Senin, 06 Mei 2024
Sekolah Menengah Atas

Peran Wanita dalam Mensukseskan Program Literasi Digital Nasional

Yasinta Dimut & Vinsensius Nurdin

Prolog

Sudah sejak lama, manusia terus mencari dalam berbagai cara untuk menemukan dan mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapai secara global demi menyatukan titik temu antara kenyataan yang dialami dengan keharusan yang dijalankan. Salah satu di antara isu mengglobal itu justeru ditemukan dalam menyeimbangkan relasi antara manusia. Ketidakseimbangan relasi ini terutama terjadi dalam penempatan relasi manusia sebagai manusia, pria dan Wanita, laki-laki dan perempuan. Dalam berbagai belahan dunia, gerakan penyamarataan status sosial menjadi perhatian yang tidak mudah dilewatkan. Saya sebagai seorang perempuan, ibu rumah tangga, mengacungi jempol terhadap berbagai daya upaya penemuan jati diri kemanusiaan karena terbelah dalam ruang kebudayaan “kelaki-lakian”. Seorang Wanita yang terus berusaha dalam menemukan jati dirinya sebagai manusia dan agak aneh ketika jati diri Wanita sebagai manusia justeru disembunyikan oleh manusia sendiri yang diberi nama laki-laki/pria. Memberi tempat kepada Wanita dalam mensukseskan program literasi digital nasional sebagai suatu gebrakan maju dalam melihat Kembali “Rahim” yang memberi kehidupan bagi kemanusiaan pada umumnya.

Nalog             Pada tempat yang paling awal perlu memberi penegasan akan satu hal utama yang menjadikan manusia sebagai manusia pada umumnya. Penegasan itu terutama dilakoni oleh lembaga Pendidikan yang menjadikanmanusia baik laki-laki maupun wanita sebagai  mana seharusnya. Peran Pendidikan yang menempatkanmanusia pada tempat yang sama telahmenjadi salah satu pintu keluar dari kemelut terdepaknya Wanita dalam kungkungan budaya kelaki-lakian. Memberi tempat kepada Wanita dalam berbagai segi kehidupan karena tersendera budaya patrilineal bukan terutama tergantung kepada kerelaan kaum pria atau pandangan “supaya segala sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya”. Memberi tempat kepada peran Wanita bertitik tolak dari kesadaran dalam tataran logis bahwasannya wanita dalam keapikkannya sebagai manusia menjadi salah satu sumber dari perubahan. Peran Wanita dalam tataran demi suksesnya suatu program seperti Literasi Digital Nasional menjadi acuan dalam melihat kualitas program yang hendak dijalankan.

Program Literasi Nasional yang menjadikan wanita sebagai tonggak perubahan telah menempatkan wanita pada umumnya pada dua sisi yang saling melengkapi yakni peluang dan tantangan. Pada kedua hal inilah Wanita sebagai bagian dari kemanusiaan memberi pertanggungjawaban akan identitas dirinya yang unik. Keunikan peran Wanita dalam segala sesuatu dan terutama berhubungan dengan tercapainya suatu program adalah tanda bahwa kehadirannya mutlak perlu. Wanita dalam keunikannya harus memproklamirkan kekuatannya di tengah isu sesat sebagai “makhluk lemah”

Tonggak sejarah perubahan yang menempatkan manusia Wanita dalam kerangka peluang dan tantangan bertindih tepat kepada usaha massif berbagai kalangan untuk mengembalikan kedudukan Wanita pada tempat yang seharusnya. Term “mengembalikan kedudukan wanita” jangan sampai disalahartikan dengan berbagai daya upaya beberapa kalangan yang menjadikan persoalan itu sebagai pendonggkrak kelompok/golongan. Masih segar dalam ingatan saya, salah satu produk UU yang kelihatannya sungguh berpihak dan berpijak kepada Wanita, tetapi tetap saja menyandera status kewanitaan pada umumnya. Produk UU yang dimaksud adalah pemerintah menetapkan UU Partai Politik Nomor 31 Tahun 2003 dan UU Pemilu Nomor 12 Tahun 2002 yang berusaha mengakomodasi keterwakilan perempuan dalam ranah politik demokrasi Indonesia. Penetapan yang kelihatannya mampu mengakomodasi perempuan dalam kehidupan politik melalui peraturan perundang-undangan, hemat saya adalah suatu daya upaya menegakkan benang basah ditengah tetap terkaparnya Wanita oleh dominasi budaya patrilineal dalam berbagai lini kehidupan terutama para Wanita akar rumput.

