Jumat, 26 April 2024
Perguruan Tinggi

Pakar Unpas Soal Migrasi BBM ke Kendaraan Listrik: Ide Bagus, Tapi Harus Matang

Pakar Unpas Soal Migrasi BBM ke Kendaraan Listrik: Ide Bagus, Tapi Harus Matang

[vc_row][vc_column][vc_single_image image=”56421″ img_size=”large” add_caption=”yes” alignment=”center”][vc_column_text]BANDUNG, unpas.ac.id – Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menginstruksikan penggunaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai kepada jajarannya di pusat dan daerah.

Hal tersebut diatur dalam Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah.

Pakar Kebijakan Ekonomi dan Dosen FEB Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi, S.E., M.E. menilai, penggunaan kendaraan listrik untuk operasional pemerintah dirasa sangat baik.

“Rencana migrasi kendaraan berbasis BBM ke listrik itu ide bagus karena memungkinkan untuk digunakan pada jarak-jarak operasional pemerintah, tapi jangan sporadis,” katanya, Jumat (30/9/2022).

Kendati demikian, ia mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan infrastruktur, memperhitungkan biaya penggunaan kendaraan listrik, dan tidak menjadikan migrasi ini sebagai ladang bisnis.

Acuviarta Kartabi. (IG: acuviarta)

“Harga mobil listrik kan tidak murah. Jangan sampai jadi ladang oligarki di sekitar presiden, karena kita tahu ada banyak kebijakan pemerintah yang ‘dimanfaatkan’, seperti saat pandemi Covid-19,” tegasnya.

Migrasi kendaraan listrik rupanya turut dibarengi dengan wacana untuk mengalihkan penggunaan listrik masyarakat dari yang berdaya 450 VA ke daya 900 VA. Acuviarta menuturkan, perubahan daya ini tidak masalah, asal tetap disubsidi.

“Saya pribadi tidak masalah jika dayanya dinaikkan ke 900 VA, tapi disubsidi. Kalau tidak, saya tidak setuju, karena standar minimal untuk masyarakat miskin harus tetap dapat subsidi,” katanya.

Dia menambahkan, saat ini PLN tengah mengalami over suppy listrik sebanyak 6 Giga Watt (GW), sehingga migrasi kendaraan listrik telah sesuai momentum.

“Saya kira itu kebijakan bagus, asal tidak dimanfaatkan penunggang bebas. Importir kendaraan listrik jangan ditunjuk oligarki,” terangnya.

Jangan Sekadar Gimmick

Dicetuskannya penggunaan mobil listrik, kata dia, sebetulnya sudah cukup lama. Bahkan telah dikembangkan oleh Dahlan Iskan ketika menjabat sebagai Menteri BUMN.

“Sudah dikembangkan sejak dulu, jadi bukan ide baru dan saya harap rencana penggunaan mobil listrik ini bukan sekadar gimmick/pencitraan. Harus diimplementasikan dengan road map yang jelas,” tuturnya.

Disinggung soal kemungkinan meroketnya harga listrik pasca migrasi, dia mewanti-wanti agar tidak seperti transisi minyak tanah ke LPG. Untuk itu, rencana yang disusun mesti benar-benar matang.

Ia juga menyarankan agar pengguna kendaraan listrik memperoleh insentif dari pemerintah, misalnya potongan pembayaran pajak. Sebab, mereka membantu mengurangi konsumsi bahan bakar secara langsung.

“Sekarang tinggal bagaimana PLN bisa mengoperasikan pembangkit listriknya menggunakan non BBM, salah satunya memanfaatkan panas bumi atau energi terbarukan lainnya. Jangan justru beralih ke listrik, tapi BBM dipakai PLN untuk supply listrik,” tukasnya. (Reta)**[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]