minggu, 19 Mei 2024
Sekolah Menengah Atas

HUKUM MENGIKUTI PERKEMBANGAN MASYARAKAT ATAU MASYARAKAT YANG BERKEMBANG MENGIKUTI HUKUM

Vinsensius Nurdin

Inilah hikmah dari suatu perjumpaan. Ada-ada saja dialog. Mulai dari yang paling sederhana/biasa hingga sampai kepada yang sangat kompleks/luar biasa. Beberapa waktu yang lalu perjumpaan dengan rekan kerja Bapak Siprianus Borcel Wahidin S.Pd, seorang guru PKN di SMAN 3 BORONG dalam dialog sejenak menikmati waktu istirahat, melontarkan konsep dari judul tulisan ini kepada kami rekan sejawat sambil minum kopi. Saya sendiri merasa konsep yang dilontarkannya adalah suatu bahasan panjang dalam dunia hukum per hari ini. Dia sendiri (Bapak Siprianus Borcel Wahidin S.Pd) menyampaikan hal itu berawal dari diskusi kelasnya bersama peserta didik di SMAN 3 BORONG. Sejauh yang diketahui, beliau sendiri memeroleh dua pandangan berbeda ketika didiskusikan kepada peserta didik. Ada kelompok yang melihat bahwa hukum mengikuti perkembangan masyarakat dan ada juga kelompok yang menyetujui pandangan bahwa masyarakatlah yang mengikuti perkembangan hukum. Tulisan ini adalah ringkasan dari pandanagan peserta didik SMAN 3 BORONG dalam memertanggungjawabkan ulasan hukum dalam tata kenegaraan sebagaimana diungkapkan oleh guru PKNnya kepada saya sebagai penulis dengan menambahkan catatan ringan yang kiranya dapat menajamkan paham mereka akan hal ini.

Pembahasan yang tidak akan pernah berakhir dalam suatu komunitas manusia adalah setiap orang memiliki satu hal umum yang sifatnya berlaku bagi semua. Keberlakuan yang sifatnya tanpa kecuali ini dapat didekatkan kepada pengertian hukum. Apa yang menyebabkan sesuatu menjadi hukum karena sifatnya yang mengikat,tanpa kecuali. Dan tentu saja ada akibat yang ditimbulakan ketika dilanggar. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang membuat hukum itu menjadi acuan bagi semua? Pertanyaan seperti ini akan menghantar kita kepada berbagai peraturan komunitas yang akhirnya menjadi ketetapan semua untuk semua. Dan tentu saja tidaklah salah apabila kita menoleh kepada terbentuknya hukum dalam suatu perhimpunan atau persekutuan manusia.

Setiap orang wajib menaati hukum. Karena hanya dengan kewajiban untuk taat di bawah payung hukum, segala sesuatu dapat berjalan sesuai dengan apa adanya. Hukum menjadi landasan kebersamaan hidup. Sampai pada tingkat ini kita semua paham keberlakuan hukum demi menata kehidupan yang harmonis. Dan negasi mutlaknya tentu saja jika hukum diandaikan tidak ada,sudah pasti akan terjadi chaos/kekacaubalauan/amburadul karena setiap orang dengan egonya mempertahankan apa yang ada padanya dan bahkan akan merampas apa yang menjadi milik orang lain. Dalam bahasa moral sering didengar ungkapan saya wajib memertahankan hak saya dan sayapun wajib memertahankan hak orang lain. Hal ini diakui supaya tidak terjadi perbenturan antara hak dan kewajiban, meski tetap ditemukan ada-ada saja celah yang saling bersikutan.

Persoalan keberlakuan hukum di Negara kita tentu juga menjadi perbincangan hangat dan sangat patut untuk dilakukan dalam bentuk diskursus meningat sejarahnya sendiri menuai beberapa pertanyaan fundamental. Beberapa ulasan melihat dan mempermasalahkan asal-usul hukum yang berlaku di bumi nusantara. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwasannya sebelum orang luar masuk ke wilayah kita, di setiap daerah telah ada persekutuan tradisional dalam bentuk-bentuk yang khas. Di sini pula kita dibuat termangu oleh beberapa jejak hukum yang berlaku untuk daerah/ wilayah yang meskipun berskala kecil tetapi tidak kalah kekuatan menigikatnya seperti hukum sekarang ini. Saya mengambil hikmah yang mengagumkan dari bukunya DAMI N. TODA yang secara luar biasa menemukan asal tata kelola kehidupan daerah Manggarai di masa silam melalui pranata sosial kedaluan Todo-Pongkor. Dalam bukunya MANGGARAI: MENCARI PENCERAHAN HISTORIOGRAFI Dami N. Toda meretas kebungeman kita akan  Pranata sosial tradsional dengan berbagai perangkatnya ditemukan sudah beruratakar  di wilayah Manggarai dan diyakini menjadi cikal bakal paham hukum untuk saat ini. Demikian juga kalau kita melihat kehidupan daerah lainnya sekelas kerajaan Kutai dengan mode pemerintahan tradisional yang apik. Semuanya ini menunjukkan bahwa wadah untuk memahami hukum secara kontekstual tidak bisa terlepas dari adanya persekutuan manusia dengan berbagai kesepakatannya yang harus ditaati. Hukum saat ini yang diberi nama hukum positif untuk membedakannya dengan hukum pra-positif dalam lingkungan tradisional sesunggunya adalah hasil dari kesepakatan antara orang-orang. Salah satu perbedaannya adalah hukum pra-positif kebanyakan hanyalah kumpulan perintah dan larangan yang tidak terkodifikasi dalam bentuk tulisan sedangkan hukum positif telah menjadikan perintah dan larangan lisan itu dalam bentuk kodifikasi tertulis

Sampailah kita pada pertikaian inti dari ulasan sederhana ini. Ketika hukum ditempatkan sebagai pengontrol kehidupan bermasyarakat, maka apa yang menjadi konsep hukum itu sendiri. Melalui ini kita akan bersentuhan dengan dua medel dasar yakni hukum yang bersifat statis dan hukum yang bersifat dinamis. Sifat statis hukum  terutama kepada keberlakuannya kepada manusia dari generasi ke generasi. Untuk hal ini kita akan berhadapan dengan kenyataan umum semisal hukum kita yang bagi beberapa pihak secara terang-terangan menyatakan bahwa hukum kita adalah copy paste hukum belanda. Kalau kajian ini benar maka kita melihat hukum sebagai sesuatu yang statis seolah-olah apa segala sesuatu berlaku sama di setiap tempat. Pemikiran yang lebih moderat dialami oleh pengandaian berikutnya yang melihat hukum secara dinamis. Hukum yang dinamis berarti keberlakuannya tergantung konteks sosial masyarakat.  

Saya ingat salah satu prinsip hukum pada umumnya adalah adil. ius quia iustum/hukum adalah adil. kalau hukum tidak menunjukan keadilan maka ia tidak disebut hukum. Hukum dibuat manusia untuk menjawab kebutuhan manusia akan keadilan. Hal ini berlawanan dengan konsep lainnya yakni legalisme yang lebih mengutamakan penerapan undang-undang meski jauh dari keadilan. Tuntutan pemenuhan keadilan dalam hukum haruslah menjadi sukma pemahaman secara menyeluruh. Sebagai satu wadah untuk melayani, maka hukum harus beriringan dengan situasi dan kondisi kemanusiaan. Tidak setiap zaman dan tempat dapat diterapkan hukum yang sama.