Selasa, 21 Mei 2024
Sekolah Menengah Pertama

Wasiat Al-Qur’an Tentang Anak (Peringatan Hari Anak Se-Dunia 2021)

Wasiat Al-Qur’an Tentang Anak (Peringatan Hari Anak Se-Dunia 2021)

Oleh : Sahroni, S.Pd.I., M.Pd *)

Anak adalah anugerah dan amanah dari Allah. Anak ibarat kertas putih yang masih kosong yang dapat menerima ukiran dan gambar apapun. Kedua orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam mengukir dan menggambar hati sang buah hati. Baik dan buruknya seorang anak banyak diperngaruhi oleh kedua orang tua dan orang-orang yang mendidiknya. Salah dalam mendidik anak, maka akan berakibat fatal dan berdampak buruk terhadap anak tersebut. Bahkan juga kepada orang tuanya sekalipun.

Baca juga :

MEMAHAMI UNTUK KEHIDUPAN IDEAL (MEMPERINGATI HARI ANAK SE-DUNIA 2021)

Al-Qur’an sudah menjelaskan tentang posisi dan kedudukan anak bagi orang tuanya. Hal ini penting untuk dipahami dan ditadabburi agar orang memiliki kesadaran dalam mendidik anaknya. Setidaknya terdapat 5 ayat yang menjelaskan kedudukan anak dalam Al-Qur’an.

  • Zinah al-Hayah al-Dunya (Perhiasan Dunia)

Anak dapat menjadi perhiasan atau sesuatu yang dianggap baik dan indah (zinah), sebagaimana dalam QS. Al-Kahf/18: 46.

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan

Anak adalah perhiasan dunia, begitu juga harta, keduanya disebut perhiasan dunia bukan perhiasan akhirat. Melalui ayat ini Allah ingin menjelaskan agar manusia menyadari bahwa anak dalam kedudukannya sebagai perhiasan dunia, sifatnya tidak kekal dan sesaat, juga bersifat seperti itu, tidak kekal, maka tidak seharusnya mengakibatkan perasaan berbangga diri yang berujung pada hal-hal yang negatif.

  • Tafakhur (Kebanggaan)

Kedudukan anak sebagai kebanggaan dapat ditemukan dalam QS. Al-H̱adid/57: 20.

اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.

Pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa salah satu sebab perbuatan saling bermegah-megahan adalah banyaknya anak. Anak dan harta merupakan hal yang acap kali menyebabkan manusia menjadi lalai. Karenanya, keduanya (harta dan anak) disebutkan secara bersamaan dalam rangkaian ayat tersebut. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebanggaan terhadap anak bukanlah suatu hal yang dilarang dalam Islam selama masih dalam batas kewajaran dan tidak melahirkan sifat-sifat buruk. Kebanggaan yang dilarang adalah jika mengarah pada persaingan dan kompetisi dalam bentuk perbuatan dan sikap yang buruk seperti iri/hasud dan lainnya. Oleh karena itu, sebagai orang mukmin hendaknya orang tua harus bisa mengontrol rasa bangga terhadap apa yang dimilikinya khususnya terhadap anak-anaknya agar tidak terjerumus pada perbuatan yang terlarang.

  • Qurrah A’yun (Penyejuk Hati)

Keterangan ini dapat kita baca dalam QS. al-Furqan/25: 74.

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.”

Ibnu Abbas berkata bahwa Qurratu A’yun adalah keturunan yang taat, sehingga dengan ketaatannya, anak dapat menjadi penyejuk hati dan bisa membahagiakan orang tua baik di dunia dan di akhirat. Makna Qurratu A’yun tidak hanya diartikan sebagai nikmat dari seorang anak, melainkan nikmat, anugerah, rahmat, kebahagiaan dari Allah SWT yang diberikan kepada manusia di akhirat kelak sebagai imbalan bagi mereka yang taat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT selama hidup di dunia serta sukses mendidik anak-anaknya menjadi hamba-hamba yang bertakwa kepada Allah.

  • Fitnah

Kedudukan anak sebagai fitnah dipahami dari dua ayat Al-Qur’an, yakni QS. Al-Anfal/8: 28, dan QS. Al-Taghabun/64: 15.

وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (الأنفال)

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar.”

إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (التغابن)

“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.”

Melalui kedua ayat ini, Al-Qur’an menunjukkan bahwa seorang anak adalah ujian. Jika demikian, maka kedudukan anak sebagai ujian akan berpengaruh pada kedua orang tuanya, jika kedua orang tua berhasil menjaga hak-haknya, maka akan mendapatkan pahala yang agung dari Allah. Sebaliknya, jika orang tua gagal menjaganya, maka orang tua akan terjerumus pada dosa.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa kedudukan anak sebagai cobaan menuntut seorang mukmin agar dapat berlaku adil, dan tidak berlebihan. Maksudnya cinta dan kasih sayang terhadap anak jangan sampai mengakibatkan kehilangan kendali, dan akhirnya melanggar ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Selain itu, seorang mukmin diharapkan mampu untuk tetap mendekatkan diri kepada Allah dan menjaga

  • Musuh

Petunjuk yang menjelaskan kedudukan anak sebagai musuh terdapat dalam QS. Al-Taghabun/64: 14.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Melalui ayat ini, Allah menjelaskan bahwa sebagian anak dan pasangan bisa menjadi musuh bagi seseorang. Dengan kata lain, anak dan pasangan bisa saja menjadi penghalang untuk mengerjakan ibadah dan kataatan pada Allah, pun sebaliknya. Ayat ini juga memberikan pemahaman bahwa musuh tersebut tidak hanya terbatas pada anak atau pasangan, melainkan keluarga secara umum. Dari ayat ini, dapat dipahami bahwa Allah memberikan rambu-rambu dan peringatan agar umat Islam agar tidak terlena dan tidak tertipu dengan sebagian keluarga atau anaknya yang bisa jadi memiliki niat dan keinginan buruk baginya.

Demikian petunjuk Al-Qur’an tentang kedudukan anak, setelah mengamati ayat-ayat di atas. Oleh karena itu, menurut penulis sikap orang tua terhadap anak mempunyai peran penting bagi anak ataupun orang tua itu sendiri dalam keberhasilan dan keselamatan mereka, baik itu dalam konteks kehidupan manusia di dunia, ataupun kelak di akhirat di hadapan pengadilan Allah.

Selamat Hari Anak Se-Dunia Tahun 2021

*) Kepala MTs. Miftahul Ulum 2 Bakid