Apa yang bisa dilakukan di tengah terus menggeloranya isu perendahan martabat Wanita dalam situasi tertentu demi kebudayaan dengan usaha dunia menyeimbangkan harkat dan martabat manusia pada umumnya. Menempatkan peran Wanita dalam mensukseskan program literasi nasional seperti yang saya sebut di atas adalah peluang sekaligus tantangan. Mengapa disebut peluang? Para Wanita di seluruh dunia dari sejak peradaban aksara ditemukan,terus berhadapan dengan isu “pelemahan” status kewanitaan. Isu ini terus bergulir bagaikan bola salju dan terus diperparah dengan pengakuan beberapa kalangan Wanita yang justeru memberi pembenaran terhadap keadaan itu melalui jargon-jargon tertentuseperti “kami Wanita memang demikian, kami memang harus tetap di dapur dan mengurusi rumah tangga, kami hanya bertugas untuk melahirkan dan kami harus tetap dalam rumah, setinggi-tingginya kami sekolah,kami akan tetap kembali ke dapur”, dan deretan pelemahan lainnya yang justeru menjadi nyanyian kematian perebah kebenaran. Menulis sisi tilik wanita dengan berbagai problematikanya adalah sulit karena di ujung pena saya sebagai penulis, wanita yang sama yang sekarang saya agungkan pernah ditulisi dengan kekelaman karena kekejaman budaya patriarki. Mengartikulasikan peran wanita dalam sebuah tulisan dari seorang wanita seperti saya, bukanlah suatu artikel yang mengawang tanpa fakta. Bersama dengan sastrawan Indonesia, Sutardji Colzoum Bachri, saya berani berujar: saya menulis di atas tulisan. Ini berarti tulisan saya ini berdasar kepada kemelut kaum wanita di dunia nyata, yang bisa diindrai. Ini adalah peluang yang mengundang para wanita untuk member kualitas kepada eksistensi diri. Memerkuat kualitas diri mengacu kepada usaha berkelanjutan untuk menjadikan literasi sebagai sukma kewanitaan Indonesia. Program literasi yang serentak dikumandangkan di seluruh Indonesia menjadi peluang untuk membuktikan kualitas diri yang sama dan sederajat dengan kaum lelaki. Pelibatan kaum wanita dalam mensukseskan program Lliterasi Nasional adalah undangan terbuka yang menghentakan nurani kewanitaan pada umumnya untuk berani menghunjukkan kekuatan diri dengan tetap memertahankan keunikannya sebagai wanita yang menjunjung tinggi tidak saja logika intelektual dalam akumulasi pengetahuan tetapi “rahim” kita adalah lambang tajamnya logika hati, nilai rasa sebagai perempuan. Berliterasi tidak pernah cukup dengan mengandalkan instumen logika intelektual semata, tetapi melampaui itu dan ditemukan dengan kekuatan sekaligus keunikan wanita dalam “Rahim” logika hati. Berliterasi dengan hati akan menjadikan program literasi nasional sukses sesuai dengan harapan. Mengapa logika hati? Dapatkah ia menjembatani terburuknya bangsa kita dalam literasi?

Logikahati, bagisaya, mengedepankan rasa. Seorang ibu rumah tangga, seperti saya, memiliki ketajaman rasa. Ini dapat dibuktikan dengan berbagai kejadian biasa dalam rumah tangga yang melibatkan “nilai rasa” saya sebagai wanita. Suami saya sebagai salah satu kaum yang sejak dulu hingga sekarang karena skema budaya patriarki bergelar kepala rumah tangga terkadang tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Tetapi kehadiran saya sebagai wanita yang tajam dalam merasakan sesuatu menjadi pilihan yang nantinya terbukti dalam hasil dari kemelut berumah tangga. Ada satu hal juga yang menjadikan saya yakin akan kesuksesan program Literasi Digital Nasional karena keterlibtan perempuan yakni fakta yang tidak dipungkiri bahwa manusia terlahir dari rahim wanita. Fakta yang sekaligus keunikan dan keistimewahan ini menjadikan saya berpikir bahwa kehebatan manusia di segala zaman dan di semua tempat di bawah kolong langit ini karena wanita telah mempunyai rahim yang menjaga kualitas kemanusiaan. Keunikan sekaligus keistimewahan ini juga berasal dari pengandaian saya bahwa kata rahim dalam bahasa Inggris adalah womb. Kata ini berasal dari dua kata yakni womb dan man. Womb berarti Rahim dan man berarti lelaki. Jika kata woman diartikan secara terpisah berarti Rahim lelaki. Hal sederhana ini saja menunjukan totalitas makna dari kehadiran seorang wanita. Wanita adalah Rahim dari lelaki memberi tanda dan penegasan bahwa eksistensi wanita mutlak diperlukan dalam mensuskseskan program Literasi Nasional. Peluang wanita Indonsesia dalam mensukseskan program Literasi Digital juga mengajak saya untuk berpikir lebih dalam bahwa sesungguhnya identitas kelaki-lakian justeru berasaldari wanita yang sejak keluar dari rahimnya terus disuluh, dituntun dan diasah-asuh hingga menjadi manusia. Karena Rahim seorang wanitalah ia dibentuk secara biologis menjadi seorang manusia. Kecerdasan seorang manusia jika ditakar dalam presentase tertentu sebagian besar berasal dari unsur kewanitaan. Kalau saya boleh menaksir, kecerdasan seorangmanusia 95% berasal dari wanita. Peluang bagi para wanita Indonesia dalam mensukseskan program literasi nasional sebanding dengan kecerdasan manusia pada umunya yang justeru sebagian besar berasal dari wanita. Peluang mengedepankan peran wanita seperti saya dalam program literasi dalam skala nasional berarti pula selain memberdayakan berbagai keunikan dan keistimewahan saya sebagai wanita, tetapi juga terus bersaing dalam persaingan yang sehat demi dapat bersanding dengan kaum lelaki dalam segala bentuk pencapaian hidup.

