Sabtu, 27 April 2024
Perguruan Tinggi

Pengendalian Gulma Terintegrasi Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas Pertanian

Pengendalian Gulma Terintegrasi Tingkatkan Kuantitas dan Kualitas Pertanian

[Kanal Media Unpad] Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Prof. Yayan Sumekar mengatakan bahwa pertumbuhan gulma yang tidak terkendali sangat berpengaruh terhadap kerugian hasil pertanian. Selain menurunkan kuantitas dan kualitas hasil panen, pertumbuhan gulma juga dapat mendatangkan hama dan penyakit bagi tanaman.

Tidak hanya itu, kehadiran gulma pada lahan perkebunan juga dapat mengganggu langkah-langkah agronomi, mengurangi penggunaan ekonomis perairan, serta menambah biaya untuk pengendalian pertumbuhan gulma.

“Jadi kalau misalnya kita mengendalikan gulma di awal, maka persentasi hama penyakit yang hadir juga mungkin saja lebih sedikit dibandingkan membiarkan gulma hadir, jelas menambah biaya pengendalian,” kata Prof. Yayan dalam Satu Jam Berbincang Ilmu (Sajabi) “Pengelolaan Gulma untuk Produktivitas Tanaman Pangan” yang diselenggarakan Dewan Profesor Unpad secara daring, Sabtu (23/3/2024).

Prof. Yayan menyampaikan, pengendalian gulma yang terintegrasi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Secara mekanik, pertumbuhan gulma dapat dikendalikan dengan merusak biologisnya, seperti dicabut atau dibantu dengan menggunakan alat. Namun, cara seperti ini kurang efektif jika dilakukan pada lahan yang cukup luas.

Selanjutnya, dapat juga dilakukan metode pengolaan budi daya pada area pertanaman. Metode tersebut menerapkan strategi pengendalian gulma sebelum lahan ditanami tanaman. Cara ini dilakukan dengan melakukan rotasi tanaman untuk memutus siklus hidup hama, penyakit, serta gulma. Pengaturan jarak tanam juga perlu diperhatikan agar tidak terlalu jauh atau terlalu dekat.

Metode lainnya adalah secara biologis menggunakan bantuan makhluk hidup seperti kerbau, sapi, kambing, atau dalam bentuk mikroba. Tidak hanya itu, ada juga metode dengan menggunakan bahan kimia (chemical), yaitu herbisida.

“Sebenarnya herbisida digunakan sebagai alternatif terakhir, tetapi di berbagai lokasi saat ini cenderung langsung menggunakan herbisida karena biaya dan waktu yang digunakan lebih sedikit jika dibandingkan dengan cara mekanik,” ujar Prof. Yayan.

Prof. Yayan menjelaskan bahwa herbisida dapat menimbulkan berbagai risiko jika tidak digunakan dengan baik dan benar. Risiko tersebut antara lain adalah toksik bagi manusia dan hewan, residu dan persistensi herbisida, serta resistensi gulma terhadap salah satu jenis herbisida.

Prof. Yayan juga menyampaikan langkah yang benar dalam pengaplikasian herbisida, yaitu dengan mengetahui jenis gulma, memilih herbisida yang tepat, mengaplikasikan herbisida di waktu yang tepat, menggunakan dosis yang sesuai, serta menggunakan herbisida dengan cara yang tepat agar merata.

Waktu yang tepat untuk mengaplikasikan herbisida adalah pada saat pagi, siang, atau sore hari. Cuaca juga perlu diperhatikan agar herbisida dapat terserap dengan baik. Prof. Yayan mengatakan paling aman tanaman tidak terkena hujan setelah 4 jam sejak penyemprotan herbisida.

“Kemudian tepat tekaran, tepat dosis tentunya. Ini banyak kejadian di lapangan petani sudah tidak memakai takaran lagi, sehingga kalau dihitung bisa dua atau tiga kali lipat dari dosis rekomendasi. Itulah yang membahayakan, salah satunya mempercepat proses persistensi herbisida,” jelasnya. (art)*