Peran wanita dalam mensukseskan program literasi Digital Nasional bagi saya adalah suatu gebrakan maju, karena bagi saya sebagai wanita menjadi tantangan. Tantangan karena ini menjadi arena terbuka yang mengundang semua wanita Indonesia termasuk saya untuk bangun dari tidur panjang kenyamanan semu karena tergerus arus budaya pelemahan martabat wanita. Tantangan terbuka ini terus mendorong dan menarik marwah saya sebagai wanita untuk mensukseskan program literasi dalam skala kecil mulai dari rumah tangga saya. Mengakrabkan literasi hingga menjadi bagian dari kehidupan manusia Indonesia harus berawal dari saya sebagai wanita dan menjadi model untuk orang lainnya. Keterlibatan saya di salah satu PENDIDIKAN ANAK USIA DINI(PAUD) memberi saya wahana untuk menjadikan anak-anak asuhan sebagai bejana yang terus disusupi dengan santapan literasi meski dalam cara sederhana sesuai dengan tingkat usia mereka.Saya menyadari bahwa terkadang selama ini, saya sebagai pengasuh anak di salah satu lembagapendidikan PAUD keliru dalam menjadikan anak-anak saya sebagai pewaris pengetahuan. Kesalahan terutama pada level pendidikan kepekaan. Bila sejak PAUD mereka telah dibiasakan untuk tidak belajar menggunakan suara hati dengan baik, maka akan sangat sulit menjadikan mereka berkarakter dalam kehidupan. Manusia berkarakter akan dengan mudah dituntun untuk mengerti tentang betapa berartinya literasi bagi manusia.

Peran wanita dalam mensukseskan program literasi Digital Nasional adalah tantangan yang mengajak saya untuk melakukan hal-hal kecil dari diri saya sendiri untuk mengubah cara pandang terhadap berbagai hal, terutama di tengah menglobalnya arus digitalisasi. Perubahan paradigma di tengah dunia yang terus berubah dengan peguasaan teknologi sebagai salah satu syaratnya menjadi tantangan tersendiri yang menghentakkan saya sebagai seorangwanita. Keseimbangan antara logika intelektual dengan logika hati menjadi pilihan saya sebagai seorang wanita dalam menjawab tantangan demi suksesnya program literasi digital Nasional. Saya sebagai seorang wanita akan terus menyingsingkan lengan sembari karena keunikan dan keistimewahan kuterus berpacu dengan waktu demi Indonesia Maju.

Epilog

Peran Wanita dalam Mensukseskan Program Literasi Digital Nasional adalah bagian dari usaha sadar beberapa kalangan untuk menghadirkan nuansa keberbedaan karena jenis kelamin sebagai pelengkap yang harus saling mengandaikan adanya. Paradigma ini berurusan dengan paham bahwa wanita dan pria adalahmakhluk hidup yang harus selalu mengandaikan dalam adanya. Ketidakhadiran yang satu menjadi cacat mutlak. Wanita dan pria bagai dua sisi koin mata uang yang kehadirannya harus selalu melengkapi. Wanita yang diberi peran untuk memerkuat program Literasi Nasional diundang berpartisisasi penuh karena keunikan dan keistimewahannya. R.A.Kartini menjadi model wanita Indonesia yang meski ditengah keterpurukan situasi dan kondisi baik sosisal maupun budaya, tetap menunjukan keunikan dan keistimewahannya sebagai wanita. HABIS GELAP, TERBITLAH TERANG, bukan sekadar semboyan pengisi wacana kekosongan, tetapi menjadi pahatan akan paradigma terus maju dan melawan pelemahan system karena gender kewanitaan. Semboyan inovatif R.A. Kartini telah merobohkan tembok pemisah manusia dan menjadikan manusia wanita Indonesia bisa berdikari dan menunjukan kehebatannya di tengah dunia. Salam Hari Kartini. Majulah wanita Indonesia!!!